Ekspor Minyak Sawit Indonesia Turun 370.770 Ton
A
A
A
JAKARTA - Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2018 menurun sekitar 14%. Padahal sepanjang Februari, harga minyak sawit global cukup rendah yang hanya bergerak di kisaran USD652.50-USD685 per metrik ton.
Sepanjang Februari, volume ekspor minyak sawit Indonesia (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) hanya mampu mencapai 2,37 juta ton, atau turun sekitar 370.770 ton dibandingkan Januari lalu yang mencapai 2,74 juta ton.
"Daya beli yang rendah ini lebih disebabkan adanya liburan hari raya Imlek dan juga jumlah hari pada bulan berjalan yang pendek sehingga transaksi dagang tidak maksimal," kata Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang dalam rilisnya di Jakarta, Senin (23/4/2018).
Togar menjelaskan, setiap tahunnya, transaksi di bulan Februari lebih sedikit sehingga kinerja ekspor selalu lebih rendah dibandingkan bulan Januari. Sementara itu, jika dilihat secara year on year (yoy), total volume ekspor dari Januari-Februari 2018 mencapai 5,1 juta ton atau turun 3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 5,3 juta ton.
Februari ini, negara-negara Timur Tengah mencatatkan kenaikan permintaan 41% atau dari 148.060 ton di Januari naik menjadi 209.000 ton di Februari.
"Kenaikan permintaan minyak sawit di negara-negara Timur Tengah merupakan kenaikan biasa karena periode transaksi yang terlihat dari pola bulanan jika pada bulan sebelumnya turun, maka bulan berikutnya akan naik," katanya.
Kenaikan permintaan minyak sawit juga dicatatkan oleh China sebesar 6%, atau dari 307.490 ton pada Januari, naik menjadi 326.300 ton di Februari. "Ini kenaikan normal juga karena adanya perayaan Imlek," ujar Togar.
Sementara ini, negara tujuan utama ekspor lainnya mengalami penurunan. Penurunan yang sangat signifikan dicatatkan oleh Amerika Serikat yakni 50%, atau dari 193.470 ton pada Januari, melorot menjadi 95.990 ton di Februari.
"Turunnya permintaan dari Negeri Paman Sam ini karen tingginya stok kedelai di dalam negeri," jelas Togar.
Penurunan permintaan ini diikuti oleh India 26%, Pakistan 22%, Uni Eropa 17%, Afrika 16% dan Bangladesh 4%. Lebih jauh dikemukakan Togar, bahwa dari sisi produksi, pada Februari 2018 produksi minyak sawit Indonesia kembali turun 2% atau dari 3,4 juta ton pada Januari lalu, turun menjadi 3,35 juta ton pada Februari ini.
Menurut dia, penurunan produksi ini normal. Dengan produksi yang masih stabil dan ekpsor yang tidak tinggi, stok minyak sawit Indonesia masih tetap terjaga dengan baik di 3,5 juta ton di akhir Februari 2018.
Pada bulan mendatang, diperkirakan ekspor akan mulai meningkat terutama ke negara-negar Timur Tengah dan Pakistan, di mana negara-negara tersebut sudah mulai menyiapkan stok untuk menyambut bulan Ramadan.
"Ekspor ke China juga diperkirakan akan meningkat dengan adanya rencana China menaikkan tarif impor kedelai dari AS sebagai kebijakan balasan dari kebijakan Pemerintah AS yang menaikan tarif impor baja, aluminium, mesin cuci dan panel surya dari China pada perundingan NAFTA," pungkasnya.
Sepanjang Februari, volume ekspor minyak sawit Indonesia (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) hanya mampu mencapai 2,37 juta ton, atau turun sekitar 370.770 ton dibandingkan Januari lalu yang mencapai 2,74 juta ton.
"Daya beli yang rendah ini lebih disebabkan adanya liburan hari raya Imlek dan juga jumlah hari pada bulan berjalan yang pendek sehingga transaksi dagang tidak maksimal," kata Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang dalam rilisnya di Jakarta, Senin (23/4/2018).
Togar menjelaskan, setiap tahunnya, transaksi di bulan Februari lebih sedikit sehingga kinerja ekspor selalu lebih rendah dibandingkan bulan Januari. Sementara itu, jika dilihat secara year on year (yoy), total volume ekspor dari Januari-Februari 2018 mencapai 5,1 juta ton atau turun 3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 5,3 juta ton.
Februari ini, negara-negara Timur Tengah mencatatkan kenaikan permintaan 41% atau dari 148.060 ton di Januari naik menjadi 209.000 ton di Februari.
"Kenaikan permintaan minyak sawit di negara-negara Timur Tengah merupakan kenaikan biasa karena periode transaksi yang terlihat dari pola bulanan jika pada bulan sebelumnya turun, maka bulan berikutnya akan naik," katanya.
Kenaikan permintaan minyak sawit juga dicatatkan oleh China sebesar 6%, atau dari 307.490 ton pada Januari, naik menjadi 326.300 ton di Februari. "Ini kenaikan normal juga karena adanya perayaan Imlek," ujar Togar.
Sementara ini, negara tujuan utama ekspor lainnya mengalami penurunan. Penurunan yang sangat signifikan dicatatkan oleh Amerika Serikat yakni 50%, atau dari 193.470 ton pada Januari, melorot menjadi 95.990 ton di Februari.
"Turunnya permintaan dari Negeri Paman Sam ini karen tingginya stok kedelai di dalam negeri," jelas Togar.
Penurunan permintaan ini diikuti oleh India 26%, Pakistan 22%, Uni Eropa 17%, Afrika 16% dan Bangladesh 4%. Lebih jauh dikemukakan Togar, bahwa dari sisi produksi, pada Februari 2018 produksi minyak sawit Indonesia kembali turun 2% atau dari 3,4 juta ton pada Januari lalu, turun menjadi 3,35 juta ton pada Februari ini.
Menurut dia, penurunan produksi ini normal. Dengan produksi yang masih stabil dan ekpsor yang tidak tinggi, stok minyak sawit Indonesia masih tetap terjaga dengan baik di 3,5 juta ton di akhir Februari 2018.
Pada bulan mendatang, diperkirakan ekspor akan mulai meningkat terutama ke negara-negar Timur Tengah dan Pakistan, di mana negara-negara tersebut sudah mulai menyiapkan stok untuk menyambut bulan Ramadan.
"Ekspor ke China juga diperkirakan akan meningkat dengan adanya rencana China menaikkan tarif impor kedelai dari AS sebagai kebijakan balasan dari kebijakan Pemerintah AS yang menaikan tarif impor baja, aluminium, mesin cuci dan panel surya dari China pada perundingan NAFTA," pungkasnya.
(ven)