Rasio Kredit Bermasalah Dijaga Pada Level 2,5%
A
A
A
JAKARTA - Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) pada tahun 2018 diprediksi oleh Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia (CORE) Indonesia bisa ditekan hingga 2,25% sampai 2,5% dengan asumsi kondisi makro ekonomi bisa terjaga. Sementara itu, hingga periode Februari 2018, NPL naik tipis menjadi 2,88% secara gross dibandingkan Januari 2018 sebesar 2,86%.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, kenaikan NPL yang sangat tipis pada bulan Februari tersebut menunjukkan masih adanya permasalahan dalam perekonomian Indonesia dan juga dalam upaya restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan.
Dari sisi perekonomian, kenaikan harga migas ternyata tidak terus diikuti kenaikan harga komoditas lainnya. "Hal ini menyebabkan NPL untuk sektor sektor pertambangan dan perkebunan masih tetap tinggi," kata Piter saat dihubungi, Rabu (11/4/2018).
Sementara itu, belum membaiknya konsumsi dan investasi masyarakat menyebabkan masih tingginya NPL di sektor perdagangan ritel dan juga konstruksi. Lanjut dia, dengan mempertimbangkan belum adanya faktor yang cukup kuat untuk mendorong harga komoditas di luar migas dan juga konsumsi investasi, disamping bank juga belum meningkatkan penyaluran kredit, maka NPL pada bulan Maret diperkirakan tidak akan menurun secara cukup signifikan.
Menurut Piter, perbaikan NPL akan lebih ditentukan oleh upaya konsolidasi dan restrukturisasi oleh bank. "Sementara untuk tahun 2018, kita masih berharap terjadinya perbaikan ekonomi nasional yang kemudian akan mendorong pertumbuhan kredit sekaligus menurunkan NPL," papar dia.
Meskipun ada kenaikan tipis, sambung dia, namun NPL tetap dibawa 3% sehingga bisa dikatakan risiko kredit perbankan masih tergolong aman. "Ini belum tinggi. Secara angka tidak membahayakan," ujar dia.
Akan tetapi, fenomena kenaikan di awal tahun ini perlu diwaspadai. Artinya arah perbaikan ekonomi belum seperti yang diharapkan. Bank-bank juga masih harus meningkatkan upaya konsolidasi dan restrukturisasi nya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, kenaikan NPL yang sangat tipis pada bulan Februari tersebut menunjukkan masih adanya permasalahan dalam perekonomian Indonesia dan juga dalam upaya restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan.
Dari sisi perekonomian, kenaikan harga migas ternyata tidak terus diikuti kenaikan harga komoditas lainnya. "Hal ini menyebabkan NPL untuk sektor sektor pertambangan dan perkebunan masih tetap tinggi," kata Piter saat dihubungi, Rabu (11/4/2018).
Sementara itu, belum membaiknya konsumsi dan investasi masyarakat menyebabkan masih tingginya NPL di sektor perdagangan ritel dan juga konstruksi. Lanjut dia, dengan mempertimbangkan belum adanya faktor yang cukup kuat untuk mendorong harga komoditas di luar migas dan juga konsumsi investasi, disamping bank juga belum meningkatkan penyaluran kredit, maka NPL pada bulan Maret diperkirakan tidak akan menurun secara cukup signifikan.
Menurut Piter, perbaikan NPL akan lebih ditentukan oleh upaya konsolidasi dan restrukturisasi oleh bank. "Sementara untuk tahun 2018, kita masih berharap terjadinya perbaikan ekonomi nasional yang kemudian akan mendorong pertumbuhan kredit sekaligus menurunkan NPL," papar dia.
Meskipun ada kenaikan tipis, sambung dia, namun NPL tetap dibawa 3% sehingga bisa dikatakan risiko kredit perbankan masih tergolong aman. "Ini belum tinggi. Secara angka tidak membahayakan," ujar dia.
Akan tetapi, fenomena kenaikan di awal tahun ini perlu diwaspadai. Artinya arah perbaikan ekonomi belum seperti yang diharapkan. Bank-bank juga masih harus meningkatkan upaya konsolidasi dan restrukturisasi nya.
(akr)