Pajak Dipangkas, UMKM Lebih Ekspansif
A
A
A
SURABAYA - Kabar gembira bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemerintah baru saja menetapkan pajak penghasilan final (PPh final) UMKM turun menjadi 0,5% dari sebelumnya 1%.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagai pengganti atas PP Nomor 46/2013.
“Adanya aturan tersebut diharapkan mempermudah pelaku UMKM dalam membayar pajak dan lebih berkeadilan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peluncuran PPh final UMKM 0,5% di Jatim Expo, Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Presiden menjelaskan, dengan PP yang akan mulai berlaku pada 1 Juli mendatang itu, beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil.
Dengan demikian pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi. Selain itu Kepala Negara juga mengimbau agar UMKM mengikuti perkembangan dunia yang semakin cepat. Pelaku UMKM diharapkan tidak bergantung pada sistem jual beli langsung, tetapi harus menggunakan teknologi online.
Pelaku usaha bisa memanfaatkan sarana media online seperti YouTube, Instagram, dan Facebook untuk memasarkan produknya. “Apabila tidak mengikuti perkembangan zaman seperti ini akan kalah dalam pertarungan global,” tegasnya di hadapan sekitar 2.000 pelaku UMKM di wilayah Jawa Timur.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, dalam PP terbaru tersebut diatur pengenaan PPh final bagi wajib pajak yang peredaran brutonya (omzet) sampai dengan Rp4,8 miliar dalam satu tahun.
“Pokok perubahan pengaturannya adalah penurunan tarif PPh final dari 1% menjadi 0,5% dari omzet yang wajib dibayarkan setiap bulannya,” ujar Hestu dalam keterangan tertulis kemarin. Dia menambahkan, ketentuan tersebut mengatur jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5%.
Untuk wajib pajak orang pribadi adalah selama 7 tahun, untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer atau firma selama 4 tahun, dan untuk wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas selama 3 tahun.
“Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong pelaku UMKM agar lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan ekonomi formal dengan memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam pembayaran pajak dan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan serta meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia,” kata Hestu.
Menurutnya dengan pemberlakuan PP ini diharapkan beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil sehingga pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi.
Di samping itu pelaku UMKM semakin berperan dalam menggerakkan roda ekonomi untuk memperkuat ekonomi formal dan memperluas ke sempatan untuk memperoleh akses terhadap dukungan finansial.
“Selain itu memberikan waktu bagi pelaku UMKM untuk mempersiapkan diri sebelum wajib pajak tersebut melaksanakan hak dan kewajiban pajak secara umum sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan,” papar Hestu.
Pelaku Usaha Menyambut Baik
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jawa Timur (Jatim) mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memangkas tarif PPh final untuk pelaku UMKM menjadi 0,5%. Menurut Ketua Hipmi Jatim Mufti Anam, Hipmi Jatim yang mayoritas anggotanya pelaku UMKM menyambut gembira aturan tersebut.
Dia berharap, adanya PP Nomor 23/2018 akan menggairahkan perekonomian nasional di tengah banyaknya tantangan. “Kebijakan ini akan menjadi insentif yang efektif dalam memacu gairah ekonomi di tingkat lokal,” ujar dia.
Anam menambahkan, kebijakan terbaru ini akan membuat UMKM ke depannya mendapat tambahan dukungan dalam memperkuat daya saing, terutama dalam menghadapi serbuan barang impor murah.
Selain itu, imbuh Anam, kebijakan tersebut akan mengedukasi UMKM agar lebih tertib administrasi dan perpajakan dengan adanya batas waktu penerapan pajak itu. Langkah ini penting agar UMKM bisa naik kelas dengan pelaporan manajemen keuangan yang baik sehingga bisa membantu dalam mengakses pinjaman ke bank.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengapresiasi langkah konkret pemerintah yang merevisi PP 46/2013 dengan PP 23/ 2018. Revisi ini merupakan bukti bahwa pemerintah peka dan sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi para pelaku UMKM.
“Pengaturan di PP ini juga lebih komprehensif dan mengedepankan sisi regulatif yang kuat demi memberi keadilan dan kepastian hukum. Penurunan tarif dari 1% menjadi 0,5% diharapkan dapat meringankan pelaku UMKM karena membantu menjaga arus kas sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha,” ujarnya.
Meski begitu, lanjut Yustinus, tidak dapat dimungkiri penurunan tarif ini akan menggerus penerimaan pajak dalam jangka pendek, kurang lebih Rp2,5 triliun setahun.
Namun insentif pajak ini selain bentuk pengorbanan, seyogianya dipandang sebagai investasi pemerintah karena dalam jangka menengah-panjang diharapkan akan terjadi penambahan basis pajak melalui bertambahnya jumlah wajib pajak baru sebagai akibat dari kebijakan pajak yang lebih ramah dan adil.
“Pemerintah harus melakukan kampanye dan sosialisasi secara masif dan terkoordi nasi dengan baik, antara lain dengan melibatkan pemerintah daerah, otoritas moneter, asosiasi usaha, lembaga keuang an, perguruan tinggi, dan tokoh masyarakat. Kebijakan ini harus dijadikan instrumen untuk membangun saling perca ya agar meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di masyarakat,” sebutnya.
Selain itu pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan sektor UMKM perlu ditingkat kan, terutama didahului penyuluhan, sosialisasi, edukasi, dan bimbingan, lalu penegakan hukum yang selektif dan terukur agar menciptakan dampak kepatuhan.
“Meski kebijakan pajak UMKM ini lebih baik karena lebih jelas, lebih pasti, tetap harus diperlakukan transisional dan diletakkan dalam kerangka reformasi perpajakan yang lebih luas,” ucapnya. (Lukman Hakim/ Oktiani Endarwati)
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagai pengganti atas PP Nomor 46/2013.
“Adanya aturan tersebut diharapkan mempermudah pelaku UMKM dalam membayar pajak dan lebih berkeadilan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peluncuran PPh final UMKM 0,5% di Jatim Expo, Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Presiden menjelaskan, dengan PP yang akan mulai berlaku pada 1 Juli mendatang itu, beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil.
Dengan demikian pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi. Selain itu Kepala Negara juga mengimbau agar UMKM mengikuti perkembangan dunia yang semakin cepat. Pelaku UMKM diharapkan tidak bergantung pada sistem jual beli langsung, tetapi harus menggunakan teknologi online.
Pelaku usaha bisa memanfaatkan sarana media online seperti YouTube, Instagram, dan Facebook untuk memasarkan produknya. “Apabila tidak mengikuti perkembangan zaman seperti ini akan kalah dalam pertarungan global,” tegasnya di hadapan sekitar 2.000 pelaku UMKM di wilayah Jawa Timur.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, dalam PP terbaru tersebut diatur pengenaan PPh final bagi wajib pajak yang peredaran brutonya (omzet) sampai dengan Rp4,8 miliar dalam satu tahun.
“Pokok perubahan pengaturannya adalah penurunan tarif PPh final dari 1% menjadi 0,5% dari omzet yang wajib dibayarkan setiap bulannya,” ujar Hestu dalam keterangan tertulis kemarin. Dia menambahkan, ketentuan tersebut mengatur jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5%.
Untuk wajib pajak orang pribadi adalah selama 7 tahun, untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer atau firma selama 4 tahun, dan untuk wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas selama 3 tahun.
“Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong pelaku UMKM agar lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan ekonomi formal dengan memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam pembayaran pajak dan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan serta meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia,” kata Hestu.
Menurutnya dengan pemberlakuan PP ini diharapkan beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil sehingga pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi.
Di samping itu pelaku UMKM semakin berperan dalam menggerakkan roda ekonomi untuk memperkuat ekonomi formal dan memperluas ke sempatan untuk memperoleh akses terhadap dukungan finansial.
“Selain itu memberikan waktu bagi pelaku UMKM untuk mempersiapkan diri sebelum wajib pajak tersebut melaksanakan hak dan kewajiban pajak secara umum sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan,” papar Hestu.
Pelaku Usaha Menyambut Baik
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jawa Timur (Jatim) mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memangkas tarif PPh final untuk pelaku UMKM menjadi 0,5%. Menurut Ketua Hipmi Jatim Mufti Anam, Hipmi Jatim yang mayoritas anggotanya pelaku UMKM menyambut gembira aturan tersebut.
Dia berharap, adanya PP Nomor 23/2018 akan menggairahkan perekonomian nasional di tengah banyaknya tantangan. “Kebijakan ini akan menjadi insentif yang efektif dalam memacu gairah ekonomi di tingkat lokal,” ujar dia.
Anam menambahkan, kebijakan terbaru ini akan membuat UMKM ke depannya mendapat tambahan dukungan dalam memperkuat daya saing, terutama dalam menghadapi serbuan barang impor murah.
Selain itu, imbuh Anam, kebijakan tersebut akan mengedukasi UMKM agar lebih tertib administrasi dan perpajakan dengan adanya batas waktu penerapan pajak itu. Langkah ini penting agar UMKM bisa naik kelas dengan pelaporan manajemen keuangan yang baik sehingga bisa membantu dalam mengakses pinjaman ke bank.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengapresiasi langkah konkret pemerintah yang merevisi PP 46/2013 dengan PP 23/ 2018. Revisi ini merupakan bukti bahwa pemerintah peka dan sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi para pelaku UMKM.
“Pengaturan di PP ini juga lebih komprehensif dan mengedepankan sisi regulatif yang kuat demi memberi keadilan dan kepastian hukum. Penurunan tarif dari 1% menjadi 0,5% diharapkan dapat meringankan pelaku UMKM karena membantu menjaga arus kas sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha,” ujarnya.
Meski begitu, lanjut Yustinus, tidak dapat dimungkiri penurunan tarif ini akan menggerus penerimaan pajak dalam jangka pendek, kurang lebih Rp2,5 triliun setahun.
Namun insentif pajak ini selain bentuk pengorbanan, seyogianya dipandang sebagai investasi pemerintah karena dalam jangka menengah-panjang diharapkan akan terjadi penambahan basis pajak melalui bertambahnya jumlah wajib pajak baru sebagai akibat dari kebijakan pajak yang lebih ramah dan adil.
“Pemerintah harus melakukan kampanye dan sosialisasi secara masif dan terkoordi nasi dengan baik, antara lain dengan melibatkan pemerintah daerah, otoritas moneter, asosiasi usaha, lembaga keuang an, perguruan tinggi, dan tokoh masyarakat. Kebijakan ini harus dijadikan instrumen untuk membangun saling perca ya agar meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di masyarakat,” sebutnya.
Selain itu pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan sektor UMKM perlu ditingkat kan, terutama didahului penyuluhan, sosialisasi, edukasi, dan bimbingan, lalu penegakan hukum yang selektif dan terukur agar menciptakan dampak kepatuhan.
“Meski kebijakan pajak UMKM ini lebih baik karena lebih jelas, lebih pasti, tetap harus diperlakukan transisional dan diletakkan dalam kerangka reformasi perpajakan yang lebih luas,” ucapnya. (Lukman Hakim/ Oktiani Endarwati)
(nfl)