Dekati Rp16.000, Dedolarisasi Jadi Satu Cara Jaga Mata Uang Garuda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah hari ini, Senin (23/10/2023), terpantau semakin tertekan. Pada pukul 13.00 WIB, rupiah turun 0,46% atau 74,5 poin ke Rp15.947 per dolar AS.
Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, mengatakan, dari kondisi nilai tukar yang melemah, rupiah sebenarnya cenderung berada dalam tren yang menurun. "Kalau kita bandingkan kondisi di 2020 dan kita bandingkan kondisi pada saat 2022, volatilitas rupiah mengalami tren yang menurun sampai dengan saat ini," ujar Josua, Senin (23/10/2023).
Meski hingga akhir Oktober 2023 rupiah diprediksi masih akan berada dalam tekanan, ada beberapa cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Salah satunya adalah mengurangi impor bahan baku dan impor pangan.
"Tentunya, kita berharap peningkatan produktivitas nasional terlebih dahulu, sehingga kita menggerakkan kembali produktivitas dari sektor-sektor ekonomi kita," imbuhnya.
Josua juga mengapresiasi langkah Bank Indonesia terkait dengan local currency transaction (LCT). Transaksi ekspor-impor dengan menggunakan mata uang lokal dan juga transaksi investasi juga dengan mata uang lokal. Ditambah lagi, antar-QR crossborder ini pun membuka payment di antara kawasan Asia.
"Jadi tentunya ini bisa mengurangi ketergantungan dan terutama lagi rupiah kita bisa lebih resilien," ungkap Josua.
Josua melihat resiliensi nilai rupiah sejauh ini cukup baik, karena keseimbangan eksternalnya diperkuat dengan penguatan current account balance. Hilirisasi juga harus terus didorong, seperti produksi baterai mobil listrik alumunium bisa dilakukan di dalam negeri sehingga meningkatkan current account balance.
Pelemahan rupiah masih tergantung pada faktor eksternal, yaitu kondisi global saat ini. Konflik Israel-Hamas yang semakin memanas meningkatkan tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Kondisi ini menyebabkan risiko higher-for-longer atau suku bunga tinggi lebih lama akan meningkat. Ruang kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral AS Federal Reserve masih akan terbuka di sisa tahun ini.
Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, mengatakan, dari kondisi nilai tukar yang melemah, rupiah sebenarnya cenderung berada dalam tren yang menurun. "Kalau kita bandingkan kondisi di 2020 dan kita bandingkan kondisi pada saat 2022, volatilitas rupiah mengalami tren yang menurun sampai dengan saat ini," ujar Josua, Senin (23/10/2023).
Meski hingga akhir Oktober 2023 rupiah diprediksi masih akan berada dalam tekanan, ada beberapa cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Salah satunya adalah mengurangi impor bahan baku dan impor pangan.
"Tentunya, kita berharap peningkatan produktivitas nasional terlebih dahulu, sehingga kita menggerakkan kembali produktivitas dari sektor-sektor ekonomi kita," imbuhnya.
Josua juga mengapresiasi langkah Bank Indonesia terkait dengan local currency transaction (LCT). Transaksi ekspor-impor dengan menggunakan mata uang lokal dan juga transaksi investasi juga dengan mata uang lokal. Ditambah lagi, antar-QR crossborder ini pun membuka payment di antara kawasan Asia.
"Jadi tentunya ini bisa mengurangi ketergantungan dan terutama lagi rupiah kita bisa lebih resilien," ungkap Josua.
Josua melihat resiliensi nilai rupiah sejauh ini cukup baik, karena keseimbangan eksternalnya diperkuat dengan penguatan current account balance. Hilirisasi juga harus terus didorong, seperti produksi baterai mobil listrik alumunium bisa dilakukan di dalam negeri sehingga meningkatkan current account balance.
Pelemahan rupiah masih tergantung pada faktor eksternal, yaitu kondisi global saat ini. Konflik Israel-Hamas yang semakin memanas meningkatkan tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Kondisi ini menyebabkan risiko higher-for-longer atau suku bunga tinggi lebih lama akan meningkat. Ruang kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral AS Federal Reserve masih akan terbuka di sisa tahun ini.