Solidaritas Hadapi Kejatuhan Rupiah, Pengusaha Ingin Bebas Beban Pajak
A
A
A
JAKARTA - Kejatuhan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi, khususnya dalam satu pekan terakhir memunculkan kekhawatiran mata uang Indonesia bakal terus tergerus. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai status perekonomian Indonesia saat ini lampu kuning atau harus berhati-hati, lantaran termasuk dalam negara yang rentan terhadap krisis.
“Ya, saat ini perekonomian Indonesia lampu kuning. Kita jangan menyalahkan pemerintah atau pihak manapun terkait persoalan ini. Kita perlu solidaritas hadapi itu,” ungkap Ketua BPP HIPMI Anggawira di Jakarta, Kamis (5/9/2018).
(Baca Juga: Pengusaha Ungkap Perbedaan Rupiah Saat Krisis 1998 dan 2018Beberapa indikator ekonomi makro Indonesia masih negatif, menurut Ketua Umum Perjakbi (Pengusaha Jasa Kantor Bersama dan Inkubasi Usaha) ini misalnya defisit neraca transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, dan defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) serta masih negatif nya kesimbangan primer dari hasil analisa bloomberg kita cukup rentan terkena krisis.
“Krisis tidak hanya diakibatkan oleh faktor eksternal, namun sektor internal seperti fundamental kita yang tidak kuat ini juga memicu hal tersebut. Fundamental yang tidak kuat karena semua indikator kita masih negatif. Jika fundamental kuat, semua indikator mengarah positif hal ini tak akan terjadi,” sambungnya.
Anggawira menyarankan pemerintah dan pengusaha untuk bekerja sama dengan tidak membebankan pajak bagi mereka. Menurutnya, pengusaha saat ini sedang tertekan karena dolar AS sedang meroket. "Ya, saya juga seorang pengusaha. Saya bisa merasakan jika rekan-rekan saya banyak yang mengeluh karena ditekan pajak. Dalam keadaan sulit begini ditekan sama pajak," terang dia.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan, bahwa seharusnya pemerintah dan pengusaha bersama-sama saling membantu satu sama lain. "Ya, kita mestinya sama-sama bahu-membahu. Pengusaha bantu pemerintah, pemerintah bantu dunia usaha jangan saling membebani. Dalam kondisi seperti ini jika dihantam pajak, maka akan ada PHK. Jika ada PHK, rakyat yang akan kena dampaknya," tutupnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Bloomberg Negara yang menempati No. 1, 2 dan 4 yaitu Turki, Argentina dan Afrika sudah terkena krisis. Sedangkan Indonesia menempati posisi ke 6 sebagai Negara terentan akan krisis dari variabel-variabel ekonomi seperti yang terlihat dari tabel di bawah ini.
“Ya, saat ini perekonomian Indonesia lampu kuning. Kita jangan menyalahkan pemerintah atau pihak manapun terkait persoalan ini. Kita perlu solidaritas hadapi itu,” ungkap Ketua BPP HIPMI Anggawira di Jakarta, Kamis (5/9/2018).
(Baca Juga: Pengusaha Ungkap Perbedaan Rupiah Saat Krisis 1998 dan 2018Beberapa indikator ekonomi makro Indonesia masih negatif, menurut Ketua Umum Perjakbi (Pengusaha Jasa Kantor Bersama dan Inkubasi Usaha) ini misalnya defisit neraca transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, dan defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) serta masih negatif nya kesimbangan primer dari hasil analisa bloomberg kita cukup rentan terkena krisis.
“Krisis tidak hanya diakibatkan oleh faktor eksternal, namun sektor internal seperti fundamental kita yang tidak kuat ini juga memicu hal tersebut. Fundamental yang tidak kuat karena semua indikator kita masih negatif. Jika fundamental kuat, semua indikator mengarah positif hal ini tak akan terjadi,” sambungnya.
Anggawira menyarankan pemerintah dan pengusaha untuk bekerja sama dengan tidak membebankan pajak bagi mereka. Menurutnya, pengusaha saat ini sedang tertekan karena dolar AS sedang meroket. "Ya, saya juga seorang pengusaha. Saya bisa merasakan jika rekan-rekan saya banyak yang mengeluh karena ditekan pajak. Dalam keadaan sulit begini ditekan sama pajak," terang dia.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan, bahwa seharusnya pemerintah dan pengusaha bersama-sama saling membantu satu sama lain. "Ya, kita mestinya sama-sama bahu-membahu. Pengusaha bantu pemerintah, pemerintah bantu dunia usaha jangan saling membebani. Dalam kondisi seperti ini jika dihantam pajak, maka akan ada PHK. Jika ada PHK, rakyat yang akan kena dampaknya," tutupnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Bloomberg Negara yang menempati No. 1, 2 dan 4 yaitu Turki, Argentina dan Afrika sudah terkena krisis. Sedangkan Indonesia menempati posisi ke 6 sebagai Negara terentan akan krisis dari variabel-variabel ekonomi seperti yang terlihat dari tabel di bawah ini.
(akr)