Dampak Kilau si Emas Hitam
A
A
A
PERLAHAN tapi pasti, harga batu bara terus merangkak naik. Tanda-tanda kebangkitan harga si emas hitam itu sudah mulai terlihat sejak tahun lalu. Waktu itu, harga batu bara sudah nangkring di level US$85 per metrik ton. Kenaikan itu terus berlanjut hingga pertengahan Februari kemarin ketika harga batu bara acuan (HBA) ditetapkan pemerintah sebesar US$100,69 per metrik ton. Penetapan HBA di atas US$100 merupakan yang tertinggi sejak 2011.
Sejumlah analis menyatakan, kenaikan harga emas hitam itu lebih dipicu oleh faktor eksternal. Musim dingin yang ekstrem di berbagai negara Asia, seperti Cina, Korea, Jepang, dan Taiwan, membuat kebutuhan batu bara bakal meningkat.
Cina merupakan negara penyebab utama kenaikan harga batu bara yang terjadi saat ini. Tambahan pasokan batu bara ke Negeri Tirai Bambu itu selain karena untuk menghadapi musim dingin, juga kebijakan yang diterapkan pemerintah di sana. "Harga batu bara saat ini lebih disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Cina yang membatasi operasi tambang batu baranya dari 330 hari menjadi 276 hari sejak Februari 2016," kata Dendi Ramdani, Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri, Selasa (20/2/2018) pekan lalu.
Di luar itu, meningkatnya perekonomian Cina ditambah adanya perbaikan generator nuklir di Korea Selatan juga berdampak pada harga si emas hitam. Kedua faktor itu kemudian memberikan sentimen positif bagi kenaikan harga batu bara global. "Demikian pula dengan harga minyak yang sudah di atas US$60 per barel," tambah Dendi.
Memang, mengilaunya harga si emas hitam tak bisa lepas dari harga minyak dunia yang makin memanas. Memasuki tahun ini, harga minyak dunia juga tengah bergejolak karena terpenuhinya komitmen negara-negara OPEC. Awal Februari kemarin, harga minyak dunia sudah menyentuh level US$70 per barel. "Sentimen secara sektoral turut memengaruhi pergerakan antarkomoditas," kata Reza Priyambada, Kepala Analis Binaartha Sekuritas, Rabu (21/2/2018) pekan lalu.
Apakah kenaikan harga batu bara membawa kabar baik bagi perekonomian Indonesia? Atau malah sebaliknya? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi No.52/VI/2018 yang terbit Senin (26/2/2018).
Sejumlah analis menyatakan, kenaikan harga emas hitam itu lebih dipicu oleh faktor eksternal. Musim dingin yang ekstrem di berbagai negara Asia, seperti Cina, Korea, Jepang, dan Taiwan, membuat kebutuhan batu bara bakal meningkat.
Cina merupakan negara penyebab utama kenaikan harga batu bara yang terjadi saat ini. Tambahan pasokan batu bara ke Negeri Tirai Bambu itu selain karena untuk menghadapi musim dingin, juga kebijakan yang diterapkan pemerintah di sana. "Harga batu bara saat ini lebih disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Cina yang membatasi operasi tambang batu baranya dari 330 hari menjadi 276 hari sejak Februari 2016," kata Dendi Ramdani, Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri, Selasa (20/2/2018) pekan lalu.
Di luar itu, meningkatnya perekonomian Cina ditambah adanya perbaikan generator nuklir di Korea Selatan juga berdampak pada harga si emas hitam. Kedua faktor itu kemudian memberikan sentimen positif bagi kenaikan harga batu bara global. "Demikian pula dengan harga minyak yang sudah di atas US$60 per barel," tambah Dendi.
Memang, mengilaunya harga si emas hitam tak bisa lepas dari harga minyak dunia yang makin memanas. Memasuki tahun ini, harga minyak dunia juga tengah bergejolak karena terpenuhinya komitmen negara-negara OPEC. Awal Februari kemarin, harga minyak dunia sudah menyentuh level US$70 per barel. "Sentimen secara sektoral turut memengaruhi pergerakan antarkomoditas," kata Reza Priyambada, Kepala Analis Binaartha Sekuritas, Rabu (21/2/2018) pekan lalu.
Apakah kenaikan harga batu bara membawa kabar baik bagi perekonomian Indonesia? Atau malah sebaliknya? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi No.52/VI/2018 yang terbit Senin (26/2/2018).
(amm)