Soal Regulasi Transportasi Online, Pemilik Aplikasi Diminta Tegas
A
A
A
JAKARTA - Pakar transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai persoalan bisnis taksi berbasis online bisa makin runcing seiring diterapkannya Peraturan Menteri Perhubungan, No 108/2017. Seperti diketahui polemik transportasi berbasis online masih terus bergulir seiring maraknya penolakan atas kehadirannya.
(Baca Juga: Kegaduhan Taksi Online Belum Berakhir
Djoko menjelaskan, walaupun sekarang sebagian sudah mengajukan perizinan, tetapi pemilik aplikasi belum menutup izin bagi yang tidak mengajukan. "Bahkan masih membuka pendaftaran bagi yang mau bergabung," ujarnya di Jakarta, Selasa (14/2/2018).
Menurutnya, hal ini tentunya akan makin memperuncing persoalan operasional taksi online kendati sudah diterbitkan PM 108/2017, namun tetap belum menyelesaikan masalah di daerah. Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 tahun 2017 sendiri mengatur tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Banyak tuntutan oleh para driver taksi online yang sebenarnya sudah tidak masuk akal, jika tetap mau berbisnis di sektor transportasi umum," paparnya
Di sisi lain, kata Djoko, hampir semua keinginan driver online sudah dituruti, asal tidak melanggar prinsip dasar kaidah keselamatan, keamanan dan kenyamanan bertransportasi. "Pada dasarnya operasional transportasi berbasis aplikasi tersebut bermula dari Amerika Serikat (Uber). Kemudian diadopsi oleh Grab di Malaysia dan Go-Jek di Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, elemen pengemudi angkutan berbasis online menolak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 mengenai Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Permenhub itu merupakan hasil revisi dari aturan sebelumnya yang dibatalkan Mahkamah Agung (MA).
Setidaknya, ada sembilan regulasi dalam aturan baru itu, antara lain mengatur soal argo, penetapan tarif batas bawah dan tarif batas atas, kuota kendaraan, wilayah operasi, domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang harus sesuai wilayah operasi, dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
(Baca Juga: Kegaduhan Taksi Online Belum Berakhir
Djoko menjelaskan, walaupun sekarang sebagian sudah mengajukan perizinan, tetapi pemilik aplikasi belum menutup izin bagi yang tidak mengajukan. "Bahkan masih membuka pendaftaran bagi yang mau bergabung," ujarnya di Jakarta, Selasa (14/2/2018).
Menurutnya, hal ini tentunya akan makin memperuncing persoalan operasional taksi online kendati sudah diterbitkan PM 108/2017, namun tetap belum menyelesaikan masalah di daerah. Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 tahun 2017 sendiri mengatur tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Banyak tuntutan oleh para driver taksi online yang sebenarnya sudah tidak masuk akal, jika tetap mau berbisnis di sektor transportasi umum," paparnya
Di sisi lain, kata Djoko, hampir semua keinginan driver online sudah dituruti, asal tidak melanggar prinsip dasar kaidah keselamatan, keamanan dan kenyamanan bertransportasi. "Pada dasarnya operasional transportasi berbasis aplikasi tersebut bermula dari Amerika Serikat (Uber). Kemudian diadopsi oleh Grab di Malaysia dan Go-Jek di Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, elemen pengemudi angkutan berbasis online menolak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 mengenai Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Permenhub itu merupakan hasil revisi dari aturan sebelumnya yang dibatalkan Mahkamah Agung (MA).
Setidaknya, ada sembilan regulasi dalam aturan baru itu, antara lain mengatur soal argo, penetapan tarif batas bawah dan tarif batas atas, kuota kendaraan, wilayah operasi, domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang harus sesuai wilayah operasi, dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
(akr)