Penetrasi Impor Kelewat Besar, Neraca Perdagangan Defisit
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Faisal Basri memandang penetrasi impor saat ini terlalu jor-joran alias terlampau besar. Hal ini yang kemudian menyebabkan neraca perdagangan Indonesia dalam tiga bulan terakhir mengalami defisit.
Dia mengatakan, sejak Desember 2017 neraca dagang Indonesia mengalami defisit, terutama disebabkan oleh defisit transaksi dagang nonmigas. Menurutnya, hal ini karena impor yang dilakukan pemerintah terlalu besar-besaran.
"Transaksi dagang kita ekspor impor barang kembali di zona negatif. Paling besar defisit di Januari kemarin, tapi berlanjut di Februari. Defisit itu dari nonmigas kontributor utamanya. Kalau kita lihat, defisit itu terutama karena penetrasi impor yang semakin besar," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Menurutnya, hampir semua jenis makanan dan minuman dari negara-negara seperti Taiwan, Korea, Malaysia, Singapura, dan Thailand masuk ke Indonesia. Sementara di sisi lain, industri nasional semakin melempem perkembangannya.
"Dengan mudah kita menyaksikan, pada satu acara di kementerian disajikan buah empat jenis, empat-empatnya impor. Dan industri kita semakin tidak berkembang pesat. Sehingga hampir semua jenis makanan-minuman, masuk ke kita dari Taiwan, Korea, Malaysia, Singapura, Thailand yang sebetulnya modalnya cuma air dan gula," cetusnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi impor pada periode Februari 2018 mencapai USD14,21 miliar. Realisasi ini meningkat cukup tajam atau sekitar 25,18% dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, jika dibanding bulan Januari 2018 realisasi impor pada periode ini memang menurun sekitar 7,16%. Namun, jika dibanding Januari 2017 dan Januari 2017 peningkatannya cukup tinggi.
"Nilai impor Februari 2018 USD14,21 miliar. Dibanding impor Februari 2017 yang sebesar USD11,35 miliar mengalami kenaikan signifikan yaitu 25,18%. Sementara dibanding Januari 2018 turun 7,16%. Total impornya masih lebih tinggi dibanding 2016 dan 2017," katanya di Gedung BPS, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Dia mengatakan, sejak Desember 2017 neraca dagang Indonesia mengalami defisit, terutama disebabkan oleh defisit transaksi dagang nonmigas. Menurutnya, hal ini karena impor yang dilakukan pemerintah terlalu besar-besaran.
"Transaksi dagang kita ekspor impor barang kembali di zona negatif. Paling besar defisit di Januari kemarin, tapi berlanjut di Februari. Defisit itu dari nonmigas kontributor utamanya. Kalau kita lihat, defisit itu terutama karena penetrasi impor yang semakin besar," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Menurutnya, hampir semua jenis makanan dan minuman dari negara-negara seperti Taiwan, Korea, Malaysia, Singapura, dan Thailand masuk ke Indonesia. Sementara di sisi lain, industri nasional semakin melempem perkembangannya.
"Dengan mudah kita menyaksikan, pada satu acara di kementerian disajikan buah empat jenis, empat-empatnya impor. Dan industri kita semakin tidak berkembang pesat. Sehingga hampir semua jenis makanan-minuman, masuk ke kita dari Taiwan, Korea, Malaysia, Singapura, Thailand yang sebetulnya modalnya cuma air dan gula," cetusnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi impor pada periode Februari 2018 mencapai USD14,21 miliar. Realisasi ini meningkat cukup tajam atau sekitar 25,18% dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, jika dibanding bulan Januari 2018 realisasi impor pada periode ini memang menurun sekitar 7,16%. Namun, jika dibanding Januari 2017 dan Januari 2017 peningkatannya cukup tinggi.
"Nilai impor Februari 2018 USD14,21 miliar. Dibanding impor Februari 2017 yang sebesar USD11,35 miliar mengalami kenaikan signifikan yaitu 25,18%. Sementara dibanding Januari 2018 turun 7,16%. Total impornya masih lebih tinggi dibanding 2016 dan 2017," katanya di Gedung BPS, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
(fjo)