Dorong Pertumbuhan Ekonomi, RI Butuh Terobosan di Sektor Manufaktur
A
A
A
JAKARTA - Indonesia harus melakukan terobosan di sektor manufaktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5,5%. Dalam sebuah studi menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berpotensi naik maksimal sebesar 5,5% apabila hanya mengandalkan kondisi seperti sekarang.
"Artinya, walaupun kita memacu ekonomi setinggi-tingginya dengan iklim bisnis seperti ini, maksimal kita hanya tumbuh 5,5%," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Menurut Bambang, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maksimal sebesar 5,5% disebabkan belum ada terobosan di sektor manufaktur. Sektor manufaktur belum menunjukkan perannya untuk membawa perekonomian Indonesia lebih tinggi lagi.
"Dari kesimpulan tersebut, studi ini semakin relevan karena kita harus mencari tahu bagaimana menjadi breakthrough di sektor manufaktur. Pertumbuhan sebesar 5,5% masih bisa diangkat ke atas tapi syaratnya harus ada perbaikan di seluruh sektor manufaktur," tuturnya.
Lanjut dia menerangankan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% tidak akan cukup untuk untuk mengurangi kemiskinan, mengatasi kesenjangan, dan melakukan pemerataan. "Kita butuh mendorong untuk diatas 5,5% dan itu sudah terbukti bukan hanya teori. Ini adalah kenyataan," imbuhnya.
Bambang menekankan, produktivitas dan kualitas juga perlu ditingkatkan, selain dari Sumber Daya Manusia (SDM) maupun teknologi yang ada. "Karena itu, riset yang mendalam juga dibutuhkan agar pengembangannya bisa maksimal," tuturnya.
Sementara Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, salah satu cara untuk mendorong kontribusi manufaktur ke PDB adalah melalui akselerasi pengembangan research and development (R&D). "Kalau mengandalkan manufaktur hanya sebagai manufaktur tanpa inovasi, tanpa desain, ini sulit untuk meloncat. Untuk melakukan loncatan itu kan harus ada pengembangan R&D," ujarnya.
Selain itu, peningkatan produktivitas juga menjadi keharusan. Kedua masalah tersebut harus diatasi. "Pemerintah sudah mendorong SDM melalui vokasi, training dan retraining. Tujuannya agar mereka lebih kompeten. Kemudian agar perusahaan-perusahaan itu nilai inovasinya tinggi, kita membutuhkan insentif," kata Airlangga.
"Artinya, walaupun kita memacu ekonomi setinggi-tingginya dengan iklim bisnis seperti ini, maksimal kita hanya tumbuh 5,5%," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Menurut Bambang, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maksimal sebesar 5,5% disebabkan belum ada terobosan di sektor manufaktur. Sektor manufaktur belum menunjukkan perannya untuk membawa perekonomian Indonesia lebih tinggi lagi.
"Dari kesimpulan tersebut, studi ini semakin relevan karena kita harus mencari tahu bagaimana menjadi breakthrough di sektor manufaktur. Pertumbuhan sebesar 5,5% masih bisa diangkat ke atas tapi syaratnya harus ada perbaikan di seluruh sektor manufaktur," tuturnya.
Lanjut dia menerangankan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% tidak akan cukup untuk untuk mengurangi kemiskinan, mengatasi kesenjangan, dan melakukan pemerataan. "Kita butuh mendorong untuk diatas 5,5% dan itu sudah terbukti bukan hanya teori. Ini adalah kenyataan," imbuhnya.
Bambang menekankan, produktivitas dan kualitas juga perlu ditingkatkan, selain dari Sumber Daya Manusia (SDM) maupun teknologi yang ada. "Karena itu, riset yang mendalam juga dibutuhkan agar pengembangannya bisa maksimal," tuturnya.
Sementara Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, salah satu cara untuk mendorong kontribusi manufaktur ke PDB adalah melalui akselerasi pengembangan research and development (R&D). "Kalau mengandalkan manufaktur hanya sebagai manufaktur tanpa inovasi, tanpa desain, ini sulit untuk meloncat. Untuk melakukan loncatan itu kan harus ada pengembangan R&D," ujarnya.
Selain itu, peningkatan produktivitas juga menjadi keharusan. Kedua masalah tersebut harus diatasi. "Pemerintah sudah mendorong SDM melalui vokasi, training dan retraining. Tujuannya agar mereka lebih kompeten. Kemudian agar perusahaan-perusahaan itu nilai inovasinya tinggi, kita membutuhkan insentif," kata Airlangga.
(akr)