Majukan Industri, Legalisasi Vape Diapresiasi Pelaku Usaha
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melegalisasi Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Pelegalan ini sangat diapresiasi karena langkah Indonesia setara dengan yang sudah dilakukan di Inggris dan Selandia Baru sekaligus akan memajukan industri baru ini.
Seperti diketahui Pemerintah melalui Dirjen Bea dan Cukai baru saja melakukan penyerahan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) kepada pengusaha produk tembakau alternatif atau produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) pada 18 Juli lalu. Penyerahan tersebut dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi kepada tiga perwakilan pengusaha yang hadir di Ruang Papua, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta.
Seremonial penyerahan ini merupakan tanda resminya produk HPTL dilegalisasi di Indonesia. Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andriarto mengungkapkan apresiasi tinggi bagi pemerintah atas langkah ini. “Kami mengapresiasi sekali langkah pemerintah dalam melegalkan produk HPTL. Bisa dikatakan ini adalah harapan kami sejak lama," ungkapnya.
"Tentunya ada banyak proses yang harus dilakukan sampai pada tahapan ini, tetapi semua bisa terbayar hari ini karena telah dinyatakan resmi di Indonesia. Sekarang, artinya kita setara dengan Inggris dan Selandia Baru yang telah mengakui produk tembakau alternatif seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar secara resmi,” jelas Aryo.
Legalitas produk HPTL yang terdiri dari rokok elektrik atau vape, molase tembakau, tembakau hirup, dan tembakau kunyah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.164/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang memberlakukan cukai terhadap produk HPTL.
Selain itu, legalitas produk ini juga terangkum dalam PMK No.66/PMK.04/2018 tentang tata cara pemberian, pembekuan, dan pencabutan nomor pokok pengusaha barang kena cukai, PMK No.67/PMK/04/2018 tentang perdagangan barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, serta PMK No.68/PMK/04/2019 tentang pelunasan cukai.
Aryo juga melanjutkan bahwa pelegalan produk HPTL di Indonesia merupakan suatu kemajuan bagi industri yang baru berkembang beberapa tahun ini. “Pertumbuhan produk tembakau alternatif yang terus menampilkan laju kenaikan ini memiliki potensi besar ke depan. Sekarang, karena sudah resmi legal oleh Pemerintah, maka industri ini bisa lebih besar lagi,” ucap Aryo.
Dari sisi pengusaha, Aryo berharap bahwa Pemerintah juga dapat melihat kembali soal besaran tarif cukai yang diberlakukan. Saat ini terang dia, sebesar 90% pelaku usaha dalam produk tembakau alternatif adalah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sehingga penetapan tarif 57% dirasa berat, karena bukan hanya dapat menghambat usaha, tetapi lebih dari itu prinsipnya yakni produk yang lebih rendah risiko harus mendapatkan regulasi seimbang berdasarkan hasil penelitian yang ada.
"Jika eksternalitas negatifnya lebih rendah, maka kewajiban cukainya harus lebih rendah. Saya harap pemerintah tidak menutup mata dan di masa evaluasi nanti regulasinya lebih meringankan industri ini dan menurunkan besaran tarif cukai untuk memberikan kesempatan pada produk tembakau alternatif, yang pada akhirnya dapat menjadi potensi ekonomi yang baik bagi negara,” tutup Aryo.
Sementara itu, Pembina Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Dimasz Jeremia turut menyambut positif legalitas produk HPTL di Indonesia. “Ini suatu langkah bagus untuk kami sebagai konsumen. Kami mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia untuk kemajuan ini, karena legalisasi ini membuktikan bahwa produk tembakau alternatif seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan adalah produk sah yang telah diakui pemerintah dan memperjelas posisinya berbeda dengan rokok," ujarnya.
"Saya rasa ini poin utama yang harus masyarakat tahu. Jangan sampai produk tembakau alternatif yang berpotensi memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok tetap dipandang sama bahayanya. Ke depan, semoga langkah yang dilakukan oleh Pemerintah kita ini juga bisa diikuti oleh negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Singapore, dan Malaysia untuk melegalkan produk tembakau alternatif,” sambung Dimasz.
Dalam implementasi cukai tersebut, Dimasz berharap ke depan pemerintah dapat mempertimbangkan kembali soal besaran cukai yang diterapkan. “Sebagai konsumen dengan cukai 57% ini terlalu besar ya. Kami harap pemerintah bisa mempertimbangkan sisi konsumen yang mana kebanyakan pengguna produk tembakau alternatif adalah perokok yang sedang beralih ke produk yang lebih rendah risiko. Jadi, kalau harganya dipatok tinggi, ini jadi kesulitan juga untuk kami,” jelasnya.
Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menegaskan bahwa melalui diberlakukannya PMK ini, maka produk HPTL kini telah dinyatakan legal secara tata hukum perundangan.
“Dengan dicukaikannya produk HPTL, salah satunya vape, maka dapat dikatakan bahwa sudah ada kejelasan dari sisi peraturan dan pemerintah, sudah tidak lagi abu-abu. Ke depan, produk HPTL akan dicantumkan pita cukai dengan tarif yang sesuai dengan peraturan yaitu 57 persen. Kita harapkan semua akan menjadi lebih jelas dan terarah untuk produk ini,” terang Heru.
Seperti diketahui Pemerintah melalui Dirjen Bea dan Cukai baru saja melakukan penyerahan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) kepada pengusaha produk tembakau alternatif atau produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) pada 18 Juli lalu. Penyerahan tersebut dilakukan langsung oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi kepada tiga perwakilan pengusaha yang hadir di Ruang Papua, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta.
Seremonial penyerahan ini merupakan tanda resminya produk HPTL dilegalisasi di Indonesia. Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andriarto mengungkapkan apresiasi tinggi bagi pemerintah atas langkah ini. “Kami mengapresiasi sekali langkah pemerintah dalam melegalkan produk HPTL. Bisa dikatakan ini adalah harapan kami sejak lama," ungkapnya.
"Tentunya ada banyak proses yang harus dilakukan sampai pada tahapan ini, tetapi semua bisa terbayar hari ini karena telah dinyatakan resmi di Indonesia. Sekarang, artinya kita setara dengan Inggris dan Selandia Baru yang telah mengakui produk tembakau alternatif seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar secara resmi,” jelas Aryo.
Legalitas produk HPTL yang terdiri dari rokok elektrik atau vape, molase tembakau, tembakau hirup, dan tembakau kunyah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.164/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang memberlakukan cukai terhadap produk HPTL.
Selain itu, legalitas produk ini juga terangkum dalam PMK No.66/PMK.04/2018 tentang tata cara pemberian, pembekuan, dan pencabutan nomor pokok pengusaha barang kena cukai, PMK No.67/PMK/04/2018 tentang perdagangan barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, serta PMK No.68/PMK/04/2019 tentang pelunasan cukai.
Aryo juga melanjutkan bahwa pelegalan produk HPTL di Indonesia merupakan suatu kemajuan bagi industri yang baru berkembang beberapa tahun ini. “Pertumbuhan produk tembakau alternatif yang terus menampilkan laju kenaikan ini memiliki potensi besar ke depan. Sekarang, karena sudah resmi legal oleh Pemerintah, maka industri ini bisa lebih besar lagi,” ucap Aryo.
Dari sisi pengusaha, Aryo berharap bahwa Pemerintah juga dapat melihat kembali soal besaran tarif cukai yang diberlakukan. Saat ini terang dia, sebesar 90% pelaku usaha dalam produk tembakau alternatif adalah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sehingga penetapan tarif 57% dirasa berat, karena bukan hanya dapat menghambat usaha, tetapi lebih dari itu prinsipnya yakni produk yang lebih rendah risiko harus mendapatkan regulasi seimbang berdasarkan hasil penelitian yang ada.
"Jika eksternalitas negatifnya lebih rendah, maka kewajiban cukainya harus lebih rendah. Saya harap pemerintah tidak menutup mata dan di masa evaluasi nanti regulasinya lebih meringankan industri ini dan menurunkan besaran tarif cukai untuk memberikan kesempatan pada produk tembakau alternatif, yang pada akhirnya dapat menjadi potensi ekonomi yang baik bagi negara,” tutup Aryo.
Sementara itu, Pembina Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Dimasz Jeremia turut menyambut positif legalitas produk HPTL di Indonesia. “Ini suatu langkah bagus untuk kami sebagai konsumen. Kami mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia untuk kemajuan ini, karena legalisasi ini membuktikan bahwa produk tembakau alternatif seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan adalah produk sah yang telah diakui pemerintah dan memperjelas posisinya berbeda dengan rokok," ujarnya.
"Saya rasa ini poin utama yang harus masyarakat tahu. Jangan sampai produk tembakau alternatif yang berpotensi memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok tetap dipandang sama bahayanya. Ke depan, semoga langkah yang dilakukan oleh Pemerintah kita ini juga bisa diikuti oleh negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Singapore, dan Malaysia untuk melegalkan produk tembakau alternatif,” sambung Dimasz.
Dalam implementasi cukai tersebut, Dimasz berharap ke depan pemerintah dapat mempertimbangkan kembali soal besaran cukai yang diterapkan. “Sebagai konsumen dengan cukai 57% ini terlalu besar ya. Kami harap pemerintah bisa mempertimbangkan sisi konsumen yang mana kebanyakan pengguna produk tembakau alternatif adalah perokok yang sedang beralih ke produk yang lebih rendah risiko. Jadi, kalau harganya dipatok tinggi, ini jadi kesulitan juga untuk kami,” jelasnya.
Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menegaskan bahwa melalui diberlakukannya PMK ini, maka produk HPTL kini telah dinyatakan legal secara tata hukum perundangan.
“Dengan dicukaikannya produk HPTL, salah satunya vape, maka dapat dikatakan bahwa sudah ada kejelasan dari sisi peraturan dan pemerintah, sudah tidak lagi abu-abu. Ke depan, produk HPTL akan dicantumkan pita cukai dengan tarif yang sesuai dengan peraturan yaitu 57 persen. Kita harapkan semua akan menjadi lebih jelas dan terarah untuk produk ini,” terang Heru.
(akr)