Bursa Saham AS Alami Kejatuhan Mingguan Terburuk Dalam Satu Dekade
A
A
A
NEW YORK - Bursa saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street mengalami kejatuhan mingguan terburuk dalam satu dekade, seiring konflik perdagangan dengan China, kenaikan suku bunga dan kemungkinan penutupan pemerintah telah mengguncang pasar. Ketiga indeks utama berakhir lebih rendah, saat Nasdaq terseret ambruknya sektor teknologi mencapai 20%.
Kondisi tersebut menempatkan pasar saham terus bergejolak, sedangkan Dow Jones Industrial Average mencatat penurunan persentase mingguan terbesar sejak 2008. Seperti dilansir BBC, indeks S&P 500 juga merosot hingga 7% sepanjang pekan ini. Angka tersebut secara persentase menjadi kejatuhan mingguan terburuk sejak Agustus 2011 dan penyusutan Nasdaq sebesar 8,36% merupakan yang paling tajam sejak November 2008.
Terpantau Dow Jones turun 6,8% selama seminggu terakhir. Setelah mencetak keuntungan selama bertahun-tahun, investor AS kemudian melarikan diri dari saham, khawatir tentang berbagai faktor muncul yang mungkin bisa memukul keuntungan perusahaan, termasuk memperlambat pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dan luar negeri. Awal pekan ini, Federal Reserve AS menaikkan suku bunga dan mengisyaratkan bahwa akan terus naik tahun depan, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat.
The Fed atau Bank Sentral AS juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2019 menjadi 2,3% atau turun dari 2,5% yang diprediksi pada September, lalu. Kepala Analis CMC Markets, Michael Hewson mengutarakan bahwa kondisi China sedang mereda sedangkan zona euro melambat. "Ada beberapa indikator ekonomi AS agak lemah baru-baru ini, tetapi The Fed menaikkan suku bunga dan berencana dua kali lagi kenaikan suku bunga disiapkan untuk 2019," terang dia.
Sementara ekonom dari banking group Elliot Clarke menambahkan, politik di Washington semakin meningkatkan ketidakpastian pasar. Ditambah pasar juga terkejut oleh komentar dari penasihat perdagangan Presiden Donald Trump yakni Peter Navarro yang mengatakan kepada surat kabar Nikkei bahwa akan "sulit" bagi AS dan China untuk mencapai perjanjian perdagangan jangka panjang yang akan mengakhiri ketegangan antara keduanya.
Kemajuan
Di sisi lain perdagangan saham akhir pekan mengawali dengan kenaikan, didorong oleh penjualan triwulanan yang lebih kuat dari dua raksasa produsen pakaian olahraga Nike. Investor juga tampak tenang setelah John Williams, presiden dan kepala eksekutif Federal Reserve Bank New York mengatakan bank sentral akan mempertimbangkan gejolak pasar soal keputusan suku bunga di masa depan.
Namun, penjualan sedikit tertahan pada sore hari dengan beberapa perusahaan teknologi besar yang memimpin reli pasar awal tahun ini mengalami beberapa kejatuhan yang paling dalam. Facebook dan Twitter keduanya jatuh lebih dari 6%, Amazon turun lebih dari 5%, sementara Apple dan Microsoft tergelincir lebih dari 3%. Hingga akhir sesi perdagangan, Jumat (21/12) waktu setempat, Wall Street turun tajam dalam perdagangan yang fluktuatif.
Dow Jones Industrial Average turun 414,23 poin yang setara dengan 1,81% menjadi 22.445,37. Sedangkan S&P 500 kehilangan 50,84 poin atau 2,06% ke level 2.416,58 untuk mengiringi kejatuhan komposit Nasdaq hingga 195,41 poin atau 2,99% serta terkapar di posisi 6.333,00.
Kondisi tersebut menempatkan pasar saham terus bergejolak, sedangkan Dow Jones Industrial Average mencatat penurunan persentase mingguan terbesar sejak 2008. Seperti dilansir BBC, indeks S&P 500 juga merosot hingga 7% sepanjang pekan ini. Angka tersebut secara persentase menjadi kejatuhan mingguan terburuk sejak Agustus 2011 dan penyusutan Nasdaq sebesar 8,36% merupakan yang paling tajam sejak November 2008.
Terpantau Dow Jones turun 6,8% selama seminggu terakhir. Setelah mencetak keuntungan selama bertahun-tahun, investor AS kemudian melarikan diri dari saham, khawatir tentang berbagai faktor muncul yang mungkin bisa memukul keuntungan perusahaan, termasuk memperlambat pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dan luar negeri. Awal pekan ini, Federal Reserve AS menaikkan suku bunga dan mengisyaratkan bahwa akan terus naik tahun depan, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat.
The Fed atau Bank Sentral AS juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2019 menjadi 2,3% atau turun dari 2,5% yang diprediksi pada September, lalu. Kepala Analis CMC Markets, Michael Hewson mengutarakan bahwa kondisi China sedang mereda sedangkan zona euro melambat. "Ada beberapa indikator ekonomi AS agak lemah baru-baru ini, tetapi The Fed menaikkan suku bunga dan berencana dua kali lagi kenaikan suku bunga disiapkan untuk 2019," terang dia.
Sementara ekonom dari banking group Elliot Clarke menambahkan, politik di Washington semakin meningkatkan ketidakpastian pasar. Ditambah pasar juga terkejut oleh komentar dari penasihat perdagangan Presiden Donald Trump yakni Peter Navarro yang mengatakan kepada surat kabar Nikkei bahwa akan "sulit" bagi AS dan China untuk mencapai perjanjian perdagangan jangka panjang yang akan mengakhiri ketegangan antara keduanya.
Kemajuan
Di sisi lain perdagangan saham akhir pekan mengawali dengan kenaikan, didorong oleh penjualan triwulanan yang lebih kuat dari dua raksasa produsen pakaian olahraga Nike. Investor juga tampak tenang setelah John Williams, presiden dan kepala eksekutif Federal Reserve Bank New York mengatakan bank sentral akan mempertimbangkan gejolak pasar soal keputusan suku bunga di masa depan.
Namun, penjualan sedikit tertahan pada sore hari dengan beberapa perusahaan teknologi besar yang memimpin reli pasar awal tahun ini mengalami beberapa kejatuhan yang paling dalam. Facebook dan Twitter keduanya jatuh lebih dari 6%, Amazon turun lebih dari 5%, sementara Apple dan Microsoft tergelincir lebih dari 3%. Hingga akhir sesi perdagangan, Jumat (21/12) waktu setempat, Wall Street turun tajam dalam perdagangan yang fluktuatif.
Dow Jones Industrial Average turun 414,23 poin yang setara dengan 1,81% menjadi 22.445,37. Sedangkan S&P 500 kehilangan 50,84 poin atau 2,06% ke level 2.416,58 untuk mengiringi kejatuhan komposit Nasdaq hingga 195,41 poin atau 2,99% serta terkapar di posisi 6.333,00.
(akr)