Kemenko Perekonomian Siap Pangkas Hambatan di Fintech
A
A
A
JAKARTA - Kontribusi financial technology (fintech) yang cukup apik bagi perekonomian nasional tak ayal membuat pemerintah menaruh perhatian bagi industri baru ini. Salah satunya pemerintah akan terus berupaya memangkas hambatan-hambatan yang membuat fintech sulit berkembang.
Sekretaris Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Kementerian Koordinator Perekonomian, Eny Widiyanti mengatakan, perhatian ini diberikan karena fintech tidak hanya sudah memberikan perhatian ekonomi. Lebih daripada itu, sektor industri ini diharapkan mampu mengdongkrak inklusi keuangan nasional ke depan.
"Kita selalu melihat apa ada regulasi yang selama ini bikin menghambat. Misalnya ada seperti itu, kita pasti akan membantu," ujar Eny pada siaran persnya, Sabtu (15/9/2018).
Bahkan DKNI juga ikut mengupayakan penyederhanaan aturan tentang sertifikat keandalan sistem elektronik atau ISO 27001. Yang diharapkan bisa lebih memudahkan fintech terkait masalah pemenuhan syarat-syarat legasinya.
Bantuan-bantuan lain pun siap diberikan DNKI Kemenko Perekonomian ini kepada penyelenggara fintech agar sektor ini bisa makin berkembang. "Mereka belum bisa mengakses ke data Dukcapil, kita juga akan membantu ke sana," tegas Eny.
Namun ia mengingatkan, perkembangan fintech ke depan jangan melulu dilihat dari jumlah penyelenggaranya. Mesti dilihat berbagai aspek lain, misalnya tingkat penyalurannya untuk fintech lending.
Hingga Juni 2018, tingkat penyaluran kredit lewat fintech lending telah mencapai angka Rp7,64 triliun. Nilai ini tumbuh berkali-kali lipat dibandingkan nilai penyalurannya pada akhir Desember 2016 yang baru menyentuh angka Rp200 miliar.
Sebelumnya, Direktur Kebijakan Publik Aftech, Aji Satria Suleiman sempat mengatakan, aturan fintech yang ada saat ini sudah cukup di atas kertas. Tinggal bagaimana implementasinya di lapangan. Salah satu implementasi yang cukup sulit adalah pemerolehan data valid ke Dukcapil untuk mencegah penipuan dari konsumen.
"Terkait verifikasi identitas penting untuk mencegah fraud sudah ada aturan soal KYC (knowing your customer) untuk biometrik di Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia. Sekarang hanya masalah implementasi di Dukcapil," tuturnya.
Sekretaris Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Kementerian Koordinator Perekonomian, Eny Widiyanti mengatakan, perhatian ini diberikan karena fintech tidak hanya sudah memberikan perhatian ekonomi. Lebih daripada itu, sektor industri ini diharapkan mampu mengdongkrak inklusi keuangan nasional ke depan.
"Kita selalu melihat apa ada regulasi yang selama ini bikin menghambat. Misalnya ada seperti itu, kita pasti akan membantu," ujar Eny pada siaran persnya, Sabtu (15/9/2018).
Bahkan DKNI juga ikut mengupayakan penyederhanaan aturan tentang sertifikat keandalan sistem elektronik atau ISO 27001. Yang diharapkan bisa lebih memudahkan fintech terkait masalah pemenuhan syarat-syarat legasinya.
Bantuan-bantuan lain pun siap diberikan DNKI Kemenko Perekonomian ini kepada penyelenggara fintech agar sektor ini bisa makin berkembang. "Mereka belum bisa mengakses ke data Dukcapil, kita juga akan membantu ke sana," tegas Eny.
Namun ia mengingatkan, perkembangan fintech ke depan jangan melulu dilihat dari jumlah penyelenggaranya. Mesti dilihat berbagai aspek lain, misalnya tingkat penyalurannya untuk fintech lending.
Hingga Juni 2018, tingkat penyaluran kredit lewat fintech lending telah mencapai angka Rp7,64 triliun. Nilai ini tumbuh berkali-kali lipat dibandingkan nilai penyalurannya pada akhir Desember 2016 yang baru menyentuh angka Rp200 miliar.
Sebelumnya, Direktur Kebijakan Publik Aftech, Aji Satria Suleiman sempat mengatakan, aturan fintech yang ada saat ini sudah cukup di atas kertas. Tinggal bagaimana implementasinya di lapangan. Salah satu implementasi yang cukup sulit adalah pemerolehan data valid ke Dukcapil untuk mencegah penipuan dari konsumen.
"Terkait verifikasi identitas penting untuk mencegah fraud sudah ada aturan soal KYC (knowing your customer) untuk biometrik di Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia. Sekarang hanya masalah implementasi di Dukcapil," tuturnya.
(ven)