Aksi Demo Supir Truk Tangki BBM Disebut Salah Alamat
A
A
A
JAKARTA - Aksi demonstrasi puluhan mantan sopir yang mengoperasikan mobil tangki PT Pertamina Patra Niaga dinilai salah alamat. Pasalnya, para sopir tersebut adalah pekerja kontrak yang direkrut perusahan swasta penyedia tenaga sopir yang bermitra dengan anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut.
Pengamat energi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, aksi demo mantan awak mobil tangki (AMT) ini juga rawan dipolitisir dikaitkan dengan momentum pilpres saat ini.
"Jika aksi ini tidak ditangani dengan baik oleh para mitra Patra Niaga subkontraktor distribusi BBM, maka akan sangat merugikan Pertamina sebagai korporasi," katanya di Jakarta, Minggu (13/1/2019).
Salamuddin menjelaskan, selama ini masyarakat diarahkan untuk menganggap bahwa para AMT ini adalah karyawan Pertamina. Padahal, mereka adalah pekerja perusahaan lain yang bermitra dengan anak usaha Pertamina, atau menjadi subkontraktor Patra Niaga.
Seharusnya, jika terdapat kesalahan yang dilakukan oleh mitranya Patra Niaga, maka hal ini tidak boleh ditimpakan kepada anak usaha Pertamina tersebut, apalagi ke perusahaan induknya. "Jangan sampai mereka melakukan langkah yang merugikan korporasi Pertamina," tegasnya.
Karena itu, kata dia, yang perlu dilakukan Pertamina dan anak-anak perusahaannya agar masalah ini tidak memberi citra buruk bagi perusahaan migas nasional ini, Pertamina harus mengevaluasi seluruh mitra bisnisnya, terutama mitra yang berhubungan dengan anak perusahaan Pertamina yang khusus menangani SDM outsourcing. Pertamina dan anak-anak perusahananya, tegas dia, harus menerapkan reward and punishment secara tegas dan bijaksana atas mitra-mitra mereka .
"Hal ini akan membantu sehingga tidak merugikan Pertamina, merusak citra Presiden dan kredibilitas direktur utama Pertamina. Dalam tahun politik, isu ini rawan digoreng," tandasnya.
Hal senada dikatakan Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menilai yang menilai demonstrasi mantan sopir tangki Pertamina di depan Istana Negara beberapa waktu lalu salah alamat dan juga salah kaprah. Pasalnya, kata diam persoalan hubungan kerja kontraktual mereka dengan Pertamina telah selesai.
Di sisi lain, kata dia, mantan sopir tangki yang menuntut untuk ditetapkan sebagai karyawan Pertamina juga terlalu berlebihan. "Harusnya jika ingin menuntut menjadi karyawan tetap, maka lebih tepat diajukan ke perusahaan yang dahulu merekrut dan mempekerjakan mereka sebagai sopir tangki," kata Defiyan.
Dia mengatakan, jika diperlukan, Pemerintah dapat membentuk tim investigasi untuk menyelidiki sumber permasalahan disinformasi berkaitan dengan demonstrasi mantan sopir tangki Pertamina yang mempunyai kontrak dengan perusahaan rekanan tersebut. Hal ini menurutnya penting agar tidak menimbulkan opini publik yang buruk atas citra BUMN dan menemukan kemungkinan adanya motif lain dari demonstrasi tersebut.
Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengungkapkan, permasalahan mengenai para AMT ini dimulai saat adanya PHK terhadap 141 orang AMT oleh pihak perusahaan angkutan tempat mereka bernaung akibat tidak memenuhi syarat yang ditetapkan pihak perusahaan angkutan selama masa percobaan.
"Seleksi dan evaluasi itu meliputi tingkat kehadiran kerja, kinerja yang sesuai target, tidak adanya tindakan indisipliner pekerja, dalam usia produktif, kondisi fisik sehat hingga lulus psikotes yang dilakukan lembaga psikologi. Dan semua syarat tersebut ditetapkan oleh pihak perusahaan angkutan, bukan oleh Pertamina Patra Niaga," kata Mamit.
Sementara tuntutan terkait penghapusan sistem outsourcing, hal itu menurutnya juga tidak bisa diterapkan mengingat para AMT ini berada di bawah naungan perusahaan angkutan. Menurutnya, kebijakan menjadikan karyawan tetap oleh pihak perusahaan angkutan bisa dilakukan, tetapi hal itu menjadi kebijakan dari pihak perusahaan angkutan itu sendiri. "Jadi tidak bisa dilakukan penaikan status menjadi karyawan tetap oleh Pertamina Patra Niaga," ucapnya.
Persoalan lain yang juga timbul dari masalah ini adalah terkait nama Serikat Pekerja. Pasalnya, Pertamina Patra Niaga telah memiliki serikat pekerja yang terdaftar secara resmi di Suku Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta dengan nama Serikat Pekerja Pertamina Patra Niaga (SPPN). Namun, para AMT kemudian membentuk lagi sebuah serikat pekerja dengan mencatut nama Pertamina Patra Niaga yakni Serikat Pekerja Awak Mobil Tangki PT Pertamina Patra Niaga.
"Hal ini menjadi masalah karena para AMT sendiri tidak bermitra secara langsung ke Pertamina Patra Niaga, tetapi kepada perusahaan transportasi yang bermitra dengan Pertamina Patra Niaga," tandasnya.
Pengamat energi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, aksi demo mantan awak mobil tangki (AMT) ini juga rawan dipolitisir dikaitkan dengan momentum pilpres saat ini.
"Jika aksi ini tidak ditangani dengan baik oleh para mitra Patra Niaga subkontraktor distribusi BBM, maka akan sangat merugikan Pertamina sebagai korporasi," katanya di Jakarta, Minggu (13/1/2019).
Salamuddin menjelaskan, selama ini masyarakat diarahkan untuk menganggap bahwa para AMT ini adalah karyawan Pertamina. Padahal, mereka adalah pekerja perusahaan lain yang bermitra dengan anak usaha Pertamina, atau menjadi subkontraktor Patra Niaga.
Seharusnya, jika terdapat kesalahan yang dilakukan oleh mitranya Patra Niaga, maka hal ini tidak boleh ditimpakan kepada anak usaha Pertamina tersebut, apalagi ke perusahaan induknya. "Jangan sampai mereka melakukan langkah yang merugikan korporasi Pertamina," tegasnya.
Karena itu, kata dia, yang perlu dilakukan Pertamina dan anak-anak perusahaannya agar masalah ini tidak memberi citra buruk bagi perusahaan migas nasional ini, Pertamina harus mengevaluasi seluruh mitra bisnisnya, terutama mitra yang berhubungan dengan anak perusahaan Pertamina yang khusus menangani SDM outsourcing. Pertamina dan anak-anak perusahananya, tegas dia, harus menerapkan reward and punishment secara tegas dan bijaksana atas mitra-mitra mereka .
"Hal ini akan membantu sehingga tidak merugikan Pertamina, merusak citra Presiden dan kredibilitas direktur utama Pertamina. Dalam tahun politik, isu ini rawan digoreng," tandasnya.
Hal senada dikatakan Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menilai yang menilai demonstrasi mantan sopir tangki Pertamina di depan Istana Negara beberapa waktu lalu salah alamat dan juga salah kaprah. Pasalnya, kata diam persoalan hubungan kerja kontraktual mereka dengan Pertamina telah selesai.
Di sisi lain, kata dia, mantan sopir tangki yang menuntut untuk ditetapkan sebagai karyawan Pertamina juga terlalu berlebihan. "Harusnya jika ingin menuntut menjadi karyawan tetap, maka lebih tepat diajukan ke perusahaan yang dahulu merekrut dan mempekerjakan mereka sebagai sopir tangki," kata Defiyan.
Dia mengatakan, jika diperlukan, Pemerintah dapat membentuk tim investigasi untuk menyelidiki sumber permasalahan disinformasi berkaitan dengan demonstrasi mantan sopir tangki Pertamina yang mempunyai kontrak dengan perusahaan rekanan tersebut. Hal ini menurutnya penting agar tidak menimbulkan opini publik yang buruk atas citra BUMN dan menemukan kemungkinan adanya motif lain dari demonstrasi tersebut.
Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengungkapkan, permasalahan mengenai para AMT ini dimulai saat adanya PHK terhadap 141 orang AMT oleh pihak perusahaan angkutan tempat mereka bernaung akibat tidak memenuhi syarat yang ditetapkan pihak perusahaan angkutan selama masa percobaan.
"Seleksi dan evaluasi itu meliputi tingkat kehadiran kerja, kinerja yang sesuai target, tidak adanya tindakan indisipliner pekerja, dalam usia produktif, kondisi fisik sehat hingga lulus psikotes yang dilakukan lembaga psikologi. Dan semua syarat tersebut ditetapkan oleh pihak perusahaan angkutan, bukan oleh Pertamina Patra Niaga," kata Mamit.
Sementara tuntutan terkait penghapusan sistem outsourcing, hal itu menurutnya juga tidak bisa diterapkan mengingat para AMT ini berada di bawah naungan perusahaan angkutan. Menurutnya, kebijakan menjadikan karyawan tetap oleh pihak perusahaan angkutan bisa dilakukan, tetapi hal itu menjadi kebijakan dari pihak perusahaan angkutan itu sendiri. "Jadi tidak bisa dilakukan penaikan status menjadi karyawan tetap oleh Pertamina Patra Niaga," ucapnya.
Persoalan lain yang juga timbul dari masalah ini adalah terkait nama Serikat Pekerja. Pasalnya, Pertamina Patra Niaga telah memiliki serikat pekerja yang terdaftar secara resmi di Suku Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta dengan nama Serikat Pekerja Pertamina Patra Niaga (SPPN). Namun, para AMT kemudian membentuk lagi sebuah serikat pekerja dengan mencatut nama Pertamina Patra Niaga yakni Serikat Pekerja Awak Mobil Tangki PT Pertamina Patra Niaga.
"Hal ini menjadi masalah karena para AMT sendiri tidak bermitra secara langsung ke Pertamina Patra Niaga, tetapi kepada perusahaan transportasi yang bermitra dengan Pertamina Patra Niaga," tandasnya.
(fjo)