China Minta Dukungan WTO Atas Kebijakan Bea Dumping AS
A
A
A
GENEVA - China pada pekan depan bakal meminta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk memberlakukan sanksi terhadap Amerika Serikat, karena ketidakpatuhan Washington terhadap putusan dalam sengketa dumping AS. Agenda pertemuan diterangkan bakal berlangsung pada hari, Selasa waktu setempat.
Permintaan tersebut kemungkinan akan menyebabkan perselisihan hukuman selama bertahun-tahun atas kasus, sanksi dan nilainya. China memulai sengketa ini pada tahun 2013, silam usai mengeluhkan kebijakan dumping AS pada beberapa industri termasuk mesin dan elektronik, industri ringan, logam dan mineral, dengan nilai ekspor tahunan hingga USD8,4 miliar.
Negeri Tirai Bambu kemudian memenangkan putusan WTO pada tahun 2016, yang dikonfirmasi oleh banding tahun lalu. Kasus ini menyangkut cara Departemen Perdagangan AS menghitung jumlah "dumping" - ekspor China yang dihargai untuk melemahkan produk buatan Amerika di pasar AS.
Untuk diketahui, dumping adalah menjual produk dengan harga yang lebih murah di pasar ekspor ketimbang di dalam negeri. Metode penghitungan AS, yang dikenal sebagai "zeroing", cenderung meningkatkan anti-dumping AS pada produsen asing dan berulang kali dikategorikan ilegal dalam serangkaian sengketa perdagangan yang dibawa ke WTO.
Rangkaian kekalahan AS memicu kampanye Presiden AS Donald Trump untuk mereformasi WTO. Trump mengatakan bulan lalu, Amerika Serikat dapat menarik diri dari WTO jika "mereka tidak melakukan reformasi". Sementara China mengatakan kepada WTO bulan lalu, bahwa batas waktu bagi Amerika Serikat untuk mematuhi keputusan itu berakhir pada 22 Agustus.
WTO mempublikasikan agenda pada hari Selasa untuk menggelar pertemuan bersama badan penyelesaian sengketa atau konflik perdagangan pada 21 September. China memberikan sinyal berencana untuk mengambil langkah hukum serta meminta otorisasi untuk menerapkan sanksi.
Permintaan tersebut kemungkinan akan menyebabkan perselisihan hukuman selama bertahun-tahun atas kasus, sanksi dan nilainya. China memulai sengketa ini pada tahun 2013, silam usai mengeluhkan kebijakan dumping AS pada beberapa industri termasuk mesin dan elektronik, industri ringan, logam dan mineral, dengan nilai ekspor tahunan hingga USD8,4 miliar.
Negeri Tirai Bambu kemudian memenangkan putusan WTO pada tahun 2016, yang dikonfirmasi oleh banding tahun lalu. Kasus ini menyangkut cara Departemen Perdagangan AS menghitung jumlah "dumping" - ekspor China yang dihargai untuk melemahkan produk buatan Amerika di pasar AS.
Untuk diketahui, dumping adalah menjual produk dengan harga yang lebih murah di pasar ekspor ketimbang di dalam negeri. Metode penghitungan AS, yang dikenal sebagai "zeroing", cenderung meningkatkan anti-dumping AS pada produsen asing dan berulang kali dikategorikan ilegal dalam serangkaian sengketa perdagangan yang dibawa ke WTO.
Rangkaian kekalahan AS memicu kampanye Presiden AS Donald Trump untuk mereformasi WTO. Trump mengatakan bulan lalu, Amerika Serikat dapat menarik diri dari WTO jika "mereka tidak melakukan reformasi". Sementara China mengatakan kepada WTO bulan lalu, bahwa batas waktu bagi Amerika Serikat untuk mematuhi keputusan itu berakhir pada 22 Agustus.
WTO mempublikasikan agenda pada hari Selasa untuk menggelar pertemuan bersama badan penyelesaian sengketa atau konflik perdagangan pada 21 September. China memberikan sinyal berencana untuk mengambil langkah hukum serta meminta otorisasi untuk menerapkan sanksi.
(akr)