Asosiasi Driver Online Pertanyakan Transparansi Grab
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christiansen Wagey mempertanyakan transparansi di perusahaan aplikasi transportasi online Grab. Menurut dia, budaya kerja di Grab dinilai tidak profesional dan transparan. Ini buntut dari beralihnya hak 3.000 mitra pengemudi senilai Rp1 miliar akibat ulah pegawai perusahaan aplikator asal Malaysia itu.
"Kami melihat Grab Indonesia tidak profesional yang menyebabkan kerugian bagi mitra pengemudi Grab Car. Grab dengan sekian banyak mitra pengemudi semustinya lebih profesional. Dimulai dari perekrutan pegawai sampai pengelolaannya," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/6/2018).
Menurut dia, peristiwa tersebut secara langsung berdampak negatif pada mitra pengemudi. Terlebih yang dimanipulasi adalah data-data akun para mitra dan dilakukan oleh pegawai internal.
Lebih rinci, Christiansen mengemukakan, pihaknya menerima keluhan mitra pengemudi Grab Car yang pada tahun lalu di-suspend sepihak sehingga insentif atau depositnya hilang.
"Patut diduga, apakah sindikat yang diungkap oleh Polda itu merupakan bagian dari fenomena suspend sepihak. Hilangnya insentif dan deposit yang dialami mitra pengemudi Grab Car di tahun 2017," ungkapnya.
Kerugian mitra pengemudi Grab Car atas gejala itu di tahun lalu, lanjut Christiansen, bervariasi nilainya. Berkisar Rp100-an ribu hingga lebih dari Rp1 juta per orang.
"Grab Indonesia wajib mengganti kerugian yang dialami oleh pengemudi, menyampaikan klarifikasi, dan membuka posko pengaduan sehingga hak-hak pengemudi Grab Car dipenuhi oleh mereka," Christiansen berharap.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menguak kasus dengan motif disebut-sebut memodifikasi akun mitra Grab Car itu pada akhir pekan kemarin. Aksi tersebut diungkapkan beroperasi dari akhir tahun 2017 hingga Mei 2018.
Pelakunya adalah pihak call center Grab, mantan admin call center, dan seorang modifikator akun para mitra Grab yang memodifikasi akun para pengemudi Grab Car itu. Uang insentif yang seharusnya diberikan untuk 3.000 akun Grab Car dialihkan ke rekening pelaku.
Sementara itu, dari sisi manajemen, lemahnya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) diyakini sebagai titik masuk penyelewengan dana sekitar Rp1 miliar di Grab Indonesia. Prinsip transparansi harus diterapkan agar kejadian yang merugikan mitra pengemudi itu tidak terulang lagi.
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance, Mas Achmad Daniri, mengungkapkan paling mendasar adalah transparansi. "Masalah di Grab itu kemungkinan informasi tidak sampai ke mitra pengemudi sehingga oknum Grab itu bisa melakukan reroute rekening," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (13/6).
Achmad Daniri menegaskan, harus ada prinsip check and balance serta transparansi itu agar masalah serupa tidak terulang lagi. "Sebenarnya prinsip GCG murah dan sederhana," tegasnya.
Dia mencontohkan bagaimana peraih Nobel, Muhammad Yunus, membangun prinsip serupa GCG dalam Grameen Bank di Bangladesh. "Dari 10 anggota, misalnya, ketika salah satu default maka yang lain tanggung renteng. Sesederhana itu. Maka harus saling mengingatkan dan transparan," paparnya.
Maka kembali pada prinsip transparansi melibatkan pengelola dengan para anggota dalam hal ini mitra driver Grab. "Kemungkinan persoalan di GRAB terjadi karena tidak ada transparansi," imbuhnya.
"Kami melihat Grab Indonesia tidak profesional yang menyebabkan kerugian bagi mitra pengemudi Grab Car. Grab dengan sekian banyak mitra pengemudi semustinya lebih profesional. Dimulai dari perekrutan pegawai sampai pengelolaannya," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/6/2018).
Menurut dia, peristiwa tersebut secara langsung berdampak negatif pada mitra pengemudi. Terlebih yang dimanipulasi adalah data-data akun para mitra dan dilakukan oleh pegawai internal.
Lebih rinci, Christiansen mengemukakan, pihaknya menerima keluhan mitra pengemudi Grab Car yang pada tahun lalu di-suspend sepihak sehingga insentif atau depositnya hilang.
"Patut diduga, apakah sindikat yang diungkap oleh Polda itu merupakan bagian dari fenomena suspend sepihak. Hilangnya insentif dan deposit yang dialami mitra pengemudi Grab Car di tahun 2017," ungkapnya.
Kerugian mitra pengemudi Grab Car atas gejala itu di tahun lalu, lanjut Christiansen, bervariasi nilainya. Berkisar Rp100-an ribu hingga lebih dari Rp1 juta per orang.
"Grab Indonesia wajib mengganti kerugian yang dialami oleh pengemudi, menyampaikan klarifikasi, dan membuka posko pengaduan sehingga hak-hak pengemudi Grab Car dipenuhi oleh mereka," Christiansen berharap.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menguak kasus dengan motif disebut-sebut memodifikasi akun mitra Grab Car itu pada akhir pekan kemarin. Aksi tersebut diungkapkan beroperasi dari akhir tahun 2017 hingga Mei 2018.
Pelakunya adalah pihak call center Grab, mantan admin call center, dan seorang modifikator akun para mitra Grab yang memodifikasi akun para pengemudi Grab Car itu. Uang insentif yang seharusnya diberikan untuk 3.000 akun Grab Car dialihkan ke rekening pelaku.
Sementara itu, dari sisi manajemen, lemahnya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) diyakini sebagai titik masuk penyelewengan dana sekitar Rp1 miliar di Grab Indonesia. Prinsip transparansi harus diterapkan agar kejadian yang merugikan mitra pengemudi itu tidak terulang lagi.
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance, Mas Achmad Daniri, mengungkapkan paling mendasar adalah transparansi. "Masalah di Grab itu kemungkinan informasi tidak sampai ke mitra pengemudi sehingga oknum Grab itu bisa melakukan reroute rekening," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (13/6).
Achmad Daniri menegaskan, harus ada prinsip check and balance serta transparansi itu agar masalah serupa tidak terulang lagi. "Sebenarnya prinsip GCG murah dan sederhana," tegasnya.
Dia mencontohkan bagaimana peraih Nobel, Muhammad Yunus, membangun prinsip serupa GCG dalam Grameen Bank di Bangladesh. "Dari 10 anggota, misalnya, ketika salah satu default maka yang lain tanggung renteng. Sesederhana itu. Maka harus saling mengingatkan dan transparan," paparnya.
Maka kembali pada prinsip transparansi melibatkan pengelola dengan para anggota dalam hal ini mitra driver Grab. "Kemungkinan persoalan di GRAB terjadi karena tidak ada transparansi," imbuhnya.
(ven)