Gejolak Ekonomi Global dan Domestik Bikin Rupiah Tembus Rp15.000 per USD

Selasa, 02 Oktober 2018 - 15:45 WIB
Gejolak Ekonomi Global dan Domestik Bikin Rupiah Tembus Rp15.000 per USD
Gejolak Ekonomi Global dan Domestik Bikin Rupiah Tembus Rp15.000 per USD
A A A
JAKARTA - Ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengemukakan, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang siang ini tembus Rp15.000 per USD, disebabkan faktor ekonomi global dan kondisi dalam negeri.

Bhima mengatakan, faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pergerakan rupiah. Di antaranya, kenaikan harga minyak mentah hingga USD85 per barel atau melonjak 28% disebabkan berkurangnya pasokan paska boikot minyak Iran yang diserukan Donald Trump.

"Bagi negara net importir minyak seperti Indonesia, naiknya harga minyak dapat menyebabkan defisit migas yang semakin lebar. Permintaan dolar secara alamiah akan terus meningkat. Wacana kenaikan harga BBM pun menjadi momok inflasi hingga akhir tahun 2018," katanya kepada SINDOnews di Jakarta, Selasa (2/10/2018).

Selain itu, kondisi eksternal diperparah oleh deadlock anggaran belanja pemerintah Italia. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan di daerah Uni Eropa paska krisis utang tahun 2013 lalu.

"Ditambah ketidakpastian Brexit dibawah pemerintahan Theresa May menimbulkan pelemahan euro terhadap USD sebesar 1,29% seminggu terakhir," imbuh dia.

Masih menurut Bhima, pekan ini negeri Paman Sam pun akan mengumumkan data tenaga kerja. Sebelumnya pada Agustus 2018, jumlah lapangan kerja baru yang berhasil tercipta sebanyak 201.000 orang.

Diprediksi lapangan kerja bulan September kembali mencatatkan kenaikan diatas 180.000 orang. Alhasil pengangguran di AS turun ke 3,8% atau terendah dalam 18 tahun terakhir.

"Situasi ini menciptakan spekulasi terhadap kenaikan Fed rate yang lebih cepat dari prediksi awal. Index dolar yang merupakan perbandingan dolar AS terhadap mata uang lainnya mencapai level 95. Kenaikan index dolar jadi sinyal tren super dolar berlanjut dan menghantam mata uang negara berkembang," terangnya.

Bhima melanjutkan, pidato pemimpin negara di PBB tentang bahaya perang dagang khususnya yang disampaikan oleh Wang Yi, menlu China menjadi peringatan akan memburuknya volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global hingga tahun depan.

Dari dalam negeri, ungkap dia, pengumuman terkait pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke III 2018 oleh BPS yang diprediksi akan berada dikisaran 5,1% atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya. Bank Indonesia juga memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini berada dibawah 5,2%.

"Kekhawatiran ini berdasarkan pada stagnannya konsumsi, menurunnya kinerja investasi dan net ekspor," ucap Bhima.

Terlebih, pelaku pasar juga mencermati efek pengumuman inflasi bulan September yang tercatat deflasi 0,18%. "Deflasi menunjukkan konsumsi rumah tangga yang melambat," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8836 seconds (0.1#10.140)