Cetak SDM Industri Kompeten, Kemenperin Fokus Pendidikan Vokasi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus pada peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dalam upaya menopang implementasi industri 4.0. Langkah strategis ini diharapkan dapat memacu produktivitas dan inovasi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Setelah fokus membangun infrastruktur, pemerintah kini tengah menyiapkan SDM yang terampil dan berkualitas sesuai kebutuhan dunia kerja atau industri sekarang," ujad Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Haris menyampaikan, Kemenperin telah menjalankan berbagai program dalam upaya pengembangan SDM industri yang kompeten. Langkah strategis itu antara lain melalui pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang menerapkan sistem ganda (praktik dan teori). Selain itu, pembangunan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri.
"Untuk itu, kami terus mengajak keterlibatan dunia industri agar bisa mendukung pelaksanaan program pendidikan vokasi secara dual system, seperti yang diterapkan di Jerman, Austria, dan Swiss. Kita perlu mengadopsinya untuk dikembangkan dengan pola yang ada di Indonesia," paparnya.
Kemenperin juga telah meluncurkan program link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri di beberapa wilayah Indonesia. Selanjutnya, diklat 3in1, pembangunan infrastruktur dan sertifikasi kompetensi, serta mencetak SDM industri 4.0.
Pada program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri, Kemenperin telah menggandeng sebanyak 609 industri dan 1.753 SMK. Kegiatan ini akan terus digulirkan, dengan target menciptakan 1 juta tenaga kerja yang tersertfikasi pada tahun 2019.
Dari program pendidikan vokasi itu, Kemenperin sudah melakukan penyelarasan sebanyak 35 program studi yang dibutuhkan industri saat ini untuk diterapkan pada kurikulum di SMK.
"Kami mendesain ulang kurikulum yang konvensional untuk diperbarui sesuai dengan industri 4.0. Program studi itu di antaranya teknik ototronik, audio video, dan robotik yang dibutuhkan oleh sektor industri automotif," imbuhnya.
Sekjen menjelaskan, program-program tersebut sejalan dengan penerapan roadmap Making Indonesia 4.0, yang salah satu prioritasnya adalah peningkatan kualitas SDM. "Merujuk arah peta jalan tersebut, Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM)," tuturnya.
Haris menambahkan, penggunaan teknologi industri 4.0 yang diperlukan, di antaranya berbasis pada artificial intelegent, internet of things, wearable (augmented reality atau virtual reality), advance robotic dan 3D printing.
"Teknologi tersebut mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas agar industri nasional mempunyai daya saing di pasar domestik maupun global," ungkapnya.
Saat ini, daya saing industri nasional semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada nilai tambah industri, indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.
Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai USD202,82 miliar menjadi USD236,69 miliar di semester I/2018. Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, saat ini diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, dengan peringkat Indonesia yang naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018.
Kemudian, merujuk data TheUnited Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018. Selain itu, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84% pada tahun 2018.
"Setelah fokus membangun infrastruktur, pemerintah kini tengah menyiapkan SDM yang terampil dan berkualitas sesuai kebutuhan dunia kerja atau industri sekarang," ujad Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Haris menyampaikan, Kemenperin telah menjalankan berbagai program dalam upaya pengembangan SDM industri yang kompeten. Langkah strategis itu antara lain melalui pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang menerapkan sistem ganda (praktik dan teori). Selain itu, pembangunan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri.
"Untuk itu, kami terus mengajak keterlibatan dunia industri agar bisa mendukung pelaksanaan program pendidikan vokasi secara dual system, seperti yang diterapkan di Jerman, Austria, dan Swiss. Kita perlu mengadopsinya untuk dikembangkan dengan pola yang ada di Indonesia," paparnya.
Kemenperin juga telah meluncurkan program link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri di beberapa wilayah Indonesia. Selanjutnya, diklat 3in1, pembangunan infrastruktur dan sertifikasi kompetensi, serta mencetak SDM industri 4.0.
Pada program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri, Kemenperin telah menggandeng sebanyak 609 industri dan 1.753 SMK. Kegiatan ini akan terus digulirkan, dengan target menciptakan 1 juta tenaga kerja yang tersertfikasi pada tahun 2019.
Dari program pendidikan vokasi itu, Kemenperin sudah melakukan penyelarasan sebanyak 35 program studi yang dibutuhkan industri saat ini untuk diterapkan pada kurikulum di SMK.
"Kami mendesain ulang kurikulum yang konvensional untuk diperbarui sesuai dengan industri 4.0. Program studi itu di antaranya teknik ototronik, audio video, dan robotik yang dibutuhkan oleh sektor industri automotif," imbuhnya.
Sekjen menjelaskan, program-program tersebut sejalan dengan penerapan roadmap Making Indonesia 4.0, yang salah satu prioritasnya adalah peningkatan kualitas SDM. "Merujuk arah peta jalan tersebut, Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM)," tuturnya.
Haris menambahkan, penggunaan teknologi industri 4.0 yang diperlukan, di antaranya berbasis pada artificial intelegent, internet of things, wearable (augmented reality atau virtual reality), advance robotic dan 3D printing.
"Teknologi tersebut mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas agar industri nasional mempunyai daya saing di pasar domestik maupun global," ungkapnya.
Saat ini, daya saing industri nasional semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada nilai tambah industri, indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.
Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai USD202,82 miliar menjadi USD236,69 miliar di semester I/2018. Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, saat ini diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, dengan peringkat Indonesia yang naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018.
Kemudian, merujuk data TheUnited Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018. Selain itu, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84% pada tahun 2018.
(fjo)