Fintech Syariah Tingkatkan Pasar Keuangan Domestik
A
A
A
SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, pemanfaatan teknologi digital melalui financial technology (fintech) syariah dapat meningkatkan jangkauan pasar keuangan syariah domestik sehingga inklusi keuangan syariah dapat terus meningkat.
Pemanfaatan fintech ini dapat menjadi komplementer yang memperkuat sektor perbankan syariah Indonesia serta dapat mendukung pembiayaan syariah yang dibutuhkan dalam pengembangan dynamic halal value chain.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng mengatakan, pemanfaatan teknologi digital melalui fintech syariah menjadi salah satu peluang bagi Indonesia untuk menjaga daya saing negara. Jika dilihat dari sisi keuangan sosial syariah, pemanfaatan teknologi digital dapat menghasilkan pengumpulan maupun penyaluran dana sosial syariah yang lebih cepat dan efisien dengan jangkauan yang lebih luas.
Selain itu, keluasan cakupan implementasi Fintech syariah ini tidak hanya membuka peluang keuangan inklusif, namun juga membuka berbagai peluang usaha syariah lainnya untuk ikut berkembang.
"Saat ini beberapa lembaga amil zakat di Indonesia telah menawarkan layanan digital untuk pembayaran zakat serta penyaluran shadaqah dan infaq. Bahkan pemanfaatan teknologi blockchain dapat sangat meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan dana sosial syariah ini," kata Sugeng di Surabaya, Rabu (12/12/2018).
Perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi juga berjalan di seluruh sektor. Dari sisi sektor riil, sistem produksi dan rantai nilainya dalam sektor industri halal telah mengalami perubahan yang cukup signifikan, antara lain pada tingkat efisiensi proses dengan adanya penerapan teknologi digital.
Berdasarkan Global Islamic Economy Report, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai pasar terbesar produk makanan halal secara global. Dengan telah diakuinya sertifikat halal Indonesia di berbagai negara dunia, maka telah memberikan peluang peningkatan ekspor makanan halal Indonesia ke negara lain.
"Dan agar Indonesia dapat memanfaatkan peluang dan menjadi pemain di kancah global, maka sektor industri makanan halal Indonesia harus dapat memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk meningkatkan daya saing produk makanan halal Indonesia," terangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan suatu rantai nilai yang dinamis, atau dynamic halal value chain berbasis digital.
Sugeng menuturkan, Indonesia harus bergerak cepat untuk memanfaatkan sumber daya dan teknolgi inovasi. Pasalnya, dalam hal digitalisasi sektor makanan halal, Uni Emirat Arab telah sangat maju dengan memanfaatkan teknologi blockchain yang memungkinkan proses verifikasi produk makanan halal menjadi sangat cepat dan terandalkan kualitas.
Sementara Thailand juga telah mencanangkan visinya untuk menjadi dapur halal dunia. "Mereka telah memanfaatkan teknologi big data untuk mempercepat proses verifikasi produk makanan halalnya," imbuhnya.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI Anwar Bashori menambahkan, disamping industri makanan halal, industri modest fashion juga memiliki peluang besar dalam mendukung perekonomian domestik. Berdasarkan Global Islamic Economy Report, Indonesia termasuk negara yang memiliki pengeluaran terbesar di sektor modest fashion diperkirakan mencapai USD20 miliar pada 2017.
Hal ini menunjukkan besarnya potensi domestik dan juga potensi ekspor yang dimiliki Indonesia dalam sektor modest fashion. Dalam hal ini, kata Anwar, selain digitalisasi pada rantai nilainya, sektor busana muslim juga memiliki peluang yang sangat besar melalui e-commerce.
"Besarnya potensi e-commerce atau e-tailling di Indonesia yang diperkirakan dapat meningkat mencapai sekitar USD28 miliar pada tahun 2021," imbuhnya.
Maka dari itu, untuk mengembangkan ekonomi digital dan ekonomi syariah nasional diperlukan sinergi dan kerja sama antara pemerintah, otoritas terkait dan pihak industri, pelaku usaha serta masyarakat secara umum. Dengan bersinergi dalam berinovasi, implementasi program pengembangan usaha syariah berbasis digital di Indonesia dapat berjalan secara optimal dan dapat berkontribusi nyata.
Pemanfaatan fintech ini dapat menjadi komplementer yang memperkuat sektor perbankan syariah Indonesia serta dapat mendukung pembiayaan syariah yang dibutuhkan dalam pengembangan dynamic halal value chain.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng mengatakan, pemanfaatan teknologi digital melalui fintech syariah menjadi salah satu peluang bagi Indonesia untuk menjaga daya saing negara. Jika dilihat dari sisi keuangan sosial syariah, pemanfaatan teknologi digital dapat menghasilkan pengumpulan maupun penyaluran dana sosial syariah yang lebih cepat dan efisien dengan jangkauan yang lebih luas.
Selain itu, keluasan cakupan implementasi Fintech syariah ini tidak hanya membuka peluang keuangan inklusif, namun juga membuka berbagai peluang usaha syariah lainnya untuk ikut berkembang.
"Saat ini beberapa lembaga amil zakat di Indonesia telah menawarkan layanan digital untuk pembayaran zakat serta penyaluran shadaqah dan infaq. Bahkan pemanfaatan teknologi blockchain dapat sangat meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan dana sosial syariah ini," kata Sugeng di Surabaya, Rabu (12/12/2018).
Perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi juga berjalan di seluruh sektor. Dari sisi sektor riil, sistem produksi dan rantai nilainya dalam sektor industri halal telah mengalami perubahan yang cukup signifikan, antara lain pada tingkat efisiensi proses dengan adanya penerapan teknologi digital.
Berdasarkan Global Islamic Economy Report, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai pasar terbesar produk makanan halal secara global. Dengan telah diakuinya sertifikat halal Indonesia di berbagai negara dunia, maka telah memberikan peluang peningkatan ekspor makanan halal Indonesia ke negara lain.
"Dan agar Indonesia dapat memanfaatkan peluang dan menjadi pemain di kancah global, maka sektor industri makanan halal Indonesia harus dapat memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk meningkatkan daya saing produk makanan halal Indonesia," terangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan suatu rantai nilai yang dinamis, atau dynamic halal value chain berbasis digital.
Sugeng menuturkan, Indonesia harus bergerak cepat untuk memanfaatkan sumber daya dan teknolgi inovasi. Pasalnya, dalam hal digitalisasi sektor makanan halal, Uni Emirat Arab telah sangat maju dengan memanfaatkan teknologi blockchain yang memungkinkan proses verifikasi produk makanan halal menjadi sangat cepat dan terandalkan kualitas.
Sementara Thailand juga telah mencanangkan visinya untuk menjadi dapur halal dunia. "Mereka telah memanfaatkan teknologi big data untuk mempercepat proses verifikasi produk makanan halalnya," imbuhnya.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI Anwar Bashori menambahkan, disamping industri makanan halal, industri modest fashion juga memiliki peluang besar dalam mendukung perekonomian domestik. Berdasarkan Global Islamic Economy Report, Indonesia termasuk negara yang memiliki pengeluaran terbesar di sektor modest fashion diperkirakan mencapai USD20 miliar pada 2017.
Hal ini menunjukkan besarnya potensi domestik dan juga potensi ekspor yang dimiliki Indonesia dalam sektor modest fashion. Dalam hal ini, kata Anwar, selain digitalisasi pada rantai nilainya, sektor busana muslim juga memiliki peluang yang sangat besar melalui e-commerce.
"Besarnya potensi e-commerce atau e-tailling di Indonesia yang diperkirakan dapat meningkat mencapai sekitar USD28 miliar pada tahun 2021," imbuhnya.
Maka dari itu, untuk mengembangkan ekonomi digital dan ekonomi syariah nasional diperlukan sinergi dan kerja sama antara pemerintah, otoritas terkait dan pihak industri, pelaku usaha serta masyarakat secara umum. Dengan bersinergi dalam berinovasi, implementasi program pengembangan usaha syariah berbasis digital di Indonesia dapat berjalan secara optimal dan dapat berkontribusi nyata.
(fjo)