Soal Pajak, Sri Mulyani Sebut Jangan Berpikir Segalanya Bisa Gratis

Rabu, 14 November 2018 - 17:33 WIB
Soal Pajak, Sri Mulyani...
Soal Pajak, Sri Mulyani Sebut Jangan Berpikir Segalanya Bisa Gratis
A A A
DEPOK - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyayangkan masih rendahnya kepatuhan membayar pajak di Indonesia. Padahal menurut Menkeu, pembangunan dan kualitas pelayanan masyarakat sangat tergantung dari uang yang dikumpulkan salah satunya melalui perpajakan.

Ironisnya, lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu banyak pihak yang menuntut Pemerintah menyediakan fasilitas dan kualitas hidup seperti negara maju lainnya. Menkeu mencontohkan negara-negara Nordik seperti Finlandia, Swiss, Norwegia dan Denmark ternyata masyarakat membayar pajak sampai sebesar 70% dari pendapatannya.

Dari kontribusi masyarakat membayar pajak tersebut, terang dia Pemerintah di negara-negara itu mampu menyediakan fasilitas kelahiran, pendidikan dan kematian secara cuma-cuma. “Dari mulai lahir gratis, sekolah gratis, perguruan tinggi gratis, mati gratis, tapi sebetulnya ibunya yang bayar melalui pajak. So jangan pernah berpikir bahwa segala sesuatu bisa gratis. There is no free lunch in this world,” jelas Sri Mulyani di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (14/11/2018).

Ia juga mendorong agar para mahasiswa mampu berpikir kritis dan lebih perduli dengan lingkungan sekitar dan negaranya. Tak hanya itu, Menkeu juga menyoroti kondisi dimana masih banyak pihak mengeluhkan pajak yang dikenakan Pemerintah kepada masyarakat. Padahal dengan semakin sedikit orang yang membayar pajak, maka semakin banyak orang yang akan menjadi free-rider (menikmati fasilitas negara tanpa berkontribusi).

Bahkan dengan revenue yang masih rendah tersebut, terang dia berdampak pada kemampuan negara untuk mengalokasikan dananya pada sektor dan isu prioritas. “Kalau disini banyak orang yang banyak mengeluh apakah kita membayar pajak atau tidak, Indonesia itu collecting less than 15%,” ungkapnya.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, revenue Indonesia masih rendah. Misalnya China mampu mengumpulkan pendapatan negara sebesar 27%, dan bahkan Jerman mengumpulkan pendapatan negaranya sebesar 44% dari Produk Domestik Bruto-nya. “Coba kita bandingkan dengan negara lain, dimana mereka bisa collect more. Contoh China 27%, Germany 44% dari GDP di-collected oleh Pemerintah,” paparnya.

“Penerimaan Republik Indonesia dari pajak, bea cukai dan penerimaan negara bukan pajak itu masih di bawah average garis rata-rata. Dan tentu ini yang menggambarkan fiskal space kita terbatas. Kita collecting revenue ini tahun 2016 hanya 14,1% dan kita belanja hanya sebesar 16,6% dari GDP Indonesia,” sambung Menkeu Sri Mulyani

Untuk meningkatkan kepatuhan warga negara membayar pajak dan memperbaiki database wajib pajak di Indonesia, Kemenkeu tidak henti-hentinya melakukan reformasi perpajakan. Beberapa kebijakan yang dilakukan akhir-akhir ini antara lain melalui tax amnesty tahun 2016 dan kerjasama antar negara melalui Sistem Automatic Exchange of Information (AEoI) dalam rangka melacak pengemplang pajak di luar negeri.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0644 seconds (0.1#10.140)