Tekan Harga Pupuk, Menteri Rini Ganti Gas dengan Batu Bara
A
A
A
PALEMBANG - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, bakal mengganti penggunaan gas dalam memproduksi pupuk dengan batu bara. Hal tersebut dalam upaya demi menekan harga pupuk, mengingat batu bara lebih murah dibanding gas.
Apalagi, penggunaan selama ini masih menjadi bahan baku utama dalam pembuatan pupuk. "Jadi berikutnya gastifikasi menggunakan batu bara agar lebih menekan biaya pupuk dan harganya akan lebih murah," ujar Menteri Rini di Palembang, Jumat (11/5/2018).
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat menerangkan, alasan membangun pabrik NPK dengan total kapasitas sebesar 2,4 juta ton karena pasarnya yang masih sangat besar. Saat ini kebutuhan NPK domestik diperkirakan sekitar 9,2 juta ton, sedangkan kapasitas produksi Pupuk Indonesia baru sekitar 3,3 juta ton.
Sedangkan swasta lainnya baru sekitar 3 juta ton. “Masih terbuka peluang pasar bagi Pupuk Indonesia baik untuk sektor pertanian maupun perkebunan,” sambung Aas menerangkan.
Ia menambahkan terlebih lagi, harga gas di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara produsen pupuk lainnya membuat komoditi urea dan amoniak Indonesia berkurang daya saingnya di pasar Internasional. Untuk itu, PT Pupuk Indonesia berupaya meningkatkan diversifikasi produk yang bisa lebih bersaing, berkualitas baik dan tingkat ketergantungan terhadap gas tidak terlalu tinggi.
“Penggunaan pupuk NPK yang menyeluruh, dapat meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan nasional, sehingga dapat menjaga ketahanan pangan nasional serta meningkatkan kesejahteraan petani. Sebab para petani dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik dari hasil panen yang lebih banyak,” tegasnya.
Apalagi, penggunaan selama ini masih menjadi bahan baku utama dalam pembuatan pupuk. "Jadi berikutnya gastifikasi menggunakan batu bara agar lebih menekan biaya pupuk dan harganya akan lebih murah," ujar Menteri Rini di Palembang, Jumat (11/5/2018).
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat menerangkan, alasan membangun pabrik NPK dengan total kapasitas sebesar 2,4 juta ton karena pasarnya yang masih sangat besar. Saat ini kebutuhan NPK domestik diperkirakan sekitar 9,2 juta ton, sedangkan kapasitas produksi Pupuk Indonesia baru sekitar 3,3 juta ton.
Sedangkan swasta lainnya baru sekitar 3 juta ton. “Masih terbuka peluang pasar bagi Pupuk Indonesia baik untuk sektor pertanian maupun perkebunan,” sambung Aas menerangkan.
Ia menambahkan terlebih lagi, harga gas di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara produsen pupuk lainnya membuat komoditi urea dan amoniak Indonesia berkurang daya saingnya di pasar Internasional. Untuk itu, PT Pupuk Indonesia berupaya meningkatkan diversifikasi produk yang bisa lebih bersaing, berkualitas baik dan tingkat ketergantungan terhadap gas tidak terlalu tinggi.
“Penggunaan pupuk NPK yang menyeluruh, dapat meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan nasional, sehingga dapat menjaga ketahanan pangan nasional serta meningkatkan kesejahteraan petani. Sebab para petani dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik dari hasil panen yang lebih banyak,” tegasnya.
(akr)