IHSG Berpotensi Terkoreksi Imbas Kenaikan Suku Bunga The Fed
A
A
A
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini diproyeksi akan mengalami koreksi wajar sebagai imbas dari pengumuman kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed).
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, secara eksternal, para pelaku pasar pada pekan ini menantikan rilis data US Nonfarm Payroll yang diperkirakan memberikan imbas positif terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS). "Pekan ini indeks saham lebih cenderung terkoreksi wajar, dengan support di kisaran 6.363 hingga 6.293 dan resistance di kisaran 6.500 hingga 6.550," kata Nafan di Jakarta, Minggu (11/3/2018).
Menurut dia, dengan dirilisnya data US Nonfarm Payroll, akan memberikan kepastian terhadap kenaikan suku bunga The Fed pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar Pemerintah AS pada Rabu (21/3/2018). Selain itu, para pelaku pasar juga menyayangkan kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan menetapkan bea impor aluminium dan baja. Hal tersebut telah menyebabkan friksi dengan penasihat ekonomi utama Gedung Putih Gary Cohn. Dengan begitu, pada akhirnya Gary memutuskan untuk mengundurkan diri.
"Hal ini tentu sangat disayangkan bagi para pelaku pasar mengingat Gary Cohn dikenal sebagai pribadi yang propasar," ujarnya.
Untuk sentimen domestik, menurut Nafan, pelaku pasar akan menyoroti proyeksi neraca perdagangan RI yang diperkirakan masih dalam kondisi defisit. Di sisi lain, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah juga turut diperhatikan pelaku pasar sepanjang pekan ini.
Sementara itu, Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan pada pekan ini sentimen nilai tukar rupiah masih akan memengaruhi indeks. Hal tersebut merupakan kelanjutan dari pergerakan IHSG yang terkoreksi 2,69% pada pekan lalu. "Pelemahan nilai tukar dolar AS ini memberikan pengaruh bagi investor yang mengubah aliran dana investasi," kata dia.
Terkoreksinya indeks pada pekan kemarin sejalan dengan aksi investor asing yang tercatat jual bersih (net sell) sebesar Rp4,51 triliun. Aksi keluarnya asing salah satunya tidak terlepas dari sentimen global yang datang dari keputusan pemerintah AS. Sementara jika diukur sejak awal tahun investor asing tercatat net sell sebesar Rp13,99 triliun.
Menurut William, investor asing yang keluar tersebut hanya merealisasikan keuntungan. Pasalnya, jika diukur sejak 2005, investor asing di Indonesia masih mencatatkan net buy. Dia juga menilai, investor asing masih berpotensi untuk kembali masuk ke Indonesia. Selama sepekan ke depan, William menyatakan, IHSG masih berpotensi terus tumbuh. Jika ditinjau secara luas, Indonesia masih banyak memiliki sentimen positif. Hal ini bisa membuat Indonesia masih diminati. Selain itu, pada pekan ini akan ada rilis data perekonomian seperti pertumbuhan kredit dan penjualan mobil.
"Pola gerak IHSG akan diwarnai oleh kenaikan rilis data perekonomian untuk penjualan roda dua dan pertumbuhan kredit," ujar William.
William juga menjelaskan, pergerakan IHSG masih akan ditopang oleh fundamental perekonomian yang stabil. Hal tersebut terlihat dari rilis data perekonomian yang telah diumumkan pemerintah sebelumnya. "Ini tentunya akan menunjukkan bahwa minat investor untuk berinvestasi masih cukup tinggi, jika melihat IHSG yang masih terus berpotensi menguat," katanya.
William memperkirakan, indeks sepekan ke depan berpotensi tumbuh pada rentang support 6.345 dan resistance pada 6.713. Untuk awal pekan ini, pergerakan IHSG diproyeksi pada kisaran support 6.345 dan resistance 6.578. "Indeks masih berpotensi untuk menguat. Kalau ada koreksi minor justru ini momentum untuk akumulasi beli," jelasnya.
Sepanjang pekan lalu IHSG mengalami koreksi sebesar 2,69% menjadi 6.433,32 poin dari 6.582,31 poin pada akhir pekan sebelumnya. Nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pekan lalu juga turun 2,26% menjadi Rp7.156,91 triliun dari Rp7.322,68 triliun pada sepekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian BEI pada pekan kemarin juga mengalami perubahan 16,11% menjadi Rp8,07 triliun dari Rp9,62 triliun sepekan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi harian BEI juga turun 32,01% menjadi 10,17 miliar unit saham dari 14,96 miliar unit saham sepekan sebelumnya.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, secara eksternal, para pelaku pasar pada pekan ini menantikan rilis data US Nonfarm Payroll yang diperkirakan memberikan imbas positif terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS). "Pekan ini indeks saham lebih cenderung terkoreksi wajar, dengan support di kisaran 6.363 hingga 6.293 dan resistance di kisaran 6.500 hingga 6.550," kata Nafan di Jakarta, Minggu (11/3/2018).
Menurut dia, dengan dirilisnya data US Nonfarm Payroll, akan memberikan kepastian terhadap kenaikan suku bunga The Fed pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar Pemerintah AS pada Rabu (21/3/2018). Selain itu, para pelaku pasar juga menyayangkan kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan menetapkan bea impor aluminium dan baja. Hal tersebut telah menyebabkan friksi dengan penasihat ekonomi utama Gedung Putih Gary Cohn. Dengan begitu, pada akhirnya Gary memutuskan untuk mengundurkan diri.
"Hal ini tentu sangat disayangkan bagi para pelaku pasar mengingat Gary Cohn dikenal sebagai pribadi yang propasar," ujarnya.
Untuk sentimen domestik, menurut Nafan, pelaku pasar akan menyoroti proyeksi neraca perdagangan RI yang diperkirakan masih dalam kondisi defisit. Di sisi lain, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah juga turut diperhatikan pelaku pasar sepanjang pekan ini.
Sementara itu, Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan pada pekan ini sentimen nilai tukar rupiah masih akan memengaruhi indeks. Hal tersebut merupakan kelanjutan dari pergerakan IHSG yang terkoreksi 2,69% pada pekan lalu. "Pelemahan nilai tukar dolar AS ini memberikan pengaruh bagi investor yang mengubah aliran dana investasi," kata dia.
Terkoreksinya indeks pada pekan kemarin sejalan dengan aksi investor asing yang tercatat jual bersih (net sell) sebesar Rp4,51 triliun. Aksi keluarnya asing salah satunya tidak terlepas dari sentimen global yang datang dari keputusan pemerintah AS. Sementara jika diukur sejak awal tahun investor asing tercatat net sell sebesar Rp13,99 triliun.
Menurut William, investor asing yang keluar tersebut hanya merealisasikan keuntungan. Pasalnya, jika diukur sejak 2005, investor asing di Indonesia masih mencatatkan net buy. Dia juga menilai, investor asing masih berpotensi untuk kembali masuk ke Indonesia. Selama sepekan ke depan, William menyatakan, IHSG masih berpotensi terus tumbuh. Jika ditinjau secara luas, Indonesia masih banyak memiliki sentimen positif. Hal ini bisa membuat Indonesia masih diminati. Selain itu, pada pekan ini akan ada rilis data perekonomian seperti pertumbuhan kredit dan penjualan mobil.
"Pola gerak IHSG akan diwarnai oleh kenaikan rilis data perekonomian untuk penjualan roda dua dan pertumbuhan kredit," ujar William.
William juga menjelaskan, pergerakan IHSG masih akan ditopang oleh fundamental perekonomian yang stabil. Hal tersebut terlihat dari rilis data perekonomian yang telah diumumkan pemerintah sebelumnya. "Ini tentunya akan menunjukkan bahwa minat investor untuk berinvestasi masih cukup tinggi, jika melihat IHSG yang masih terus berpotensi menguat," katanya.
William memperkirakan, indeks sepekan ke depan berpotensi tumbuh pada rentang support 6.345 dan resistance pada 6.713. Untuk awal pekan ini, pergerakan IHSG diproyeksi pada kisaran support 6.345 dan resistance 6.578. "Indeks masih berpotensi untuk menguat. Kalau ada koreksi minor justru ini momentum untuk akumulasi beli," jelasnya.
Sepanjang pekan lalu IHSG mengalami koreksi sebesar 2,69% menjadi 6.433,32 poin dari 6.582,31 poin pada akhir pekan sebelumnya. Nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pekan lalu juga turun 2,26% menjadi Rp7.156,91 triliun dari Rp7.322,68 triliun pada sepekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian BEI pada pekan kemarin juga mengalami perubahan 16,11% menjadi Rp8,07 triliun dari Rp9,62 triliun sepekan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi harian BEI juga turun 32,01% menjadi 10,17 miliar unit saham dari 14,96 miliar unit saham sepekan sebelumnya.
(amm)