Aturan Harga DMO Batu Bara Berlaku untuk Dua Tahun
A
A
A
JAKARTA - Ketentuan harga batu bara acuan untuk pasar domestik (domestic market obligation/DMO) akan berlaku selama dua tahun. Namun, detail ketentuan yang akan diatur pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu hingga saat ini masih belum diputuskan.
Kepala Subdirektorat Harga Tenaga Listrik Jisman Hutajulu mengatakan, hingga saat ini Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur harga batu bara yang dijual di dalam negeri masih digodok oleh pemerintah lintas sektoral.
"Draf Permennya sudah ada, tinggal ditandatangani menteri ESDM (Ignasiun Jonan). Jadi nanti aturannya berlaku untuk dua tahun, tidak untuk jangka panjang," ujar Jisman dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Dia menambahkan, pembahasan mengenai penetapan harga batu bara untuk pasar domestik tersebut juga melibatkan kalangan pengusaha. Dia berharap, aturan itu dapat membantu produsen listrik nasional dalam menekan biaya pokok produksi listrik.
"Kalau biaya pokok produksi bisa turun, itu bagus buat konsumen. Tapi PLN juga harus jadi lebih efisien," ujar dia.
Dalam satu tahun terakhir harga batu bara di pasar global terus mengalami kenaikan bahkan sempat mencapai USD100 per metrik ton. Kondisi tersebut dikeluhkan oleh PT PLN (Persero) selaku konsumen batu bara yang menyerap komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Saat ini persentase penggunaan batu bara sebagai energi primer batu bara oleh PLN mencapai 57% dari keseluruhan pembangkit.
Sekadar diketahui, produksi batu bara nasional pada tahun lalu mencapai 435 juta ton. Dari jumlah tersebut, hanya 20% atau sekitar 85 juta ton dialokasikan untuk pasar domestik. Sisanya sebanyak 80% diekspor ke berbagai negara.
Jisman menambahkan, dalam Permen terkait harga batu bara dalam negeri, akan ada beberapa opsi pengaturan harga. Di antaranya penetapan batas atas dan batas bawah harga batu baru di kisaran USD60-75 per metrik ton.
"Jadi nanti kalau misalnya harga baru bara USD100 per metrik ton, PLN beli di harga atas USD70, lalu jika harga rendah di bawah USD40 misalnya, PLN beli di USD60. Jadi sama-sama untung," papar dia.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, meroketnya harga batu bara dunia hingga mencapai USD94,7 per metrik ton pada bulan ini di satu sisi memberikan keuntungan besar bagi pengusaha batu bara. Namun di sisi lain justru menambah beban produsen listrik seperti PLN. Pasalnya, saat ini PLN menggunakan batu bara lebih dari setengah dari total energi primer untuk pembangkit.
"Ini jelas akan menaikkan biaya pokok produksi. Sementara tarif listrik sudah dipastikan tidak naik hingga tahun depan," ujar Fahmy.
Dia menambahkan, pengaturan harga DMO baru bara bisa menjadi solusi kendati bakal terjadi distorsi harga antara pasar global dengan harga pasar dalam negeri. "Tapi ini tugas negara karena mengacu pada Undang-Undang Dasar 45 pasal 33 yang menyatakan bahwa kekayaan negara harus digunakan untuk rakyat. Tinggal mekanismenya saja yang diatur," ujarnya.
Menurut Fahmy, dengan penetapan harga atas dan harga bawah tersebut, PLN tidak harus menaikkan tarif listrik di tengah harga minyak batu bara dunia. Sementara penguasa juga masih bisa melakukan ekspor dan pemerintah mendapat pemasukan dari royalti.
Sementara itu, Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, dari sisi konsumen dia melihat bahwa persoalan kelistrikan harus dilihat secara menyeluruh. Artinya, pemerintah harus menjamin konsumen mendapatkan pasokan listrik yang adil dan merata di seluruh Indonesia.
"Kalau kami melihatnya begini, soal listrik tidak hanya harganya terjangkau tetapi juga bisa merata dan adil bagi semua masyarakat. Artinya akses listrik bisa dirasakan tidak hanya di Pulau Jawa tetapi juga di luar Pulau Jawa. Juga harus sama standarnya di semua wilayah, ini tantangan bagi pemerintah," ujarnya.
Kepala Subdirektorat Harga Tenaga Listrik Jisman Hutajulu mengatakan, hingga saat ini Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur harga batu bara yang dijual di dalam negeri masih digodok oleh pemerintah lintas sektoral.
"Draf Permennya sudah ada, tinggal ditandatangani menteri ESDM (Ignasiun Jonan). Jadi nanti aturannya berlaku untuk dua tahun, tidak untuk jangka panjang," ujar Jisman dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Dia menambahkan, pembahasan mengenai penetapan harga batu bara untuk pasar domestik tersebut juga melibatkan kalangan pengusaha. Dia berharap, aturan itu dapat membantu produsen listrik nasional dalam menekan biaya pokok produksi listrik.
"Kalau biaya pokok produksi bisa turun, itu bagus buat konsumen. Tapi PLN juga harus jadi lebih efisien," ujar dia.
Dalam satu tahun terakhir harga batu bara di pasar global terus mengalami kenaikan bahkan sempat mencapai USD100 per metrik ton. Kondisi tersebut dikeluhkan oleh PT PLN (Persero) selaku konsumen batu bara yang menyerap komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Saat ini persentase penggunaan batu bara sebagai energi primer batu bara oleh PLN mencapai 57% dari keseluruhan pembangkit.
Sekadar diketahui, produksi batu bara nasional pada tahun lalu mencapai 435 juta ton. Dari jumlah tersebut, hanya 20% atau sekitar 85 juta ton dialokasikan untuk pasar domestik. Sisanya sebanyak 80% diekspor ke berbagai negara.
Jisman menambahkan, dalam Permen terkait harga batu bara dalam negeri, akan ada beberapa opsi pengaturan harga. Di antaranya penetapan batas atas dan batas bawah harga batu baru di kisaran USD60-75 per metrik ton.
"Jadi nanti kalau misalnya harga baru bara USD100 per metrik ton, PLN beli di harga atas USD70, lalu jika harga rendah di bawah USD40 misalnya, PLN beli di USD60. Jadi sama-sama untung," papar dia.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, meroketnya harga batu bara dunia hingga mencapai USD94,7 per metrik ton pada bulan ini di satu sisi memberikan keuntungan besar bagi pengusaha batu bara. Namun di sisi lain justru menambah beban produsen listrik seperti PLN. Pasalnya, saat ini PLN menggunakan batu bara lebih dari setengah dari total energi primer untuk pembangkit.
"Ini jelas akan menaikkan biaya pokok produksi. Sementara tarif listrik sudah dipastikan tidak naik hingga tahun depan," ujar Fahmy.
Dia menambahkan, pengaturan harga DMO baru bara bisa menjadi solusi kendati bakal terjadi distorsi harga antara pasar global dengan harga pasar dalam negeri. "Tapi ini tugas negara karena mengacu pada Undang-Undang Dasar 45 pasal 33 yang menyatakan bahwa kekayaan negara harus digunakan untuk rakyat. Tinggal mekanismenya saja yang diatur," ujarnya.
Menurut Fahmy, dengan penetapan harga atas dan harga bawah tersebut, PLN tidak harus menaikkan tarif listrik di tengah harga minyak batu bara dunia. Sementara penguasa juga masih bisa melakukan ekspor dan pemerintah mendapat pemasukan dari royalti.
Sementara itu, Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, dari sisi konsumen dia melihat bahwa persoalan kelistrikan harus dilihat secara menyeluruh. Artinya, pemerintah harus menjamin konsumen mendapatkan pasokan listrik yang adil dan merata di seluruh Indonesia.
"Kalau kami melihatnya begini, soal listrik tidak hanya harganya terjangkau tetapi juga bisa merata dan adil bagi semua masyarakat. Artinya akses listrik bisa dirasakan tidak hanya di Pulau Jawa tetapi juga di luar Pulau Jawa. Juga harus sama standarnya di semua wilayah, ini tantangan bagi pemerintah," ujarnya.
(fjo)