Petani Muda Siap Dorong Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia

Sabtu, 22 September 2018 - 23:23 WIB
Petani Muda Siap Dorong...
Petani Muda Siap Dorong Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia
A A A
LEMBANG - Keberadan petani muda menjadi fenomena dan harapan bagi pertanian Indonesia. Tren bertani tidak lagi dimiliki hanya karena profesi warisan dari orang tua. Bertani menjadi ladang bisnis menjanjikan. Penghasilan bertani bahkan mampu menyaingi gaji PNS dan pegawai swasta.

Ulus Pirmawan, salah satu sosok petani sayur yang sukses dan tidak bisa dianggap sebelah mata. Ia merupakan seorang tokoh pemuda tani yang berdomisili di Kampung Gandok, Desa Suntenjaya, Cibodas, Lembang, Jawa Barat. Kerja kerasnya mampu menunjukkan bahwa petani bisa berkembang.

Setelah beranjak dewasa, Ulus Pirmawan banyak belajar mengenai pertanian, baik yang diadakan Dinas Pertanian maupun lembaga atau perusahaan yang kompeten dengan dunia pertanian. Dirinya pernah menjadi supplier dan pada tahun 2005 mendirikan Kelompok Tani Baby French.

Setelah sukses dengan Kelompok Tani Baby French, ia mendirikan kembali gabungan kelompok tani yang diberi nama Wargi Panggupay. Wargi membawahkan 8 kelompok tani produktif. Seluruh kelompok tani ini aktif dan terlibat langsung dalam program tanam.

Wargi Panggupay juga melakukan kerja sama dan menjalin kemitraan dengan eksportir PT Alamanda Sejati Utama, Fortuna Agro Mandiri (Farm/Multi Fresh) dan supplier supermarket.

Bermodal pengalaman dan pengetahuan, usahanya terus berkembang menjadi ladang bisnis menguntungkan, berkelanjutan dan berkesinambungan. Bahkan dirinya mampu meregenerasi anak-anak muda di sekitarnya untuk giat bertani.

Sebut saja, Doni Pasaribu. Seorang sarjana pertanian yang memutuskan sepenuh hati memilih pertanian sebagai jalur bisnis. "Ini adalah panggilan hati. Dulu orang bertani karena keturunan. Sekarang saya sendiri memilih jadi petani," jelasnya, Sabtu (22/9/2018).

Dirinya juga merasa prihatin apabila lahan pertanian tidak dimaksimalkan. Pemuda berusia 22 tahun ini nyaman dengan profesi sebagai petani karena memiliki fleksibilitas waktu namun tetap berpenghasilan mencukupi.

"Kalau lahan pertanian tidak digunakan bertani maka lahan yang ada lama-lama bisa habis. Inilah kesempatan menghancurkan doktrin negatif bertani sulit kaya. Bertani bisa sukses. Sayang kalau sarjana pertanian tapi tidak bertani. Penghasilan saya memang masih di bawah Pak Ulus tapi penghasilan saya bisa melebihi seorang PNS," ucapnya penuh semangat.

Ada sosok lain di samping Doni. Seorang lulusan SMK Komputer. Meski baru berusia 21 tahun, Umbara sudah mampu mengisi pasokan pasar retail wilayah Bandung sampai Jakarta.

"Seharusnya menjadi petani itu bangga. Di sini banyak orang tuanya yang petani tapi anaknya tidak mau bertani. Kita harus meningkatkan potensi diri. Pendapatan minimal saya Rp200 ribu per hari," jelas Umbara ketika ditanyakan berapa nilai penghasilannya.

Dirinya menjelaskan bahwa penghasilan sebesar itu adalah angka minimal yang dapat diperolehnya sehari-hari. Tidak jarang dia mampu menghasilkan berkali-kali lipat. Pemuda asli Desa Suntenjaya meyakini bahwa dirinya tidak akan beralih profesi.

"Sesunguhnya sebagai penerus bangsa, kita itu bisa lebih terbuka ke bidang pertanian. Pertanian itu lebih menjanjikan, bisa atur waktu kerja sendiri. Penghasilannya bagus. Pasar dalam negeri masih membutuhkan. Peluang di pasar ekspor juga masih terbuka luas. Indonesia harus jadi lumbung pangan dunia," ucap Ulus menyemangati.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8760 seconds (0.1#10.140)