Stabilitas Nilai Tukar Cenderung Membaik
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, secara keseluruhan stabilitas nilai tukar cenderung terjaga dan membaik. Berbagai kebijakan yang ditempuh mendapat kepercayaan pasar sehingga imbal hasil pasar keuangan khususnya Surat Berharga Negara (SBN) berdaya saing.
Kemudian pasar valuta asing (valas) juga bekerja sangat baik, dimana suplai cukup besar dan cukup memenuhi kebutuhan permintaan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, jika dilihat inflow ke SBN dari periode 2 Juli-12 Juli 2018 sebesar Rp7,1 triliun. "Angka tersebut umumnya berjangka panjang di atas 10 tahun. Ini menunjukan kepercayaan pasar investor asing untuk berinvestasi di Indonesia terutama di pasar SBN cukup kuat," kata Perry dalam keterangan resmi, Sabtu (14/7/2018).
Sementara itu, suplai dolar dari korporasi rata-rata mencapai USD500-600 juta per hari. "Saya ingin berterima kasih bagi eksportir, korporasi, yang sudah confident untuk suplai kebutuhan di pasar valas. Sehingga bisa semakin perkuat stabilitas nilai tukar rupiah," jelas dia.
Bank Indonesia akan senantiasa menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah melalui berbagai instrumen kebijakan. Serangkaian langkah kebijakan ditempuh Bank Indonesia, termasuk koordinasi erat dengan Pemerintah.
"Kebijakan kenaikan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 5,25% mendapat persepsi positif investor dan mendorong arus masuk modal asing ke Indonesia," ungkap dia. Langkah ini juga disambut baik pelaku pasar sehingga turut mendorong terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat implementasi reformasi struktural. "Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar," imbuh dia.
Disamping itu, posisi operasi pasar terbuka (OPT) konvensional BI pada akhir Juni 2018 mencapai Rp142,01 triliun, atau turun dari Rp197,49 triliun pada bulan Mei. Penurunan ini diduga terjadi akibat naiknya kebutuhan likuiditas perbankan untuk memenuhi permintaan dana tunai masyarakat yang tinnggi menjelang Idul Fitri.
"Posisi OPT menurun seiring berkurangnya penempatan dana pada Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan naiknya posisi repo SBN," tambah Direktur Group Risiko dan Stabilitas Keuangan LPS Doddy Ariefianto. Di sisi lain, posisi reverse repo SBN dan deposit facility mengalami kenaikan.
Doddy memperkirakan, penurunan penempatan pada instrumen OPT akan berlanjut selain karena efek lanjutan periode libur Lebaran, juga disebabkan adanya kebutuhan likuiditas untuk penyaluran kredit yang meningkat.
BI akan terus melakukan operasi moneter secara terukur di pasar rupiah dan valas untuk memastikan ketersediaan likuditas. "Potensi kenaikan tingkat bunga acuan yang cukup terbuka akan mempengaruhi keseimbangan kondisi likuiditas perbankan di semester II 2018," pungkas dia.
Kemudian pasar valuta asing (valas) juga bekerja sangat baik, dimana suplai cukup besar dan cukup memenuhi kebutuhan permintaan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, jika dilihat inflow ke SBN dari periode 2 Juli-12 Juli 2018 sebesar Rp7,1 triliun. "Angka tersebut umumnya berjangka panjang di atas 10 tahun. Ini menunjukan kepercayaan pasar investor asing untuk berinvestasi di Indonesia terutama di pasar SBN cukup kuat," kata Perry dalam keterangan resmi, Sabtu (14/7/2018).
Sementara itu, suplai dolar dari korporasi rata-rata mencapai USD500-600 juta per hari. "Saya ingin berterima kasih bagi eksportir, korporasi, yang sudah confident untuk suplai kebutuhan di pasar valas. Sehingga bisa semakin perkuat stabilitas nilai tukar rupiah," jelas dia.
Bank Indonesia akan senantiasa menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah melalui berbagai instrumen kebijakan. Serangkaian langkah kebijakan ditempuh Bank Indonesia, termasuk koordinasi erat dengan Pemerintah.
"Kebijakan kenaikan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 5,25% mendapat persepsi positif investor dan mendorong arus masuk modal asing ke Indonesia," ungkap dia. Langkah ini juga disambut baik pelaku pasar sehingga turut mendorong terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat implementasi reformasi struktural. "Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar," imbuh dia.
Disamping itu, posisi operasi pasar terbuka (OPT) konvensional BI pada akhir Juni 2018 mencapai Rp142,01 triliun, atau turun dari Rp197,49 triliun pada bulan Mei. Penurunan ini diduga terjadi akibat naiknya kebutuhan likuiditas perbankan untuk memenuhi permintaan dana tunai masyarakat yang tinnggi menjelang Idul Fitri.
"Posisi OPT menurun seiring berkurangnya penempatan dana pada Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan naiknya posisi repo SBN," tambah Direktur Group Risiko dan Stabilitas Keuangan LPS Doddy Ariefianto. Di sisi lain, posisi reverse repo SBN dan deposit facility mengalami kenaikan.
Doddy memperkirakan, penurunan penempatan pada instrumen OPT akan berlanjut selain karena efek lanjutan periode libur Lebaran, juga disebabkan adanya kebutuhan likuiditas untuk penyaluran kredit yang meningkat.
BI akan terus melakukan operasi moneter secara terukur di pasar rupiah dan valas untuk memastikan ketersediaan likuditas. "Potensi kenaikan tingkat bunga acuan yang cukup terbuka akan mempengaruhi keseimbangan kondisi likuiditas perbankan di semester II 2018," pungkas dia.
(ven)