Aprindo: Masyarakat Cenderung Pilih Barang Ekonomis
A
A
A
BANDUNG - Sekretaris Umum DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Barat Henri Hendarta mengatakan, saat ini masyarakat cenderung memilih barang murah.
"Ada perubahan kebiasaan masyarakat dalam berbelanja. Jika sebelumnya mereka pilih barang mahal, saat ini justru shifting ke barang yang memiliki nilai ekonomis. Ini yang memengaruhi performance ritel di 2017," ujar Henri di Bandung, Jumat (2/2/2018).
Pihaknya mengakui, pola shifting masih akan berlanjut di tahun ini, karena stabilitas ekonomi belum terlalu baik. Di sisi lain, belanja online juga sedikit berdampak. Walaupun imbasnya tidak terlalu besar. Sebagian besar konsumen di Indonesia, diakuinya masih memilih belanja langsung ke toko ritel offline dibanding menghabiskan dana di marketplace atau e-commerce.
"Peralihan dari konvensional ke online angkanya masih sangat kecil yakni antara 1%-2% saja. Sementara ini, konsumen masih banyak yang memilih belanja groceries atau kebutuhan sehari-hari di ritel offline," imbuh dia.
Sebelumnya, Chief Sharing Vision Dimitri Mahayana memprediksi, jumlah ritel fashion yang berguguran di Indonesia akan semakin banyak seiring dengan semakin tingginya penetrasi e-commerce.
"Ekonomi dan daya beli masyarakat tidak turun, tapi (cara belanjanya) bergeser ke online. Ini terkonfirmasi dari hasil survei terbaru Sharing Vision pada Oktober-November tahun ini terhadap 808 responden yang pernah berbelanja online. Survei dilakukan di sejumlah kota besar," kata dia belum lama ini.
Hasil survei Lembaga Riset Telematika Sharing Vision menunjukkan, penurunan daya beli masyarakat bukanlah penyebab bergugurannya ritel di Indonesia. Seperti halnya tren global, pelemahan ritel, khususnya yang bergerak di sektor fashion, disebabkan adanya pergeseran gaya hidup, dari belanja konvensional menuju digital.
"Ada perubahan kebiasaan masyarakat dalam berbelanja. Jika sebelumnya mereka pilih barang mahal, saat ini justru shifting ke barang yang memiliki nilai ekonomis. Ini yang memengaruhi performance ritel di 2017," ujar Henri di Bandung, Jumat (2/2/2018).
Pihaknya mengakui, pola shifting masih akan berlanjut di tahun ini, karena stabilitas ekonomi belum terlalu baik. Di sisi lain, belanja online juga sedikit berdampak. Walaupun imbasnya tidak terlalu besar. Sebagian besar konsumen di Indonesia, diakuinya masih memilih belanja langsung ke toko ritel offline dibanding menghabiskan dana di marketplace atau e-commerce.
"Peralihan dari konvensional ke online angkanya masih sangat kecil yakni antara 1%-2% saja. Sementara ini, konsumen masih banyak yang memilih belanja groceries atau kebutuhan sehari-hari di ritel offline," imbuh dia.
Sebelumnya, Chief Sharing Vision Dimitri Mahayana memprediksi, jumlah ritel fashion yang berguguran di Indonesia akan semakin banyak seiring dengan semakin tingginya penetrasi e-commerce.
"Ekonomi dan daya beli masyarakat tidak turun, tapi (cara belanjanya) bergeser ke online. Ini terkonfirmasi dari hasil survei terbaru Sharing Vision pada Oktober-November tahun ini terhadap 808 responden yang pernah berbelanja online. Survei dilakukan di sejumlah kota besar," kata dia belum lama ini.
Hasil survei Lembaga Riset Telematika Sharing Vision menunjukkan, penurunan daya beli masyarakat bukanlah penyebab bergugurannya ritel di Indonesia. Seperti halnya tren global, pelemahan ritel, khususnya yang bergerak di sektor fashion, disebabkan adanya pergeseran gaya hidup, dari belanja konvensional menuju digital.
(izz)