Antisipasi Revolusi Industri, Sektor Ketenagakerjaan Butuh Perubahan
A
A
A
JAKARTA - Transformasi dunia dari revolusi ketiga menuju revolusi keempat, perlahan tapi pasti telah mendorong sebuah terobosan teknologi. Hal tersebut menggeser batas antara tugas kerja yang dilakukan oleh manusia dan yang dilakukan oleh mekanisasi mesin.
Hal ini mempengaruhi bentuk hubungan ketenagakerjaan, pasar kerja global dan kebijakan yang mengaturnya. Transformasi besar akan kebijakan dan praktek ketenagakerjaan tidak dapat dihindarkan untuk mengantisipasi revolusi industri.
"Kita harus menaikkan rating human development index di bawah 36 untuk mengejar ketertinggalan. Terkait dengan ini, efisiensi pasar tenaga kerja masih dinilai sangat rendah, ratingnya 108 dari 137 negara," ujar Staf Ahli Menteri Perindustrian (Menperin) Bidang Peningkatan dan Penggunaan Produk Dalam Negeri Imam Haryono di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Transformasi ini dinilai bila dilakukan dengan perencanaan yang tepat, bakal meningkatkan produktivitas kerja. Lalu akhirnya tingkat kualitas hidup menjadi lebih baik. Tetapi, jika salah mengelola dan mengambil kebijakan bisa jadi menimbulkan resiko akan adanya kesenjangan keterampilan yang semakin melebar.
Khususnya mengenai skill dan kemampuan khusus untuk tetap bertahan di era digital. "Saat ini kita masuk revolusi industri 4.0 sejak 2011. Peningkatan upah lebih cepat dari produktivitas, ini pekerjaan rumah kita," paparnya.
Sementara itu, semua stakeholder juga harus menyadari bahwa kesenjangan keterampilan semakin melebar, ketimpangan lebih besar serta polarisasi lebih luas. Sehingga, menjadi musibah bagi peningkatan kesejahteraan sosial.
Hal ini mempengaruhi bentuk hubungan ketenagakerjaan, pasar kerja global dan kebijakan yang mengaturnya. Transformasi besar akan kebijakan dan praktek ketenagakerjaan tidak dapat dihindarkan untuk mengantisipasi revolusi industri.
"Kita harus menaikkan rating human development index di bawah 36 untuk mengejar ketertinggalan. Terkait dengan ini, efisiensi pasar tenaga kerja masih dinilai sangat rendah, ratingnya 108 dari 137 negara," ujar Staf Ahli Menteri Perindustrian (Menperin) Bidang Peningkatan dan Penggunaan Produk Dalam Negeri Imam Haryono di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Transformasi ini dinilai bila dilakukan dengan perencanaan yang tepat, bakal meningkatkan produktivitas kerja. Lalu akhirnya tingkat kualitas hidup menjadi lebih baik. Tetapi, jika salah mengelola dan mengambil kebijakan bisa jadi menimbulkan resiko akan adanya kesenjangan keterampilan yang semakin melebar.
Khususnya mengenai skill dan kemampuan khusus untuk tetap bertahan di era digital. "Saat ini kita masuk revolusi industri 4.0 sejak 2011. Peningkatan upah lebih cepat dari produktivitas, ini pekerjaan rumah kita," paparnya.
Sementara itu, semua stakeholder juga harus menyadari bahwa kesenjangan keterampilan semakin melebar, ketimpangan lebih besar serta polarisasi lebih luas. Sehingga, menjadi musibah bagi peningkatan kesejahteraan sosial.
(akr)