Awas! Ratusan Fintech Bodong

Sabtu, 28 Juli 2018 - 07:22 WIB
Awas! Ratusan Fintech Bodong
Awas! Ratusan Fintech Bodong
A A A
JAKARTA - Masyarakat diimbau agar berhati-hati menggunakan platform penyaluran kredit berbasis financial technology (fintech) tak berizin yang menawarkan pinjaman langsung atau peer to peer (P2P) lending. Praktik ilegal tersebut tidak saja merugikan secara finansial, tetapi juga rawan penyalahgunaan data nasabah.

Peringatan tersebut disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersamaan dengan ditemukannya 227 entitas bisnis dari 125 developer yang melakukan kegiatan P2P lending ilegal karena tidak terdaftar dan tidak memiliki izin usaha. Dalam praktiknya entitas bisnis P2P ini menawarkan pinjaman dana dalam waktu singkat melalui aplikasi online.

"Satgas Waspada Investasi telah memanggil entitas tersebut dan meminta seluruh entitas yang tidak terdaftar untuk menghentikan kegiatan peer to peer lending serta menghapus semua aplikasi penawaran pinjam meminjam uang. Sebagian besar (developer)-nya berasal dari China," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing di Jakarta kemarin.

Sekadar diketahui, P2P lending adalah praktik atau metode pemberian pinjaman uang kepada individu atau bisnis atau sebaliknya dengan mengajukan kepada pihak pemberi pinjaman. Platform ini menghubungkan seara langsung antara pemberi pinjaman dengan peminjam atau investor dalam jaringan (daring) berinternet (online).

Penindakan yang dilakukan Satgas Waspada Investasi tersebut mengacu pada Peraturan OJK No 77/POJK.01/2016, di mana disebutkan bahwa penyelenggara P2P lending wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.

Di samping itu, seluruh entitas P2P lending yang bermasalah tersebut juga harus menyelesaikan segala kewajiban kepada pengguna dan segera mengajukan pendaftaran ke OJK. Tongam menegaskan, fintech P2P lending yang tidak terdaftar harus menghentikan kegiatannya. Selain itu, semua bentuk aplikasi yang terdapat dalam Google Play, AppStore dan media sosial lainnya harus diblokir.

Menurut Tongam, untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat secara berkesinambungan, Satgas Waspada Investasi meminta masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan dengan entitas yang tidak berizin tersebut. Pasalnya, operasional mereka tidak berada di bawah pengawasan OJK dan berpotensi merugikan masyarakat.

“Kami akan rutin menyampaikan informasi perusahaan fintech P2P lending yang tidak berizin. Selain itu peran serta masyarakat sangat diperlukan, terutama agar tidak menjadi peserta kegiatan entitas tak berizin tersebut,” papar dia.

Tongam melanjutkan, dampak negatif dari investasi tak berizin di antaranya dapat digunakan untuk tindak pidana pencucian uang maupun pendanaan terorisme.

Kemudian, kata dia, data dan informasi pengguna berpotensi disalahgunakan, tidak adanya penerimaan pajak serta tidak ada perlindungan terhadap pengguna. Selain itu, kata dia, praktik ilegal tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap fintech P2P lending yang sudah terdaftar.

Dia menambahkan, untuk mencegah merajalelanya praktik fintech P2P lending ilegal, OJK menggandeng Google untuk melakukan screening apabila ada ada mitra yang mau masukan aplikasi.

“Begitu juga dengan website seperti di Tokopedia atau Bukalapak, kita minta screening biar disapu karena mereka ada di sana juga," urai Tongam.

Selain itu, pihaknya juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir aplikasi pada website dan media sosial lainnya. Langkah lain yang dilakukan OJK guna mencegah timbulnya praktik ilegal adalah mengumumkan kepada media massa daftar nama fintech p2P lending yang tidak terdaftar. OJK juga akan menyampaikan Iaporan informasi kepada Bareskrim Polri.

"Kami juga meminta bank melakukan pemblokiran rekening fintech P2P lending yang tidak terdaftar. Tanggung jawab kepada pengguna (nasabah) agar segera diselesaikan oleh entitas yang melakukan kegiatan tanpa izin," paparnya.

Di bagian lain, OJK mencatatkan penyaluran kredit melalui fintech P2P lending atau platform pinjaman langsung tunai mencapai Rp6 triliun. Angka ini merupakan penyaluran sepanjang Desember 2016 hingga Juni 2018.

Direktur Hubungan Masyarakat OJK Agustinus Hari Tangguh Wibowo menyatakan, penyaluran kredit tersebut berdasarkan entitas yang terdaftar di OJK di mana segala pergerakkan bisnisnya terawasi dengan baik.

"Transaksi dari entitas yang terdaftar sudah lebih dari Rp6 triliun per Juni 2018," ujarnya.

Hari menyatakan, berdasarkan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan peer to peer lending, maka setiap entitas wajib mendapatkan izin dari OJK dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini membantu otoritas untuk melindungi masyarakat yang melakukan atau memberikan pinjaman.

“Perlindungan paling enggak dengan adanya aturan itu," katanya. Adapun saat ini terdapat 63 fintech P2P lending yang telah mendapat izin dari OJK. Untuk mengetahuinya, masyarakat bisa melihat daftar tersebut melalui website resmi OJK yakni ojk.go.id.

Di bagian lain, Ketua Kelompok Kerja peer to peer lending Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech) Reynold Wijaya mengungkapkan, untuk mencegah kerugian, masyarakat yang ingin mengakses kredit secara online melalui fintech P2P lending sebaiknya memilih platform yang sudah terdaftar di OJK. Tak cukup hanya itu, kata dia, masyarakatjuga harus memilih platform yang kredibel dan bisa dipercaya.

"Dari situ bisa ditelusuri website dan kinerja platform tersebut," kata Reynold yang juga CEO Modalku itu.

Dia menambahkan, dari tahapan-tahapan seperti itu, masyarakat bisa mempelajari risk and rewards dari pemilik produk layanan P2P tersebut. "Kalau dirasa nyaman, masyarakat bisa beraktivitas di platform tersebut," ungkapnya.

Pengamat Teknologi Informasi Heru Sutadi berpendapat, fintech merupakan masa depan ekonomi digital. Sehingga, harus memberikan kepercayaan kepada masyarakat dengan mendapatkan izin dari OJK dan untuk Bank Indonesia (BI) untuk fintech yang bisnisnya berupa payment atau pembayaran.

Namun demikian, kata dia, disayangkan saat ini perizinan untuk operasional fintech masih dirasa sulit. "Izinnya juga harus dipermudah. Ini ada laporan urus izin ke OJK sulit. Harusnya didukung jangan dipersulit," beber Heru.

Menurut Heru, apabila perizinan dipermudah maka fintech yang masih ilegal seharusnya berkurang bahkan tidak ada. "Kalau masih tetap ilegal ya diumumkan ke masyarakat dan kenakan sanksi," tandasnya.

Selain itu, OJK juga perlu memperluas sosialisasi agar penyedia fintech mau urus izinnya. "Ini terutama menginformasikan prosedurnya seperti apa. Dan harus perketat pengawasan," sebutnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Okezone/Ant)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4007 seconds (0.1#10.140)