Tiga Hoax dan Tiga Fakta Terkait Divestasi Freeport
A
A
A
JAKARTA - Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) telah berhasil menjadi pengendali PT Freeport Indonesia (PTFI), perusahaan tambang dengan deposit emas terbesar di dunia di Papua, setelah 51 tahun perushaan tersebut berada dalam kendali perusahaan Amerika Serikat Freeport McMoRan.
Namun banyak beredar hoax seputar proses tersebut yang disebar oleh pengamat. Berikut informasi sesat dan fakta yang sebenarnya.
Hoax: Tambang PTFI digadaikan ke asing. Jika Inalum gagal melunasi obligasi global untuk membeli PTFI, tambang tersebut akan jatuh ke investor asing.
Fakta: Menurut dokumen Inalum, tidak ada asset atau saham Inalum dan anak usaha perusahaan, termasuk PTFI, yang digadaikan untuk mendapatkan US$ 4 miliar. Obligasi tersebut terdiri atas 4 seri, dengan tenor terpendek 3 tahun dan paling panjang 30 tahun. Kupon obligasi ini ditetapkan fixed pada rata-rata 5,991%.
Setiap tahunnya, rata-rata Inalum hanya diwajibkan membayar kupon senilai Rp1.7 triliun. Dengan pendapatan setiap tahun diprediksi sekitar Rp60 triliun, Inalum memiliki kemampuan yang besar untuk membayar kupon tersebut.
Jika meminjam bank, ada resiko bunga semakin mahal dan harus membayar pokok cicilan. Sehingga, apa yang dibayar Inalum bisa jauh lebih besar dari Rp1.7 triliun. Bank juga mewajibkan adanya asset atau saham yang harus digadaikan.
Hoax: Inalum membeli tanah air sendiri karena tambang PTFI ada di Indonesia
Fakta: Berdasarkan dokumen Inalum, yang dibeli adalah perusahaan, bukan cadangan yang dimiliki oleh PTFI di mana PTFI sudah mengantongi izin komersil untuk menambang di Grasberg sejak 51 tahun yang lalu. Pemerintah juga tersandera oleh kontrak PTFI yang dibuat di zaman Soeharto sehingga ketika kontrak berakhir maka hanya ada dua opsi: perpanjang hingga 2041 atau pemerintah digugat di pengadilan internasional.
Tidak ada jaminan pemerintah akan menang di pengadilan tersebut, dan jika kalah akan diwajibkan membayar ganti rugi senilai puluhan triliun rupiah.
Kontrak Freeport tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas (migas), yang jika konsesi berakhir maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina. Dalam peralihan disektor migas pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah setelah sebelumnya membayar kontraktor lewat skema cost recovery senilai miliaran dollar AS per tahunnya.
Hoax: Harga yang dibayarkan Inalum kemahalan
Fakta: Inalum membayar US$3.85 miliar atau Rp55 triliun untuk meningkatkan kepemilikan di PTFI dari 9.36% menjadi 51.2%. Apa yang didapat? Kekayaan tambang senilai Rp2,400 triliun dan laba bersih sebesar Rp29 triliun per tahun setelah 2022.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) pernah melakukan proyeksi harga pada tahun 2017 dan hasilnya lebih mahal. Menurut studi IAGI, harga untuk menjadi mayoritas diperkirakan sebesar US$4.5 miliar atau Rp65 triliun.
Pada tahun 2015, Freeport McMoran mengajukan harga US$12.15 miliar untuk meningkatkan kepemilikan Indonesia menjadi 51% kepada Kementerian ESDM, yang kemudian ditawar menjadi US$4.5 miliar. Angka hasil valuasi konsultan keuangan Morgan Stanley di awal tahun adalah US$4.67 miliar.
Namun banyak beredar hoax seputar proses tersebut yang disebar oleh pengamat. Berikut informasi sesat dan fakta yang sebenarnya.
Hoax: Tambang PTFI digadaikan ke asing. Jika Inalum gagal melunasi obligasi global untuk membeli PTFI, tambang tersebut akan jatuh ke investor asing.
Fakta: Menurut dokumen Inalum, tidak ada asset atau saham Inalum dan anak usaha perusahaan, termasuk PTFI, yang digadaikan untuk mendapatkan US$ 4 miliar. Obligasi tersebut terdiri atas 4 seri, dengan tenor terpendek 3 tahun dan paling panjang 30 tahun. Kupon obligasi ini ditetapkan fixed pada rata-rata 5,991%.
Setiap tahunnya, rata-rata Inalum hanya diwajibkan membayar kupon senilai Rp1.7 triliun. Dengan pendapatan setiap tahun diprediksi sekitar Rp60 triliun, Inalum memiliki kemampuan yang besar untuk membayar kupon tersebut.
Jika meminjam bank, ada resiko bunga semakin mahal dan harus membayar pokok cicilan. Sehingga, apa yang dibayar Inalum bisa jauh lebih besar dari Rp1.7 triliun. Bank juga mewajibkan adanya asset atau saham yang harus digadaikan.
Hoax: Inalum membeli tanah air sendiri karena tambang PTFI ada di Indonesia
Fakta: Berdasarkan dokumen Inalum, yang dibeli adalah perusahaan, bukan cadangan yang dimiliki oleh PTFI di mana PTFI sudah mengantongi izin komersil untuk menambang di Grasberg sejak 51 tahun yang lalu. Pemerintah juga tersandera oleh kontrak PTFI yang dibuat di zaman Soeharto sehingga ketika kontrak berakhir maka hanya ada dua opsi: perpanjang hingga 2041 atau pemerintah digugat di pengadilan internasional.
Tidak ada jaminan pemerintah akan menang di pengadilan tersebut, dan jika kalah akan diwajibkan membayar ganti rugi senilai puluhan triliun rupiah.
Kontrak Freeport tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas (migas), yang jika konsesi berakhir maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina. Dalam peralihan disektor migas pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah setelah sebelumnya membayar kontraktor lewat skema cost recovery senilai miliaran dollar AS per tahunnya.
Hoax: Harga yang dibayarkan Inalum kemahalan
Fakta: Inalum membayar US$3.85 miliar atau Rp55 triliun untuk meningkatkan kepemilikan di PTFI dari 9.36% menjadi 51.2%. Apa yang didapat? Kekayaan tambang senilai Rp2,400 triliun dan laba bersih sebesar Rp29 triliun per tahun setelah 2022.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) pernah melakukan proyeksi harga pada tahun 2017 dan hasilnya lebih mahal. Menurut studi IAGI, harga untuk menjadi mayoritas diperkirakan sebesar US$4.5 miliar atau Rp65 triliun.
Pada tahun 2015, Freeport McMoran mengajukan harga US$12.15 miliar untuk meningkatkan kepemilikan Indonesia menjadi 51% kepada Kementerian ESDM, yang kemudian ditawar menjadi US$4.5 miliar. Angka hasil valuasi konsultan keuangan Morgan Stanley di awal tahun adalah US$4.67 miliar.
(akn)