Pemerintah Diminta Dorong Potensi Ekspor Jasa
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta membuka peluang baru dalam sektor jasa untuk menghadapi berbagai faktor eksternal yang memengaruhi ekonomi Indonesia. Mantan Menteri Perdagangan dan Ekonom CSIS Mari Elka Pangestu mengatakan sektor-sektor jasa yang dapat ditingkatkan ekspornya adalah pariwisata, pendidikan, kesehatan, dan profesional.
"Kita harus perhatikan struktur impor jasa kita, daya saing kita dimana saja, sehingga kita dapat meningkatkan standar dan lebih bersaing," kata Mari Pangestu dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Di tahun 2017 sektor jasa tumbuh 5,69% atau lebih tinggi dari pada pertumbuhan nasional 5,07% dan sektor lainnya seperti manufaktur 4,95% dan Agrikultur 2,59%. "Komposisi sektor jasa dalam PDB nasional meningkat 40,6% di 2010 menjadi 43,6% di 2017, sementara sektor agrikuktur dan manufaktur menurun," urainya.
Karena itu pula, lanjut dia, sektor jasa turut berperan sebagai input untuk sektor lainnya seperti logistik, transportasi, travel, bisnis agar bisa terus bersaing. Ditegaskan olehnya, defisit terbesar disumbangkan oleh jasa transportasi. Namun demikian surplus pada jasa travel dan jasa pariwisata sedikit berkontribusi dalam mengurangi defisit neraca perdagangan jasa Indonesia.
Saat ini hanya dua sektor yang permintaan domestiknya lebih rendah dari pada jumlah produk domestik, jasa distribusi dan jasa rekreasi, budaya dan olahraga yang berturut turut proporsinya sebesar 84,5% dan 95,71%. Kelebihan produksi domestik ini diserap oleh pasar luar negeri (ekspor).
Sementara delapan sektor lain menunjukkan nilai share diatas 100% yang berarti permintaan domestik lebih besar dari produksi dalam negeri, sehingga kelebihan permintaan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan impor.
"Sektor dengan nilai impor yang sangat besar. Jasa lingkungan dimana permintaan domestik adalah sebesar 27 kali produk domestik. Selain itu, jasa transportasi juga memiliki kelebihan permintaan domestik mencapai 6,54%," paparnya.
Mari Pangestu juga mengungkapkan pemerintah perlu melakukan berbagai siasat untuk hadapi ketidakpastian kondisi ekonomi global. Kondisi ini mau tidak mau, lanjut dia, memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia, setidaknya terasa pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang sempat mencapai Rp14.000.
"Kita harus perhatikan struktur impor jasa kita, daya saing kita dimana saja, sehingga kita dapat meningkatkan standar dan lebih bersaing," kata Mari Pangestu dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Di tahun 2017 sektor jasa tumbuh 5,69% atau lebih tinggi dari pada pertumbuhan nasional 5,07% dan sektor lainnya seperti manufaktur 4,95% dan Agrikultur 2,59%. "Komposisi sektor jasa dalam PDB nasional meningkat 40,6% di 2010 menjadi 43,6% di 2017, sementara sektor agrikuktur dan manufaktur menurun," urainya.
Karena itu pula, lanjut dia, sektor jasa turut berperan sebagai input untuk sektor lainnya seperti logistik, transportasi, travel, bisnis agar bisa terus bersaing. Ditegaskan olehnya, defisit terbesar disumbangkan oleh jasa transportasi. Namun demikian surplus pada jasa travel dan jasa pariwisata sedikit berkontribusi dalam mengurangi defisit neraca perdagangan jasa Indonesia.
Saat ini hanya dua sektor yang permintaan domestiknya lebih rendah dari pada jumlah produk domestik, jasa distribusi dan jasa rekreasi, budaya dan olahraga yang berturut turut proporsinya sebesar 84,5% dan 95,71%. Kelebihan produksi domestik ini diserap oleh pasar luar negeri (ekspor).
Sementara delapan sektor lain menunjukkan nilai share diatas 100% yang berarti permintaan domestik lebih besar dari produksi dalam negeri, sehingga kelebihan permintaan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan impor.
"Sektor dengan nilai impor yang sangat besar. Jasa lingkungan dimana permintaan domestik adalah sebesar 27 kali produk domestik. Selain itu, jasa transportasi juga memiliki kelebihan permintaan domestik mencapai 6,54%," paparnya.
Mari Pangestu juga mengungkapkan pemerintah perlu melakukan berbagai siasat untuk hadapi ketidakpastian kondisi ekonomi global. Kondisi ini mau tidak mau, lanjut dia, memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia, setidaknya terasa pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang sempat mencapai Rp14.000.
(akr)