Kemenperin Tepis Isu Deindustrialisasi

Selasa, 04 September 2018 - 04:45 WIB
Kemenperin Tepis Isu...
Kemenperin Tepis Isu Deindustrialisasi
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menampik tudingan bahwa Indonesia mengalami deindustrialisasi. Pasalnya, investasi sektor manufaktur dari dalam dan luar negeri masih agresif sehingga jumlah pabrikan terus tumbuh dan terjadi peningkatan pada penyerapan tenaga kerja.

"Kami optimistis, sektor industri masih dan akan terus mengalami pertumbuhan. Apalagi, pemerintah saat ini fokus untuk mentrasformasi ekonomi menuju negara yang berbasis industri," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Senin (3/9/2018).

Oleh karena itu, menurut Ngakan, pemerintah berkomitmen menciptakan iklim invetasi yang kondusif, seperti melalui pemberian insentif fiskal dan kemudahan perizinan usaha.

"Seiring upaya tersebut, kami menjalankan kebijakan hilirisasi guna mendorong industri bisa menciptakan nilai tambah tinggi terhadap bahan baku dalam negeri sehingga dapat menghasilkan devisa dari ekspor," tuturnya.

Ngakan menegaskan, di mata internasional, Indonesia dipandang sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia. Hal ini berdasarkan laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) yang menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ke-9 dunia sebagai negara penghasil nilai tambah terbesar dari sektor industri.

Selain itu, apabila dilihat dari persentase kontribusi industri, Indonesia masuk dalam jajaran 4 besar dunia. "Indonesia juga mengalami peningkatan pada Global Competitiveness Index, yang saat ini mengalami kenaikan di posisi ke-36 dari sebelumnya peringkat ke-41," imbuhnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan menjadi kontributor terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan nilai mencapai 19,83% pada triwulan II tahun 2018. Sementara untuk pertumbuhan industri pengolahan nonmigas, berada di angka 4,41%, lebih tinggi dibandingkan capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar 3,93%.

Adapun sektor-sektor yang menjadi penopang pertumbuhan industri pengolahan nonmigas di kuartal dua tahun ini, antara lain adalah industri karet, barang dari karet dan plastik yang tumbuh sebesar 11,85%, kemudian diikuti industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki sebesar 11,38%.

Selanjutnya, pertumbuhan industri makanan dan minuman tembus 8,67%, serta industri tekstil dan pakaian jadi mencapai 6,39%. Kinerja dari sektor-sektor manufaktur tersebut mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. "Sehingga sektor manufaktur sering disebut menjadi ujung tombak perekonomian Indonesia karena kontribusinya mencapai 18%-20%," ungkap Ngakan.

Di samping itu, sepanjang tahun 2017, industri manufaktur menjadi penyumbang 74,10% atau kontributor tertinggi dalam struktur ekspor Indonesia dengan nilai mencapai USD125,02 miliar. Dari hasil program hilirisasi, rasio ekspor pada periode 2015-2017, produk hilir mendominasi sebesar 78%, sisanya produk hulu.

Seiring pertumbuhan industri, sektor ini juga berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2010, terdapat 13,82 juta tenaga kerja di sektor industri, naik menjadi 17,5 juta tenaga kerja di tahun 2017.

Sektor industri pun memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan nilai investasi pada semester I tahun 2018. Jumlah penanaman modal dari kelompok manufaktur mencapai Rp122 triliun melalui 10.049 proyek atau menyumbang 33,6% dari total nilai investasi sebesar Rp361,6 triliun.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7771 seconds (0.1#10.140)