Investasi PT SILO Terhambat Perizinan dari Pemprov Kalsel

Kamis, 01 Februari 2018 - 16:24 WIB
Investasi PT SILO Terhambat...
Investasi PT SILO Terhambat Perizinan dari Pemprov Kalsel
A A A
JAKARTA - PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) mengungkapkan bahwa investasi pertambangan dan pabrik pengolahan bijih besi (smelter) di Pulau Sebuku, terhambat izin belum keluarnya izin dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel).

"Kami tidak tahu apa alasan Pemprov Kalsel belum juga mengeluarkan izin yang kami perlukan," kata Direktur Operasi SILO Henry Yulianto di Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Padahal, lanjutnya, sejak SILO beroperasi pada 2004 hingga 2016, tidak pernah mengalami kendala perizinan termasuk dari Pemprov Kalsel. Dia menjelaskan, pada 24 Oktober 2016, pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada BP DASHL Barito yang ditembuskan ke Dinas Kehutanan Pemprov Kalsel perihal permohonan calon lokasi rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS). Namun, lanjutnya, hingga kini belum ada tanggapan dari pemprov. "Kami tidak tahu kenapa bisa seperti ini," tuturnya.

Dia menjelaskan, permohonan pemprov tersebut diperlukan untuk memenuhi permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai surat No 59/1/IPPKH/PMDN/2016 tertanggal 5 September 2016. Henry berharap Pemprov Kalsel mendukung keberadaan SILO karena merupakan satu-satunya perusahaan yang kini beroperasi dan menjadi tumpuan hidup warga Pulau Sebuku.

Menurut dia, dampak tidak diprosesnya permohonan oleh Pemprov Kalsel, menyebabkan perusahaan menghentikan operasional yang berimbas pada perumahan karyawan dan akan berlanjut pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Dalam satu tahun terakhir karyawan sudah berkurang 300 orang dan tidak menutup kemungkinan 500 karyawan yang kini masih aktif mengalami hal yang sama," ujarnya.

Saat ini, dari sekitar 500 karyawan yang 74% warga Pulau Sebuku, hanya menerima gaji dan sudah tidak bekerja. Kondisi tersebut, menurut Henry, berdampak langsung kepada masyarakat Pulau Sebuku karena selama ini warga setempat mengandalkan pendapatan dari pengoperasian SILO.

"Tidak beroperasinya SILO selain meresahkan karyawan, juga warga setempat yang menggantungkan ekonominya dari kami. Dari sekitar 5.000 warga Sebuku, 3.000 waga di antaranya tergantung dari operasi SILO," paparnya.

SILO yang beroperasi di Pulau Sebuku, Kalsel memiliki izin usaha pertambangan bijih besi seluas 12.000 ha. Saat ini, perusahaan tengah membangun sebanyak empat unit pabrik pengolahan dan pemurnian dengan kapasitas total 6,3 juta ton bijih besi dengan rencana produksi sponge ferro alloy sebanyak 2,2 juta ton per tahun. Keseluruhan kapasitas smelter dengan nilai investasi USD180 juta tersebut ditargetkan rampung 2021.

Sambil menunggu proyek keseluruhan selesai, SILO memproduksi konsentrat dari satu unit smelter yang ada.
Namun, pengoperasian satu smelter itu pun kini terhenti dan berdampak pada perusahaan, karyawan, dan warga sekitar.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0943 seconds (0.1#10.140)