Asumsi Makro Usulan Pemerintah di RAPBN 2019
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019 saat Rapat Paripurna DPR RI ke-24 hari ini. Sejumlah kerangka asumsi makro telah ditetapkan pemerintah sebagai landasan perekonomian Indonesia di tahun depan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kinerja perekonomian nasional dalam dua tahun terakhir menunjukkan penguatan dengan stabilitas yang terus terjaga, di tengah gejolak ketidakpastian perekonomian global. Untuk mewujudkan target pembangunan nasional, diperlukan upaya semakin keras disertai pilihan-pilihan kebijakan yang semakin strategis dalam mengatasi tantangan pembangunan dan gejolak ekonomi global yang masih akan berlangsung.
"Dalam konteks inilah kami mempersiapkan dokumen KEM-PPKF tahun 2019 ini, sebagai bagian langkah pembangunan menyambungkan tonggak sejarah dengan mimpi masa depan bangsa," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, perekonomian dunia masih akan dipenuhi ketidakpastian. Hal ini karena volatilitas perekonomian dan keuangan global akibat normalisasi kebijakan moneter dan ekspansi kebijakan fiskal, serta membaiknya kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, kondisi tersebut mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga global, perkuatan mata uang dolar Amerika Serikat (USD), terjadinya pembalikan arus modal keluar dari negara negara berkembang dan negara-negara emerging. Dampak negatif dari perkembangan situasi global pun mengenai seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan, ketahanan dan kesiapan perekonomian dalam menghadapi gejolak dunia tersebut. Selain itu, faktor eksternal lain seperti pergerakan harga minyak, potensi perang dagang Amerika dan Tongkok, serta kondisi geopolitik internasional Timur Tengah dan Semenanjung Korea juga perlu terus diwaspadai dan dikelola dampak spill over dampak negatifnya," imbuh dia.
Dalam konteks volatilitas perekonomian global menuju keseimbangan baru, sambung wanita yang akrab disapa Ani ini, maka pembangunan nasional perlu didesain tidak semata mengejar pertumbuhan tinggi namun juga harus menjaga stabilitas, memperkuat daya tahan dan terus terjaga kesinambungan dalam jangka menengah panjang.
"APBN sebagai instrumen kebijakan sangat penting untuk dirancang dan diarahkan sebagai bagian membangun dan memperkuat pondasi dan terus menjaga keseimbangan ini. APBN harus kredibel, sehat dan efektif agar menjadi instrumen kebijakan stabilisasi sekaligus motor penggerak perekonomian melalui fungsi alokasi dan distribusi," tandasnya.
Dengan mempertimbangkan situasi tersebut, berikut asumsi dasar ekonomi makro usulan pemerintah dalam RAPBN 2019:
Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,4-5,8%
Inflasi ditargetkan 2,5%-4,5%
Tingkat suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan 4,6-5,2%
Nilai tukar di kisaran Rp13.700-Rp 14.000 per dolar AS (USD)
Harga minyak mentah USD60-USD70 per barel
Lifting minyak 722-805 ribu barel per hari (bph)
Lifting gas 1,21-1,30 juta barel setara minyak (boepd)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kinerja perekonomian nasional dalam dua tahun terakhir menunjukkan penguatan dengan stabilitas yang terus terjaga, di tengah gejolak ketidakpastian perekonomian global. Untuk mewujudkan target pembangunan nasional, diperlukan upaya semakin keras disertai pilihan-pilihan kebijakan yang semakin strategis dalam mengatasi tantangan pembangunan dan gejolak ekonomi global yang masih akan berlangsung.
"Dalam konteks inilah kami mempersiapkan dokumen KEM-PPKF tahun 2019 ini, sebagai bagian langkah pembangunan menyambungkan tonggak sejarah dengan mimpi masa depan bangsa," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, perekonomian dunia masih akan dipenuhi ketidakpastian. Hal ini karena volatilitas perekonomian dan keuangan global akibat normalisasi kebijakan moneter dan ekspansi kebijakan fiskal, serta membaiknya kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, kondisi tersebut mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga global, perkuatan mata uang dolar Amerika Serikat (USD), terjadinya pembalikan arus modal keluar dari negara negara berkembang dan negara-negara emerging. Dampak negatif dari perkembangan situasi global pun mengenai seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan, ketahanan dan kesiapan perekonomian dalam menghadapi gejolak dunia tersebut. Selain itu, faktor eksternal lain seperti pergerakan harga minyak, potensi perang dagang Amerika dan Tongkok, serta kondisi geopolitik internasional Timur Tengah dan Semenanjung Korea juga perlu terus diwaspadai dan dikelola dampak spill over dampak negatifnya," imbuh dia.
Dalam konteks volatilitas perekonomian global menuju keseimbangan baru, sambung wanita yang akrab disapa Ani ini, maka pembangunan nasional perlu didesain tidak semata mengejar pertumbuhan tinggi namun juga harus menjaga stabilitas, memperkuat daya tahan dan terus terjaga kesinambungan dalam jangka menengah panjang.
"APBN sebagai instrumen kebijakan sangat penting untuk dirancang dan diarahkan sebagai bagian membangun dan memperkuat pondasi dan terus menjaga keseimbangan ini. APBN harus kredibel, sehat dan efektif agar menjadi instrumen kebijakan stabilisasi sekaligus motor penggerak perekonomian melalui fungsi alokasi dan distribusi," tandasnya.
Dengan mempertimbangkan situasi tersebut, berikut asumsi dasar ekonomi makro usulan pemerintah dalam RAPBN 2019:
Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,4-5,8%
Inflasi ditargetkan 2,5%-4,5%
Tingkat suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan 4,6-5,2%
Nilai tukar di kisaran Rp13.700-Rp 14.000 per dolar AS (USD)
Harga minyak mentah USD60-USD70 per barel
Lifting minyak 722-805 ribu barel per hari (bph)
Lifting gas 1,21-1,30 juta barel setara minyak (boepd)
(akr)