Pintu Masuk Lahirnya Industri Penjaminan Lewat UU Penjaminan
A
A
A
JAKARTA - Lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan diharapkan Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dapat mendorong jumlah bisnis penjaminan terus berkembang semakin besar. Sehingga bisa memacu berdirinya perusahaan penjaminan ulang.
Hal itu dikatakannya saat menjadi pembicara dalam Seminar Sosialisasi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dan Undang-undang Penjaminan dengan tema "Peluang dan Tantangan Industri Penjaminan serta Penguatan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Perlindungan Konsumen". "Dengan UU Penjaminan ini, membuka sangat lebar lahirnya industri penjaminan. Karena porsinya masih sangat kecil," ujarnya di Sari Pan Pasific Hotel Jakarta, Kamis (6/9).
Legislator Golkar ini menjelaskan, salah satu pelaku usaha yang memainkan peranan cukup penting dalam menggerakkan perekonomian nasional adalah pelaku usaha pada sektor Usaha Mikro Kecil, dan Menengah serta Koperasi (UMKMK). Namun mayoritas UMKMK masih terkendala pada permodalan karena minimnya ketersediaan lembaga penjaminan, akses lembaga pembiayaan, dan kemampuan mengakses lembaga pembiayaan.
Dengan demikian, kata Misbakhun, keberadaan lembaga penjaminan sangat penting mengingat perannya bagi UMKMK untuk mengakses sumber pembiayaan atau modal. "Kredit Usaha Rakyat bilangnya tidak pake penjaminan, tapi tetap saja. Keterbatasan mengkses sumber daya ini menjadi sebuah keberpihakan kepada UMKMK," lanjutnya.
Sehingga, legislator yang juga pengusul RUU Penjaminan ini berharap agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berbagai pihak terkait agar lebih gencar melakukan sosialisasi. Sebab dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, baru 18 provinsi yang baru mendirikan perusahaan penjaminan.
"Industri ini masih sangat baru secara UU. Ini butuh sosialisasi yang gencar. Dari 34 provinsi tidak semua punya Jamkrida. Ini tugasnya Pak Tirta (Anggota Dewan Komisioner Otortitas Jasa Keuangan Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen). Ini menjadi sebuah proyek besar kita ke depan. Seberapa besar porsi penjaminan dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit-kredit lain," pungkasnya.
Hal itu dikatakannya saat menjadi pembicara dalam Seminar Sosialisasi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dan Undang-undang Penjaminan dengan tema "Peluang dan Tantangan Industri Penjaminan serta Penguatan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Perlindungan Konsumen". "Dengan UU Penjaminan ini, membuka sangat lebar lahirnya industri penjaminan. Karena porsinya masih sangat kecil," ujarnya di Sari Pan Pasific Hotel Jakarta, Kamis (6/9).
Legislator Golkar ini menjelaskan, salah satu pelaku usaha yang memainkan peranan cukup penting dalam menggerakkan perekonomian nasional adalah pelaku usaha pada sektor Usaha Mikro Kecil, dan Menengah serta Koperasi (UMKMK). Namun mayoritas UMKMK masih terkendala pada permodalan karena minimnya ketersediaan lembaga penjaminan, akses lembaga pembiayaan, dan kemampuan mengakses lembaga pembiayaan.
Dengan demikian, kata Misbakhun, keberadaan lembaga penjaminan sangat penting mengingat perannya bagi UMKMK untuk mengakses sumber pembiayaan atau modal. "Kredit Usaha Rakyat bilangnya tidak pake penjaminan, tapi tetap saja. Keterbatasan mengkses sumber daya ini menjadi sebuah keberpihakan kepada UMKMK," lanjutnya.
Sehingga, legislator yang juga pengusul RUU Penjaminan ini berharap agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berbagai pihak terkait agar lebih gencar melakukan sosialisasi. Sebab dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, baru 18 provinsi yang baru mendirikan perusahaan penjaminan.
"Industri ini masih sangat baru secara UU. Ini butuh sosialisasi yang gencar. Dari 34 provinsi tidak semua punya Jamkrida. Ini tugasnya Pak Tirta (Anggota Dewan Komisioner Otortitas Jasa Keuangan Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen). Ini menjadi sebuah proyek besar kita ke depan. Seberapa besar porsi penjaminan dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit-kredit lain," pungkasnya.
(akr)