Penyaluran Kredit September Capai Rp5.137 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, penyaluran kredit perbankan pada periode September 2018 tercatat Rp5.137,2 trilun atau tumbuh 12,4% (yoy), Iebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11,9% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit terjadi pada debitur korporasi dan debitur perorangan dengan pangsa masing-masing 50,1% dan 45,6% dari total kredit.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, mengatakan pertumbuhan kredit korporasi tercatat sebesar 14,3% (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 13,8% (yoy). Demikian juga kredit untuk debitur perorangan tumbuh 10,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 9,8% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan terjadi pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi. "Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat tumbuh meningkat dari 12,6% (yoy) menjadi 13,5% (yoy) terutama disebabkan akselerasi penyaluran KMK pada sektor Perdagangan, Hotel, Restoran (PHR) dan sektor industri pengolahan," ujar Agusman di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Sedangkan KMK Sektor PHR mencatat akselerasi pertumbuhan dari 10,1% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi sebesar 11,5% (yoy). Menurut dia, akselerasi tersebut terutama didorong KMK yang disalurkan kepada perusahaan perdagangan eceran makanan, minuman, dan tembakau di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
Akselerasi pertumbuhan juga didorong oleh KMK yang disalurkan untuk sektor industri pengolahan yang tercatat mengalami kenaikan dari 12,4% (yoy) menjadi 13,9% (yoy), didorong oleh pertumbuhan subsektor industri pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil di Jawa Barat serta subsektor industri pupuk di wilayah Jawa Timur. Kredit konsumsi (KK) pada September 2018 tumbuh 11,5% (yoy), Iebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 11,3% (yoy) terutama disebabkan akselerasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan kredit multiguna (yoy).
Dia menjelaskan, pertumbuhan penyaluran KPR terutama terjadi pada KPR dengan tipe di atas 70 di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penyaluran kredit KKB utamanya untuk kepemilikan sepeda motor di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sementara itu, kredit investasi (KI) tumbuh stabil sebesar 11,3% (yoy) yang disebabkan akselerasi pertumbuhan kredit PHR yang diimbangi dengan perlambatan pertumbuhan kredit pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Di tengah akselerasi penyaluran kredit, sambung dia, kredit properti mengalami perlambatan dari 15,5% (yoy), menjadi 14,8% (yoy), terutama disebabkan kredit konstruksi dan kredit real estat. "Pertumbuhan kredit konstruksi melambat dari 19,2% (yoy) menjadi 18,0% (yoy) terutama pada konstruksi bangunan jalan raya di Jawa Barat dan Jawa Timur," jelasnya.
Perlambatan kredit real estat bulan September 2018 sebesar 10,0% (yoy) dari 12,5% (yoy) bulan sebelumnya, disebabkan perlambatan pada real estat gedung perkantoran di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, penyaluran kredit pada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tercatat mengalami peningkatan.
Posisi kredit UMKM pada September 2018 sebesar Rp925,5 triliun atau tumbuh 9,4% (yoy), lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh 8,5% (yoy). Menurut Agusman, kenaikan kredit UMKM terjadi baik dalam bentuk modal kerja maupun investasi.
Berdasarkan skala usahanya, pertumbuhan kredit untuk skala menengah mendorong pertumbuhan kredit UMKM dengan pertumbuhan 5,2% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 3,4% (yoy), disusul kredit usaha mikro yang meningkat dari 15,1% (yoy) menjadi 15,3% (yoy) pada September 2018. Kredit UMKM skala kecil tumbuh melambat dari 11,1% (yoy) pada Agustus 2018 menjadi 10,9% (yoy) pada bulan September.
Disisi lain, transmisi peningkatan suku bunga kebijakan Bank Indonesia terus belanjut. Pada September 2018, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka mengalami kenaikan, terutama pada tenor jangka pendek 1, 3 dan 6 bulan yang tercatat masing-masing sebesar 6,32%, 6,26%, dan 6,56%, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,20%, 6,12%, dan 6,37%.
Sementara itu, kenaikan suku bunga simpanan berjangka tenor panjang 12 dan 24 bulan relatif Iebih terbatas, dari masing-masing sebesar 6,24% dan 6,76% menjadi 6,25% dan 6,80% pada September 2018. "Demikian halnya dengan rata-rata tertimbang suku bunga kredit yang meningkat terbatas sebesar 7 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 11,01% pada September 2018," urainya.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, prediksi kredit tahun ini hanya mampu tumbuh dikisaran 8,5-9%. Hal tersebut disebabkan oleh resiko usaha naik sehingga bank lebih selektif salurkan kreditnya. "Bank juga tengah mengalami pengetatan likuiditas dengan Loan to Deposito Ratio (LDR) dikisaran 94% atau berada diatas target Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)," ujar Bhima saat dihubungi, Rabu (31/10).
Sementara dari sisi pengusaha, mereka menahan diri untuk mencairkan komitmen pinjamannya dengan alasan kenaikan bunga kredit, naiknya biaya produksi akibat pelemahan kurs rupiah dan lambatnya konsumsi rumah tangga. "Jadi pertumbuhan kredit dobel digit hampir mustahil tahun ini dan tahun 2019," tandasnya.
Peneliti Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menambahkan, sejak awal tahun lalu CORE memperkirakan kredit tahun ini akan berada dikisaran 11 -12% yang ditopang oleh membaiknya harga komoditas. "Selama tiga bulan terakhir tahun ini diperkirakan kredit akan sedikit melambat," kata Piter saat dihubungi.
Hal ini setidaknya sudah ditunjukan oleh penurunan investasi pada kuartal III-2018. Penurunan investasi ini menurut dia menggambarkan perlambatan permintaan kredit. "Perlambatan ini akan berlanjut sampai dengan kuartal IV 2018," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, mengatakan pertumbuhan kredit korporasi tercatat sebesar 14,3% (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 13,8% (yoy). Demikian juga kredit untuk debitur perorangan tumbuh 10,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 9,8% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan terjadi pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi. "Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat tumbuh meningkat dari 12,6% (yoy) menjadi 13,5% (yoy) terutama disebabkan akselerasi penyaluran KMK pada sektor Perdagangan, Hotel, Restoran (PHR) dan sektor industri pengolahan," ujar Agusman di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Sedangkan KMK Sektor PHR mencatat akselerasi pertumbuhan dari 10,1% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi sebesar 11,5% (yoy). Menurut dia, akselerasi tersebut terutama didorong KMK yang disalurkan kepada perusahaan perdagangan eceran makanan, minuman, dan tembakau di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
Akselerasi pertumbuhan juga didorong oleh KMK yang disalurkan untuk sektor industri pengolahan yang tercatat mengalami kenaikan dari 12,4% (yoy) menjadi 13,9% (yoy), didorong oleh pertumbuhan subsektor industri pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil di Jawa Barat serta subsektor industri pupuk di wilayah Jawa Timur. Kredit konsumsi (KK) pada September 2018 tumbuh 11,5% (yoy), Iebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 11,3% (yoy) terutama disebabkan akselerasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan kredit multiguna (yoy).
Dia menjelaskan, pertumbuhan penyaluran KPR terutama terjadi pada KPR dengan tipe di atas 70 di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penyaluran kredit KKB utamanya untuk kepemilikan sepeda motor di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sementara itu, kredit investasi (KI) tumbuh stabil sebesar 11,3% (yoy) yang disebabkan akselerasi pertumbuhan kredit PHR yang diimbangi dengan perlambatan pertumbuhan kredit pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Di tengah akselerasi penyaluran kredit, sambung dia, kredit properti mengalami perlambatan dari 15,5% (yoy), menjadi 14,8% (yoy), terutama disebabkan kredit konstruksi dan kredit real estat. "Pertumbuhan kredit konstruksi melambat dari 19,2% (yoy) menjadi 18,0% (yoy) terutama pada konstruksi bangunan jalan raya di Jawa Barat dan Jawa Timur," jelasnya.
Perlambatan kredit real estat bulan September 2018 sebesar 10,0% (yoy) dari 12,5% (yoy) bulan sebelumnya, disebabkan perlambatan pada real estat gedung perkantoran di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, penyaluran kredit pada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tercatat mengalami peningkatan.
Posisi kredit UMKM pada September 2018 sebesar Rp925,5 triliun atau tumbuh 9,4% (yoy), lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh 8,5% (yoy). Menurut Agusman, kenaikan kredit UMKM terjadi baik dalam bentuk modal kerja maupun investasi.
Berdasarkan skala usahanya, pertumbuhan kredit untuk skala menengah mendorong pertumbuhan kredit UMKM dengan pertumbuhan 5,2% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 3,4% (yoy), disusul kredit usaha mikro yang meningkat dari 15,1% (yoy) menjadi 15,3% (yoy) pada September 2018. Kredit UMKM skala kecil tumbuh melambat dari 11,1% (yoy) pada Agustus 2018 menjadi 10,9% (yoy) pada bulan September.
Disisi lain, transmisi peningkatan suku bunga kebijakan Bank Indonesia terus belanjut. Pada September 2018, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka mengalami kenaikan, terutama pada tenor jangka pendek 1, 3 dan 6 bulan yang tercatat masing-masing sebesar 6,32%, 6,26%, dan 6,56%, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,20%, 6,12%, dan 6,37%.
Sementara itu, kenaikan suku bunga simpanan berjangka tenor panjang 12 dan 24 bulan relatif Iebih terbatas, dari masing-masing sebesar 6,24% dan 6,76% menjadi 6,25% dan 6,80% pada September 2018. "Demikian halnya dengan rata-rata tertimbang suku bunga kredit yang meningkat terbatas sebesar 7 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 11,01% pada September 2018," urainya.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, prediksi kredit tahun ini hanya mampu tumbuh dikisaran 8,5-9%. Hal tersebut disebabkan oleh resiko usaha naik sehingga bank lebih selektif salurkan kreditnya. "Bank juga tengah mengalami pengetatan likuiditas dengan Loan to Deposito Ratio (LDR) dikisaran 94% atau berada diatas target Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)," ujar Bhima saat dihubungi, Rabu (31/10).
Sementara dari sisi pengusaha, mereka menahan diri untuk mencairkan komitmen pinjamannya dengan alasan kenaikan bunga kredit, naiknya biaya produksi akibat pelemahan kurs rupiah dan lambatnya konsumsi rumah tangga. "Jadi pertumbuhan kredit dobel digit hampir mustahil tahun ini dan tahun 2019," tandasnya.
Peneliti Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menambahkan, sejak awal tahun lalu CORE memperkirakan kredit tahun ini akan berada dikisaran 11 -12% yang ditopang oleh membaiknya harga komoditas. "Selama tiga bulan terakhir tahun ini diperkirakan kredit akan sedikit melambat," kata Piter saat dihubungi.
Hal ini setidaknya sudah ditunjukan oleh penurunan investasi pada kuartal III-2018. Penurunan investasi ini menurut dia menggambarkan perlambatan permintaan kredit. "Perlambatan ini akan berlanjut sampai dengan kuartal IV 2018," pungkasnya.
(ven)