Impelementasi PM 108 Soal Taksi Online Sudah Mendesak

Selasa, 27 Maret 2018 - 20:10 WIB
Impelementasi PM 108 Soal Taksi Online Sudah Mendesak
Impelementasi PM 108 Soal Taksi Online Sudah Mendesak
A A A
JAKARTA - Kalangan pengamat menilai implementasi aturan soal taksi online di Indonesia melalui PM 108 dinilai sudah sangat mendesak. Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai peraturan tersebut akan percuma jika tidak disertai dengan penegakan hukum di lapangan.

"Artinya semakin ditunda, bisa makin rumit. Tidak ada alasan lagi untuk tidak menerapkan operasional angkutan online yang masuk sebagai angkutan khusus ini," ujar dia di Jakarta, Selasa (27/3/2018).

Dia beralasan, peredaran jumlah kendaraan di Kota-kota besar sudah semakin parah. Terlebih di Jakarta yang memberikan sumbangan kemacetan dari angkutan pribadi. "Apalagi banyaknya kendaraan yang masuk dari luar Jakarta, karena andil angkutan online ini. Ini tentu saja akan menambah kepadatan baru. Penegakan PM 108, jangan setengah-setengah. Kalau tidak ditegakkan ya sama saja negara hadir tanpa acuan hukum yang jelas," ungkapnya.

Kementerian Perhubungan telah melakukan berbagai langkah melalui PM 108 ini. Namun permasalahan timbul sebab, PM ini belum didukung berbagai institusi terkait.

Menteri Perhubungan Budi Karya, selaku regulator transportasi telah menekankan keterlibatan aplikator untuk ikut bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan penumpang pengguna jasa taksi online. Seperti kasus kriminal yang dialami penumpang taksi online, Yun Siska Rochani belum lama ini.

"Kita akan minta kepada aplikator untuk memperbaiki sistem keamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa angkutan sewa khusus (ASK) agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi," ujar Menhub saat berkunjung ke rumah korban di Petukangan, Jakarta Selatan pada Minggu, (25/3).

Dia meminta badan transportasi atau pihak aplikator bisa memperhatikan tingkat pelayanan, terutama dalam hal keamanan dan keselamatan penumpangnya. Untuk menjamin keamanan bagi pengguna jasa ASK, Menhub juga meminta aplikator agar memperhatikan pola rekrutmen pengemudi yang dilakukan oleh perusahaan mitranya. Hal itu dapat dilakukan dengan tatap muka dan melihat track record bersangkutan pada saat proses rekrutmen.

"Harus ada screening bagi orang yang akan menjadi pengemudi, artinya aplikator harus melakukan itu dengan baik. Setiap orang punya hak untuk mendapatkan penghidupan termasuk sebagai pengemudi tetapi aplikator itu harus memilih mana orang yang memang layak menjadi pengemudi ASK. Oleh karenanya nanti melalui dashboard kita bisa tahu bahwasanya proses rekrutmen dilakukan dengan baik atau tidak," pungkas Menhub Budi Karya.

Terkait dengan isu keselamatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi Ketua Pengurus Harian YLKI juga membeberkan soal kasus tindak kekerasan pengemudi taksi online pada konsumennya. "Sebelumnya, sudah banyak terjadi tindak kekerasan, penodongan, dan bahkan pemerkosaan kepada konsumennya," ujar dia.

Menurut dia, secara manajerial taksi online tidak mempunyai standar keamanan dan keselamatan untuk melindungi konsumennya. "Indikator bahwa perusahaan aplikasi taksi online tidak mempunyai standar yang jelas dalam melakukan rekrutmen kepada pengemudinya. Hal ini juga menjadi bukti nyata adalah mitos belaka bahwa taksi online lebih aman daripada taksi meter," ungkap dia.

Tulus juga mendesak Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk secara tegas dan konsisten mengimplementasikan Permenhub No. 108/2017, bahkan kalau perlu memperkuatnya. Permenhub tersebut masih terlalu longgar. Harus dibuat Permenhub yang sejalan dengan misi UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yakni hak konsumen untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan saat menggunakan taksi online.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6355 seconds (0.1#10.140)