Dibayangi Perang Tarif, WTO: Ekonomi Global Dalam Kondisi Bahaya

Kamis, 05 Juli 2018 - 14:12 WIB
Dibayangi Perang Tarif,...
Dibayangi Perang Tarif, WTO: Ekonomi Global Dalam Kondisi Bahaya
A A A
LONDON - Pertumbuhan ekonomi global terancam berada dalam bahaya, lantaran kekuatan super ekonomi dunia tengah berada di ambang perang perdagangan. Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) menilai perang tarif yang sedang terjadi antara Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan China berisiko membuat ekonomi dunia dalam bahaya.

Ancaman perang tarif yang dipicu setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan penerapan tarif impor tinggi untuk komoditas baja dan aluminium yang berasal dari Uni Eropa dan China. Trump mengatakan, kebijakan itu diambil dalam upaya melindungi pekerjaan Amerika dan bahwa kesepakatan perdagangan bebas global telah sangat merugikan bagi Negeri Paman Sam -julukan AS-.

Baik China dan Uni Eropa lantas menanggapinya dengan aksi balasan dan ancaman penerapan tarif impor serupa bagi produk mobil AS dan barang-barang pertanian senilai ratusan miliar poundsterling. Para ekonom telah memperingatkan bahwa perang perdagangan sebelumnya yang pernah terjadi selama resesi 1930 telah memperparah masalah ekonomi hingga membuar harga menjadi lebih tinggi dan banyak orang yang kehilangan pekerjaan.

"Tren yang mengkhawatirkan yakni adanya peningkatan langkah-langkah pembatasan perdagangan seiring meningkatnya ketegangan antara ekonomi terbesar di dunia dan semua retorika yang terkait. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi komunitas internasional," ucap WTO dalam laporannya tentang perdagangan antar 20 ekonomi terbesar di dunia atau yang dikenal sebagai G20.

Proteksi Perdagangan

Laporan dalam kurun waktu tujuh bulan antara periode Oktober 2017 dan Mei 2018 mengatakan bahwa negara-negara G20 memberlakukan 39 "pembatasan perdagangan" baru termasuk pajak impor. Angka tersebut dua kali lipat lebih banyak dari jumlah laporan sebelumnya. Dikatakan tarif baru mempengaruhi perdagangan senilai USD74.1 miliar atau setangah kali lebih tinggi dari pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara jumlah yang menerapkan kebijakan "fasilitasi perdagangan" yang menurunkan hambatan antar negara mencapai 47 negara, hal itu mempengaruhi perdagangan senilai USD82,7 miliar. Posisi ini setengah nilai dari periode yang sama tahun kemarin.

"Pada suatu titik di mana ekonomi global akhirnya mulai menghasilkan momentum ekonomi berkelanjutan setelah krisis keuangan, ketidakpastian yang diciptakan oleh proliferasi praktik pembatasan perdagangan dapat menempatkan pemulihan ekonomi dalam bahaya," ujar WTO.

Eskalasi lebih lanjut dapat membawa risiko besar yang berpotensi mempengaruhi sistem itu sendiri. "Perekonomian G20 harus menggunakan semua sarana yang mereka miliki untuk mengurangi situasi dan mendorong pemulihan perdagangan lebih lanjut," sambungnya.

Ketegangan Meningkat


Peringatan dari WTO kemungkinan akan meningkatkan ketegangan dengan Presiden AS yang sebelumnya telah mengatakan bahwa aturan perdagangan saat ini mendiskriminasi AS, dan telah menyerang organisasi yang bermarkas di Jenewa yang diluncurkan pada 1995 itu untuk mendorong dan mengawasi liberalisasi perdagangan.

WTO tidak setuju dengan analisis presiden AS, dengan mengatakan bahwa hambatan perdagangan yang lebih sedikit bakal mendukung pertumbuhan dan pekerjaan - tidak hanya untuk ekonomi pasar yang sedang tumbuh seperti China dan India tetapi juga untuk negara-negara seperti AS.

Model ekonomi menunjukkan bahwa pajak impor yang lebih rendah cenderung berarti barang lebih murah bagi konsumen. Jika China dan Uni Eropa melakukan tindak lanjut atas ancaman pembalasan mereka, jutaan pekerjaan Amerika yang terkait dengan ekspor makanan dan mobil, misalnya, dapat berisiko, seperti yang disampaikan ekonom.

Ancaman Terbaru


Lembaga think tank, Oxford Economics mengutarakan, bahwa ancaman terbaru dari sanksi lanjutan oleh AS, Uni Eropa dan China, bisa berarti perpanjangan tarif ke 4% lebih lanjut dari impor dunia.

"Kami memperkirakan tarif yang telah dikenakan mencapai USD60 miliar, atau 0,3%, dari perdagangan dunia sejauh ini. Tetapi ini akan naik menjadi lebih dari USD800 miliar perdagangan. Konflik perdagangan saat ini berisiko memperburuk tren proteksi creeping yang terlihat sejak tahun 1990-an," katanya.

"Kurangnya liberalisasi perdagangan telah sangat menonjol di antara negara-negara maju, di mana tingkat tarif tetap terjebak pada level awal 2000-an dan baik AS dan Uni Eropa memberlakukan hambatan non-tarif yang signifikan," paparnya

Oxford Economics mengatakan bahwa jika perang perdagangan meningkatkan, maka pertumbuhan global dapat dipangkas sebesar 0,4% serta menghapus ratusan miliar pound dari nilai ekonomi dunia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1370 seconds (0.1#10.140)