BI Tekankan Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga Baik
A
A
A
JAKARTA - Stabilitas Sistem Keuangan terjaga dengan baik, tercermin dari Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) dan Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP) yang berada di level normal. Stabilnya sistem keuangan tersebut, didukung oleh kuatnya permodalan dan likuiditas perbankan serta risiko kredit yang terjaga.
Selain itu, intermediasi perbankan juga menunjukkan perbaikan meskipun masih terbatas, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. "Terbatasnya intermediasi terutama terjadi di sektor perbankan, sementara pasar modal dan perusahaan pembiayaan mulai meningkat," kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Retno Ponco Windarti kepada wartawan.
Angka pertumbuhan kredit tercatat 8,24% (yoy) pada Desember 2017, naik dibandingkan dengan 7,86% (yoy) pada akhir tahun sebelumnya, meskipun dengan peningkatan yang relatif terbatas. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku selektif bank dalam penyaluran kredit dan belum kuatnya permintaan kredit dari korporasi.
Retno memaparkan, berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit (yoy) pada Desember 2017 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan kredit di seluruh sektor, utamanya kredit modal kerja dan konsumsi. Dari sisi valuta, baik kredit rupiah maupun valas mencatatkan pertumbuhan (yoy) yang lebih besar pada Desember 2017, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit valas.
Menurut dia, membaiknya harga komoditas global mendorong meningkatnya kredit dalam valas serta mendukung keberlangsungan kredit sektor perdagangan (khususnya yang berorientasi ekspor). Hingga Desember 2017, kredit UMKM tumbuh 9,97% (yoy), meningkat dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya (8,4% yoy). "Sementara NPL kredit UMKM turun menjadi 4,1% pada periode laporan, dari 4,2% pada akhir 2016," ungkap Retno.
Pada Desember 2017, pertumbuhan DPK melambat menjadi 9,36% (yoy) dibandingkan dengan 9,60% (yoy) pada akhir 2016. Namun, sambung dia, tanpa memperhitungkan dana Tax Amnesty, kenaikan nominal DPK tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan 2016 dan 2015. Berlanjutnya perlambatan DPK dipicu oleh pertumbuhan ekonomi yang terbatas. "Sementara pangsa DPK dalam mata uang Rupiah mencapai 86% terhadap total DPK," imbuh dia.
Adapun rasio NPL terpantau membaik menjadi 2,59% pada Desember 2017 dari 2,93% di tahun sebelumnya. Menurut dia, membaiknya risiko kredit juga tercermin dari pertumbuhan nominal NPL yang semakin melambat sejalan upaya konsolidasi perbankan serta pertumbuhan kredit yang membaik. Sementara itu, perbankan memiliki permodalan yang kuat dengan rasio CAR cukup tinggi di level 23,01% pada Desember 2017, relatif meningkat dibandingkan dengan akhir 2016 di level 22,69%.
Efisiensi perbankan secara umum juga membaik yang tercermin dari rasio BOPO sebesar 79,28% pada Desember 2017, turun dari 82,85% pada Desember 2016. Sementara, profitabilitas relatif stabil yang tercermin dari ROA di level 2,38%.
Selain itu, intermediasi perbankan juga menunjukkan perbaikan meskipun masih terbatas, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. "Terbatasnya intermediasi terutama terjadi di sektor perbankan, sementara pasar modal dan perusahaan pembiayaan mulai meningkat," kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Retno Ponco Windarti kepada wartawan.
Angka pertumbuhan kredit tercatat 8,24% (yoy) pada Desember 2017, naik dibandingkan dengan 7,86% (yoy) pada akhir tahun sebelumnya, meskipun dengan peningkatan yang relatif terbatas. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku selektif bank dalam penyaluran kredit dan belum kuatnya permintaan kredit dari korporasi.
Retno memaparkan, berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit (yoy) pada Desember 2017 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan kredit di seluruh sektor, utamanya kredit modal kerja dan konsumsi. Dari sisi valuta, baik kredit rupiah maupun valas mencatatkan pertumbuhan (yoy) yang lebih besar pada Desember 2017, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit valas.
Menurut dia, membaiknya harga komoditas global mendorong meningkatnya kredit dalam valas serta mendukung keberlangsungan kredit sektor perdagangan (khususnya yang berorientasi ekspor). Hingga Desember 2017, kredit UMKM tumbuh 9,97% (yoy), meningkat dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya (8,4% yoy). "Sementara NPL kredit UMKM turun menjadi 4,1% pada periode laporan, dari 4,2% pada akhir 2016," ungkap Retno.
Pada Desember 2017, pertumbuhan DPK melambat menjadi 9,36% (yoy) dibandingkan dengan 9,60% (yoy) pada akhir 2016. Namun, sambung dia, tanpa memperhitungkan dana Tax Amnesty, kenaikan nominal DPK tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan 2016 dan 2015. Berlanjutnya perlambatan DPK dipicu oleh pertumbuhan ekonomi yang terbatas. "Sementara pangsa DPK dalam mata uang Rupiah mencapai 86% terhadap total DPK," imbuh dia.
Adapun rasio NPL terpantau membaik menjadi 2,59% pada Desember 2017 dari 2,93% di tahun sebelumnya. Menurut dia, membaiknya risiko kredit juga tercermin dari pertumbuhan nominal NPL yang semakin melambat sejalan upaya konsolidasi perbankan serta pertumbuhan kredit yang membaik. Sementara itu, perbankan memiliki permodalan yang kuat dengan rasio CAR cukup tinggi di level 23,01% pada Desember 2017, relatif meningkat dibandingkan dengan akhir 2016 di level 22,69%.
Efisiensi perbankan secara umum juga membaik yang tercermin dari rasio BOPO sebesar 79,28% pada Desember 2017, turun dari 82,85% pada Desember 2016. Sementara, profitabilitas relatif stabil yang tercermin dari ROA di level 2,38%.
(akr)