Rupiah Rp15.000/USD, Faisal Basri: Asing Banyak Jual SUN
A
A
A
JAKARTA - Investor asing terus menjual asetnya di Surat Utang Negara (SUN) hingga menimbulkan defisit. Faktor ini menjadi penyebab terbesar pelemahan rupiah ke level Rp15.000/USD.
Ekonom Faisal Basri mengatakan, pada tahun ini merupakan yang paling parah portofolio asing keluar dari SUN. Lebih banyak investor menjual dibanding membeli.
"Untuk pertama kali sejak 2010, portofolio ada di saham dan SUN. SUN tidak pernah defisit (net sell), baru tahun ini lebih banyak dijual dari dibeli. Itulah kontribusi besar ke pelemahan rupiah," ujarnya di Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Menurut Faisal, utang yang terus-menerus diterbitkan melalui SUN dinilai investor berisiko. Sehingga mulai disadari pemerintah untuk mengerem utangnya.
"Pemerintah sadar karena utangnya terlalu cepat bertambahnya. Mulai sadar, tahun 2019 dikurangi," katanya.
Selain itu, Faisal menambahkan pemerintah juga menyadari jelang pemilihan umum (pemilu) tahun depan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak ekspansif belanjanya. Kali ini lebih banyak dijaga belanjanya.
"Pendapatan tidak dikerek, naik pajaknya. Ini bagus tidak semakin membuat kondisinya memburuk. Pemerintah sadar gasnya harus dikurangi, itu saja," pungkasnya.
Ekonom Faisal Basri mengatakan, pada tahun ini merupakan yang paling parah portofolio asing keluar dari SUN. Lebih banyak investor menjual dibanding membeli.
"Untuk pertama kali sejak 2010, portofolio ada di saham dan SUN. SUN tidak pernah defisit (net sell), baru tahun ini lebih banyak dijual dari dibeli. Itulah kontribusi besar ke pelemahan rupiah," ujarnya di Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Menurut Faisal, utang yang terus-menerus diterbitkan melalui SUN dinilai investor berisiko. Sehingga mulai disadari pemerintah untuk mengerem utangnya.
"Pemerintah sadar karena utangnya terlalu cepat bertambahnya. Mulai sadar, tahun 2019 dikurangi," katanya.
Selain itu, Faisal menambahkan pemerintah juga menyadari jelang pemilihan umum (pemilu) tahun depan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak ekspansif belanjanya. Kali ini lebih banyak dijaga belanjanya.
"Pendapatan tidak dikerek, naik pajaknya. Ini bagus tidak semakin membuat kondisinya memburuk. Pemerintah sadar gasnya harus dikurangi, itu saja," pungkasnya.
(ven)