Pemerintah Masih Utang Subsidi Rp14 T ke Pertamina dan PLN

Kamis, 17 Mei 2018 - 18:01 WIB
Pemerintah Masih Utang...
Pemerintah Masih Utang Subsidi Rp14 T ke Pertamina dan PLN
A A A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga saat ini masih memiliki utang pembayaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) sebesar Rp14 triliun. Sebelumnya, utang subsidi BBM dan listrik pemerinah adalah sebesar Rp29,3 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, total utang subsidi BBM adalah sebesar Rp22 triliun. Saat ini, pemerintah baru membayar sekitar Rp12 triliun.

Sementara untuk subsidi listrik, total utangnya adalah sebesar Rp7,3 triliun. Namun, yang baru dibayarkan adalah sekitar Rp3 triliun. Rencananya, sisa utang tersebut akan dibayarkan di tahun depan.

"Untuk BBM Rp22 triliun (total utang subsidi). Yang sudah terbayarkan Rp12 triliun. Jadi setengahnya akan dibayarkan di 2019. Listrik Rp7,3 triliun dan sudah bayar Rp3 triliun," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Sementara terkait usulan Kementerian ESDM untuk menambah subsidi solar dari Rp500 per liter menjadi Rp1.500 per liter, Askolani mengaku hingga saat ini masih dikaji oleh Kemenkeu. Pemerintah juga harus mempertimbangkan alternatif kebijakan lain serta dampaknya terhadap penerimaan negara dan belanja.

"Belum (usulan tambahan subsidi solar). Itu masih di-review. Sekarang ini kan intinya perubahan parameter ini masih dihitung dulu sama pemerintah. Ngitung-nya harus komperehensif dan itu belum selesai. Nanti setelah diputuskan pemerintah baru bisa dikomunikasikan, termasuk alternatif kebijakan, termasuk dampak ke penerimaannya, dampak ke belanjanya itu masih di-review," imbuh dia.

Namun demikian, dia memastikan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan beban subsidi solar membengkak. Pemerintah akan mencari cara agar perhitungannya pas dan tidak ada pihak yang dirugikan.

"Enggak dibiarin bengkak (beban subsidi) semua di-manage dengan pas. Tentunya nanti setelah ada hitungan yang komprehensif, kan kita belum tahu ini berapa bulan jalan, APBN itu sisa masih banyak. Parameternya kita belum tahu. APBN secara total dan itu diyakini tetap terkendali walaupun ada deviasi ICP, harga minyak itu defisit tetap terkendali sekitar 2%," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3405 seconds (0.1#10.140)