YLKI Dorong Produk Kantong Plastik Dikenakan Cukai
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung langkah pemerintah untuk menjadikan kantong plastik atau kresek sebagai barang kena cukai (BKC) baru. Menurut peneliti YLKI Natalya Kurniawati, Indonesia sudah tergolong darurat plastik.
"Sampah plastik di negara kita sudah terlalu banyak. Kalau melakukan pencegahan kembali, itu terlambat. Sehingga, solusi yang paling pas adalah dengan mengenakan cukai untuk produk kantong plastik," terang dia di Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Natalya menjelaskan, sebelum memberlakukan peraturan tersebut, pemerintah harus melakukan spesifikasi untuk cukai kantong plastik. Misalnya, plastik jenis apa saja yang wajib dikenakan cukai dan tidak usah dikenakan cukai.
Untuk plastik yang bisa hancur dan terurai, tidak perlu dikenakan cukai. "Namun, saat ini ada kantong plastik yang bisa hancur tapi tidak terurai, ini harus dikenakan cukai. Jenis plastik ini tentu membahayakan lingkungan," imbuhnya.
Agar aturan ini dapat diterima semua golongan, baik industri maupun masyarakat, YLKI meminta pemerintah harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Selain itu, peta jalan yang dibuat juga harus jelas.
"Misalnya industri harus melakukan langkah-langkah apa untuk menjalankan aturan ini. Itu semua harus jelas di peta jalan yang dibuat pemerintah," ujar dia.
Peneliti Indef Bhima Yudhistira juga menambahkan, secara perspektif lingkungan sudah saatnya kantong plastik yang merusak alam dikenakan cukai. Selama ini, pemerintah belum berani melakukannya karena tekanan dari pelaku industri agar langkah pengenaan cukai yang dihambat.
Berdasarkan penelitian the Science Journal tahun 2015 Indonesia berada di urutan kedua sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam sampah plastik dunia mencapai 10,1% sementara India hanya 1,1%.
"Sementara, hasil studi Indef tahun 2016 juga mendukung hal tersebut. Potensi penerimaan dari cukai kantong plastik dengan tarif cukai 5% diprediksi mencapai Rp254,7 miliar," kata Bhima kemarin.
Lebih lanjut dia menerangkan bahwa berdasarkan pengalaman negara lainnya, pengenaan cukai kantong plastik efektif merubah prilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan. "Contoh negara yang sudah menerapkan cukai plastik adalah Irlandia, India, Denmark, dan Kenya," ungkapnya.
Dari sisi fiskal, upaya ekstensifikasi cukai atau perluasan objek kena cukai harus didukung agar ketergantungan pada cukai rokok bisa berkurang. Rata rata penerimaan cukai sebesar 95% disumbang oleh produk hasil olahan tembakau.
Sementara, pada 2018 prediksinya produksi rokok turun 9,8 miliar batang. "Dengan target cukai mencapai Rp155,4 triliun pemerintah harus lebih kreatif mencari sumber cukai lain, salah satunya kantong plastik," jelasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengklaim hampir semua lembaga maupun institusi telah menyetujui untuk menjadikan produk kantong plastik atau kresek sebagai barang kena cukai (BKC) baru.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengaku proses pembahasan terus dilakukan termasuk upaya untuk memfinalisasi pengenaan cukai. Cukai kantong plastik, memang menjadi target BKC yang akan dikenakan dalam waktu dekat.
Pengenaan cukai juga menjadi salah satu kebijakan yang akan ditempuh DJBC tahun ini, sebagai terobosan untuk menambah BKC yang baru. "Targetnya pasti akan secepatnya. Langkah yang akan kami lakukan tentunya komunikasi ulang dengan DPR Komisi XI," ujar Heru di Jakarta, pekan lalu.
"Sampah plastik di negara kita sudah terlalu banyak. Kalau melakukan pencegahan kembali, itu terlambat. Sehingga, solusi yang paling pas adalah dengan mengenakan cukai untuk produk kantong plastik," terang dia di Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Natalya menjelaskan, sebelum memberlakukan peraturan tersebut, pemerintah harus melakukan spesifikasi untuk cukai kantong plastik. Misalnya, plastik jenis apa saja yang wajib dikenakan cukai dan tidak usah dikenakan cukai.
Untuk plastik yang bisa hancur dan terurai, tidak perlu dikenakan cukai. "Namun, saat ini ada kantong plastik yang bisa hancur tapi tidak terurai, ini harus dikenakan cukai. Jenis plastik ini tentu membahayakan lingkungan," imbuhnya.
Agar aturan ini dapat diterima semua golongan, baik industri maupun masyarakat, YLKI meminta pemerintah harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Selain itu, peta jalan yang dibuat juga harus jelas.
"Misalnya industri harus melakukan langkah-langkah apa untuk menjalankan aturan ini. Itu semua harus jelas di peta jalan yang dibuat pemerintah," ujar dia.
Peneliti Indef Bhima Yudhistira juga menambahkan, secara perspektif lingkungan sudah saatnya kantong plastik yang merusak alam dikenakan cukai. Selama ini, pemerintah belum berani melakukannya karena tekanan dari pelaku industri agar langkah pengenaan cukai yang dihambat.
Berdasarkan penelitian the Science Journal tahun 2015 Indonesia berada di urutan kedua sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam sampah plastik dunia mencapai 10,1% sementara India hanya 1,1%.
"Sementara, hasil studi Indef tahun 2016 juga mendukung hal tersebut. Potensi penerimaan dari cukai kantong plastik dengan tarif cukai 5% diprediksi mencapai Rp254,7 miliar," kata Bhima kemarin.
Lebih lanjut dia menerangkan bahwa berdasarkan pengalaman negara lainnya, pengenaan cukai kantong plastik efektif merubah prilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan. "Contoh negara yang sudah menerapkan cukai plastik adalah Irlandia, India, Denmark, dan Kenya," ungkapnya.
Dari sisi fiskal, upaya ekstensifikasi cukai atau perluasan objek kena cukai harus didukung agar ketergantungan pada cukai rokok bisa berkurang. Rata rata penerimaan cukai sebesar 95% disumbang oleh produk hasil olahan tembakau.
Sementara, pada 2018 prediksinya produksi rokok turun 9,8 miliar batang. "Dengan target cukai mencapai Rp155,4 triliun pemerintah harus lebih kreatif mencari sumber cukai lain, salah satunya kantong plastik," jelasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengklaim hampir semua lembaga maupun institusi telah menyetujui untuk menjadikan produk kantong plastik atau kresek sebagai barang kena cukai (BKC) baru.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengaku proses pembahasan terus dilakukan termasuk upaya untuk memfinalisasi pengenaan cukai. Cukai kantong plastik, memang menjadi target BKC yang akan dikenakan dalam waktu dekat.
Pengenaan cukai juga menjadi salah satu kebijakan yang akan ditempuh DJBC tahun ini, sebagai terobosan untuk menambah BKC yang baru. "Targetnya pasti akan secepatnya. Langkah yang akan kami lakukan tentunya komunikasi ulang dengan DPR Komisi XI," ujar Heru di Jakarta, pekan lalu.
(izz)