Redam Defisit Neraca Perdagangan, Ini Jurus Kemendag Kendalikan Impor
A
A
A
JAKARTA - Mengatasi defisit neraca perdagangan, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan melakukan evaluasi terhadap kebijakan tata niaga. Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita berjanji akan mengendalikan impor sesuai instrumen yang diberlakukan.
“Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan dan mengendalikan impor, instrumen yang akan diatur adalah melalui tata niaganya,” ujar Mendag di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Mendag menjelaskan, Kemendag akan mengatur beberapa komoditas impor wajib melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Beberapa produk yang diwajibkan melalui PLB yaitu besi baja, minuman beralkohol, ban, dan produk tertentu. Selain itu, Kemendag juga akan mengkaji peraturan beberapa impor barang konsumsi yang sebelumnya bebas tata niaga impornya menjadi diatur ketentuannya impornya.
“Barang impor tersebut bukan merupakan bahan baku untuk kebutuhan industri dalam negeri. Selain itu Kemendag akan meningkatkan pengawasan terhadap kualitas dan kesesuaian standar sanitasi dan phitosanitasi (SPS) terhadap barang impor,” ujarnya.
Langkah lainnya, Kemendag akan mendorong optimalisasi dan akurasi perolehan devisa hasil ekspor. Salah satunya dengan melakukan evaluasi terhadap Permendag Nomor 4 Tahun 2015 jo Nomor 67 Tahun 2015 tentang Ketentuan Penggunaan Letter Of Credit (L/C) untuk ekspor barang tertentu yaitu komoditas sumber daya alam.
Hal ini dilakukan untuk penguatan penerapan dan pengawasan sanksi, monitoring implementasi L/C dan revisi pos tarif. “Dengan diwajibkannya penggunaan L/C, diharapkan hasil ekspor komoditas sumber daya alam dapat kembali ke dalam negeri,” terang Mendag.
Mendag menambahkan bahwa upaya meningkatkan ekspor juga telah dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia melalui percepatan kerja sama perdagangan dengan beberapa negara mitra seperti dengan Australia, Pakistan dan beberapa negara di kawasan Afrika yaitu Tunisia, Maroko dan Mozambik. Indonesia juga telah melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) agar ekspor produk baja dan aluminium mendapat pengecualian dari US global tariff.
“Permintaan Ini telah dikabulkan USDOC yang membebaskan 161 produk baja Indonesia dari kenaikan tarif di AS. Pemerintah Indonesia juga telah menegosiasikan agar Indonesia tetap mendapatkan Generalized System of Preferences (GSP) atas country review oleh AS,” jelas Mendag.
“Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan dan mengendalikan impor, instrumen yang akan diatur adalah melalui tata niaganya,” ujar Mendag di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Mendag menjelaskan, Kemendag akan mengatur beberapa komoditas impor wajib melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Beberapa produk yang diwajibkan melalui PLB yaitu besi baja, minuman beralkohol, ban, dan produk tertentu. Selain itu, Kemendag juga akan mengkaji peraturan beberapa impor barang konsumsi yang sebelumnya bebas tata niaga impornya menjadi diatur ketentuannya impornya.
“Barang impor tersebut bukan merupakan bahan baku untuk kebutuhan industri dalam negeri. Selain itu Kemendag akan meningkatkan pengawasan terhadap kualitas dan kesesuaian standar sanitasi dan phitosanitasi (SPS) terhadap barang impor,” ujarnya.
Langkah lainnya, Kemendag akan mendorong optimalisasi dan akurasi perolehan devisa hasil ekspor. Salah satunya dengan melakukan evaluasi terhadap Permendag Nomor 4 Tahun 2015 jo Nomor 67 Tahun 2015 tentang Ketentuan Penggunaan Letter Of Credit (L/C) untuk ekspor barang tertentu yaitu komoditas sumber daya alam.
Hal ini dilakukan untuk penguatan penerapan dan pengawasan sanksi, monitoring implementasi L/C dan revisi pos tarif. “Dengan diwajibkannya penggunaan L/C, diharapkan hasil ekspor komoditas sumber daya alam dapat kembali ke dalam negeri,” terang Mendag.
Mendag menambahkan bahwa upaya meningkatkan ekspor juga telah dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia melalui percepatan kerja sama perdagangan dengan beberapa negara mitra seperti dengan Australia, Pakistan dan beberapa negara di kawasan Afrika yaitu Tunisia, Maroko dan Mozambik. Indonesia juga telah melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) agar ekspor produk baja dan aluminium mendapat pengecualian dari US global tariff.
“Permintaan Ini telah dikabulkan USDOC yang membebaskan 161 produk baja Indonesia dari kenaikan tarif di AS. Pemerintah Indonesia juga telah menegosiasikan agar Indonesia tetap mendapatkan Generalized System of Preferences (GSP) atas country review oleh AS,” jelas Mendag.
(akr)