Dolar AS Terus Terbang, Khawatirkan Pasar Negara Berkembang
A
A
A
TOKYO - Mata uang dolar Amerika Serikat (USD) dan yen Jepang pada perdagangan Selasa (4/9/2018) terus terbang tinggi karena investor menaikkan aset safe haven di tengah ketegangan perang dagang global. Sehingga menambah kekhawatiran di mata uang negara berkembang.
Permintaan terhadap USD sebagai aset safe haven meningkat setelah gagalnya kesepakatan perdagangan yang baru antara Amerika Serikat dan Kanada.
Presiden AS Donald Trump tetap bersikukuh dengan program 'America First'-nya bahwa perdagangan bebas Amerika Utara alias NAFTA telah merugikan negaranya. Ia bahkan memperingatkan Kongres untuk tidak ikut campur dalam pembicaraan NAFTA. Jika Kongres tetap berpatokan pada perjanjian NAFTA yang lama--yang merugikan AS--Trump mengatakan bakal mengakhiri perjanjian perdagangan trilateral tersebut.
"Dolar naik karena kenaikan suku bunga dan permintaan sebagai mata uang safe haven akibat ketidakpastian ekonomi global," kata Kepala Strategi Mata Uang di Mizuho Securities, Masafumi Yamamoto kepada Reuters, Selasa (4/9/2018).
Status dolar sebagai mata uang cadangan dunia selalu menarik investor pada saat terjadi gejolak pasar keuangan dan ketegangan politik internasional. Sehingga indeks USD pada hari ini, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,1% ke level 95,236 pada pukul 01:15 GMT, mendekati level tertinggi sejak 27 Agustus 2018.
Berototnya USD membuat euro turun 0,15% menjadi USD1,1600 per EUR, karena pertumbuhan manufaktur negara-negara Uni Eropa melambat ke level terendah dua tahun imbas dari kekhawatiran perang dagang global. USD juga bertambah 0,25% terhadap dolar Australia menjadi 0,71935, mendekati level terendah 20 bulan.
Hal sama juga melanda beberapa mata uang Asia, kecuali yen Jepang. Yen naik 0,05% terhadap euro menjadi 128,80 yen. Mata uang Jepang ini juga menguat 0,3% terhadap dolar Australia menjadi 79,89 yen.
Kenaikan dua mata uang safe haven ini telah membuat kekhawatiran di pasar negara berkembang. Mata uang peso Argentina, lira Turki, rand Afrika Selatan, real Brasil, rupiah Indonesia dan rupee India telah menderita dalam beberapa pekan terakhir.
"Jika kekhawatiran pasar berkembang terus meluas bisa menurunkan prospek ekonomi global. Itu bisa berakibat negatif bagi mata uang negara-negara yang hanya mengandalkan ekspor dari sumber daya alam," ujar Yamamoto.
Permintaan terhadap USD sebagai aset safe haven meningkat setelah gagalnya kesepakatan perdagangan yang baru antara Amerika Serikat dan Kanada.
Presiden AS Donald Trump tetap bersikukuh dengan program 'America First'-nya bahwa perdagangan bebas Amerika Utara alias NAFTA telah merugikan negaranya. Ia bahkan memperingatkan Kongres untuk tidak ikut campur dalam pembicaraan NAFTA. Jika Kongres tetap berpatokan pada perjanjian NAFTA yang lama--yang merugikan AS--Trump mengatakan bakal mengakhiri perjanjian perdagangan trilateral tersebut.
"Dolar naik karena kenaikan suku bunga dan permintaan sebagai mata uang safe haven akibat ketidakpastian ekonomi global," kata Kepala Strategi Mata Uang di Mizuho Securities, Masafumi Yamamoto kepada Reuters, Selasa (4/9/2018).
Status dolar sebagai mata uang cadangan dunia selalu menarik investor pada saat terjadi gejolak pasar keuangan dan ketegangan politik internasional. Sehingga indeks USD pada hari ini, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,1% ke level 95,236 pada pukul 01:15 GMT, mendekati level tertinggi sejak 27 Agustus 2018.
Berototnya USD membuat euro turun 0,15% menjadi USD1,1600 per EUR, karena pertumbuhan manufaktur negara-negara Uni Eropa melambat ke level terendah dua tahun imbas dari kekhawatiran perang dagang global. USD juga bertambah 0,25% terhadap dolar Australia menjadi 0,71935, mendekati level terendah 20 bulan.
Hal sama juga melanda beberapa mata uang Asia, kecuali yen Jepang. Yen naik 0,05% terhadap euro menjadi 128,80 yen. Mata uang Jepang ini juga menguat 0,3% terhadap dolar Australia menjadi 79,89 yen.
Kenaikan dua mata uang safe haven ini telah membuat kekhawatiran di pasar negara berkembang. Mata uang peso Argentina, lira Turki, rand Afrika Selatan, real Brasil, rupiah Indonesia dan rupee India telah menderita dalam beberapa pekan terakhir.
"Jika kekhawatiran pasar berkembang terus meluas bisa menurunkan prospek ekonomi global. Itu bisa berakibat negatif bagi mata uang negara-negara yang hanya mengandalkan ekspor dari sumber daya alam," ujar Yamamoto.
(ven)