Ketidakpastian Global Hantui Rupiah hingga Akhir Tahun
A
A
A
JAKARTA - Pergerakan rupiah diperkirakan masih terus dipengaruhi ketidakpastian global hingga akhir tahun. Perang dagang dan kebijakan penyesuaian suku bunga di Amerika Serikat (AS), Eropa hingga Jepang menjadi sentimen utama.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, adanya ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global dimulai dengan perang dagang yang terjadi antara AS dan China.
"Ada perang dagang dan suku bunga meningkat. ECB sudah dipastikan akan menghentikan quantitative easing pada tahun ini," ujarnya di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Tak hanya ECB di Eropa, Piter menjelaskan, Jepang juga berencana mengkaji ulang target inflasi sebesar 2% untuk menyimpulkan akan melakukan quantitative easing seperti Eropa atau tidak.
"Inflasi sekarang masih jauh di bawah 2%, mereka hentikan quantitative easing saat inflasi 2%. Ada kemungkinan Jepang akan hentikan quantitative easing," katanya.
Menurutnya, nanti akan ada tiga bank sentral besar yakni AS, Eropa dan Jepang yang menghentikan kebijakan quantitative easing, sehingga dampaknya bisa menyedot likuiditas global. "Eropa dan Jepang sudah hentikan (quantitative easing). Tahun depan likuiditas global ketat," tutur Piter.
Dia menambahkan, faktor yang mempengaruhi rupiah tidak lagi sekadar keluarnya modal (capital outflow) akibat dari naiknya suku bunga di negara maju, tapi juga dipicu perang dagang.
"Ekspektasi perekonomian global domestik membaik, tapi dipicu perang dagang ada lagi ketidakpastian benar enggak pertumbuhan ekonomi global 3,94% seperti kata IMF," pungkasnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, adanya ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global dimulai dengan perang dagang yang terjadi antara AS dan China.
"Ada perang dagang dan suku bunga meningkat. ECB sudah dipastikan akan menghentikan quantitative easing pada tahun ini," ujarnya di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Tak hanya ECB di Eropa, Piter menjelaskan, Jepang juga berencana mengkaji ulang target inflasi sebesar 2% untuk menyimpulkan akan melakukan quantitative easing seperti Eropa atau tidak.
"Inflasi sekarang masih jauh di bawah 2%, mereka hentikan quantitative easing saat inflasi 2%. Ada kemungkinan Jepang akan hentikan quantitative easing," katanya.
Menurutnya, nanti akan ada tiga bank sentral besar yakni AS, Eropa dan Jepang yang menghentikan kebijakan quantitative easing, sehingga dampaknya bisa menyedot likuiditas global. "Eropa dan Jepang sudah hentikan (quantitative easing). Tahun depan likuiditas global ketat," tutur Piter.
Dia menambahkan, faktor yang mempengaruhi rupiah tidak lagi sekadar keluarnya modal (capital outflow) akibat dari naiknya suku bunga di negara maju, tapi juga dipicu perang dagang.
"Ekspektasi perekonomian global domestik membaik, tapi dipicu perang dagang ada lagi ketidakpastian benar enggak pertumbuhan ekonomi global 3,94% seperti kata IMF," pungkasnya.
(fjo)