Penjelasan Sri Mulyani Tentang Neraca Perdagangan yang Defisit
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 mengalami defisit sebesar USD1,51 miliar atau turun dibandingkan defisit April sebesar USD1,63 miliar.
Menanggapi ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai, defisit neraca perdagangan disebabkan naiknya impor utamanya untuk sektor produksi. Bila kebijakan impor tersebut ditekan, malah bisa menekan pertumbuhan perekonomian.
"Makanya kami terus genjot ekspor dan turisme, jadi pertumbuhan ekonomi terjaga. Tapi neraca perdagangan, defisitnya tidak naik," ujar Sri Mulyani pada acara halal bihalal di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Menurutnya, karena impor yang besar dari bahan baku, maka hasilnya tidak bisa cepat. Untuk itu, pemerintah terus mendorong ekspor utamanya jasa.
"Karena mengubah bahan baku itu tidak bisa cepat. Jadi yang bisa cepat adalah ekspor dan pembiayaan," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil mengatakan, pertumbuhan impor memang cukup naik selama dua bulan terakhir. Namun bila dilihat detail komponen impornya, menunjukkan hal yang bermanfaat untuk perekonomian ke depannya.
"Sekarang impor, nanti dia akan berdampak ke memperbesar kapasitas perekonomian. Jadi kita bisa produksi lebih besar lagi. Jangka panjang kami lakukan penyesuaian," tuturnya.
Menurutnya, perdagangan defisit karena impor migas yang begitu besar. Namun begitu, pemerintah terus mewaspadai hal ini, apalagi dengan harga komoditas yang terus meningkat.
"Ekspor tumbuh 12,5%, ini membaik dibandingkan bulan sebelumnya. Ini juga kami perhatikan terus. Semoga bisa mengurangi defisit perdagangan," tegasnya.
Menanggapi ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai, defisit neraca perdagangan disebabkan naiknya impor utamanya untuk sektor produksi. Bila kebijakan impor tersebut ditekan, malah bisa menekan pertumbuhan perekonomian.
"Makanya kami terus genjot ekspor dan turisme, jadi pertumbuhan ekonomi terjaga. Tapi neraca perdagangan, defisitnya tidak naik," ujar Sri Mulyani pada acara halal bihalal di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Menurutnya, karena impor yang besar dari bahan baku, maka hasilnya tidak bisa cepat. Untuk itu, pemerintah terus mendorong ekspor utamanya jasa.
"Karena mengubah bahan baku itu tidak bisa cepat. Jadi yang bisa cepat adalah ekspor dan pembiayaan," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil mengatakan, pertumbuhan impor memang cukup naik selama dua bulan terakhir. Namun bila dilihat detail komponen impornya, menunjukkan hal yang bermanfaat untuk perekonomian ke depannya.
"Sekarang impor, nanti dia akan berdampak ke memperbesar kapasitas perekonomian. Jadi kita bisa produksi lebih besar lagi. Jangka panjang kami lakukan penyesuaian," tuturnya.
Menurutnya, perdagangan defisit karena impor migas yang begitu besar. Namun begitu, pemerintah terus mewaspadai hal ini, apalagi dengan harga komoditas yang terus meningkat.
"Ekspor tumbuh 12,5%, ini membaik dibandingkan bulan sebelumnya. Ini juga kami perhatikan terus. Semoga bisa mengurangi defisit perdagangan," tegasnya.
(ven)