Dorong Energi Terbarukan, Aturan Listrik Surya Atap Segera Terbit
A
A
A
JAKARTA - Regulasi terkait pemasangan panel surya atap segera terbit dalam waktu dekat. Aturan tersebut diharapkan dapat mendorong penggunaan eneri baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri.
"Aturannya siap diterbitkan. Nanti ini akan mengatur besaran kapasitas dan mekanisme ekspor-impornya," kata Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya di Jakarta, Kamis (9/8/2018).
Menurut dia, setelah regulasi tersebut diundangkan akan dilanjutkan dengan sosialisasi secara besar-besaran dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pemasangan surya atap. Dengan demikian, energi listrik surya atap dapat diterima di masyarakat.
Terkait penyediaan meteran dan intalasi lain, kata Harris, berdasarkan aturan pada peraturan menteri akan disediakan oleh PT PLN (Persero). Namun, untuk pemasangan instalasi dan meteran biayanya ditanggung oleh pelanggan.
Dia melanjutkan, masyarakat yang boleh memasang surya atap adalah mereka yang sudah berlangganan listrik PLN. Sedangkan yang belum berlangganan listrik PLN tidak bisa memasang surya atap. "Jadi di luar pelanggan tidak termasuk. Itu juga hanya untuk rumah tangga dan bisnis komersial sedangkan industri tidak diatur di sini," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, penggunaan listrik dari penel surya atap merupakan inisiatif sangat baik untuk meningkatkan porsi EBT. Program tersebut sebenarnya sudah lama digaungkan, hanya saja progresnya tidak menunjukkan peningkatan signifikan.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi energi surya sangat besar yakni mencapai 207 GW, atau setara dengan pembangkit listrik 532 GWp dengan teknologi saat ini.
"Sayangnya kita masih tertinggal dari negara lain. Kita baru bisa memanfaatkan energi surya di bawah 100 MW, bandinglan dengan Thailand yang sudah memanfaatkan sebesar 2.700 MW. Sampai Juni lalu pelanggan yang pakai surya atap di kita baru sekitar 458 pelanggan," ujar dia.
Fabby menambahkan, sebenarnya banyak konsumen yang berminat memasang surya atap. Hanya saja masih banyak kendala ditemui termasuk belum adanya legalitas dari regulator. Yang jelas, kata dia, regulasi dalam peraturan menteri ESDM soal pembangkit tenaga surya atap diharapkan dapat mengakselerasi penggunaan EBT melalui tenaga matahari.
"Untuk itu harus ada kemudahan buat pelanggan untuk memasang panel surya yang dapat dikoneksikan dengan jaringan listrik yang sudah ada di rumah," katanya.
Kendati demikian, Fabby mengakui, harga unit panel surya atap saat ini masih relatif mahal karena komponen impornya yang masih tinggi. "Untuk satu unit berkapasitas 4 KWp kurang lebih biayanya Rp15 juta," katanya.
"Aturannya siap diterbitkan. Nanti ini akan mengatur besaran kapasitas dan mekanisme ekspor-impornya," kata Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya di Jakarta, Kamis (9/8/2018).
Menurut dia, setelah regulasi tersebut diundangkan akan dilanjutkan dengan sosialisasi secara besar-besaran dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pemasangan surya atap. Dengan demikian, energi listrik surya atap dapat diterima di masyarakat.
Terkait penyediaan meteran dan intalasi lain, kata Harris, berdasarkan aturan pada peraturan menteri akan disediakan oleh PT PLN (Persero). Namun, untuk pemasangan instalasi dan meteran biayanya ditanggung oleh pelanggan.
Dia melanjutkan, masyarakat yang boleh memasang surya atap adalah mereka yang sudah berlangganan listrik PLN. Sedangkan yang belum berlangganan listrik PLN tidak bisa memasang surya atap. "Jadi di luar pelanggan tidak termasuk. Itu juga hanya untuk rumah tangga dan bisnis komersial sedangkan industri tidak diatur di sini," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, penggunaan listrik dari penel surya atap merupakan inisiatif sangat baik untuk meningkatkan porsi EBT. Program tersebut sebenarnya sudah lama digaungkan, hanya saja progresnya tidak menunjukkan peningkatan signifikan.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi energi surya sangat besar yakni mencapai 207 GW, atau setara dengan pembangkit listrik 532 GWp dengan teknologi saat ini.
"Sayangnya kita masih tertinggal dari negara lain. Kita baru bisa memanfaatkan energi surya di bawah 100 MW, bandinglan dengan Thailand yang sudah memanfaatkan sebesar 2.700 MW. Sampai Juni lalu pelanggan yang pakai surya atap di kita baru sekitar 458 pelanggan," ujar dia.
Fabby menambahkan, sebenarnya banyak konsumen yang berminat memasang surya atap. Hanya saja masih banyak kendala ditemui termasuk belum adanya legalitas dari regulator. Yang jelas, kata dia, regulasi dalam peraturan menteri ESDM soal pembangkit tenaga surya atap diharapkan dapat mengakselerasi penggunaan EBT melalui tenaga matahari.
"Untuk itu harus ada kemudahan buat pelanggan untuk memasang panel surya yang dapat dikoneksikan dengan jaringan listrik yang sudah ada di rumah," katanya.
Kendati demikian, Fabby mengakui, harga unit panel surya atap saat ini masih relatif mahal karena komponen impornya yang masih tinggi. "Untuk satu unit berkapasitas 4 KWp kurang lebih biayanya Rp15 juta," katanya.
(fjo)