Guncangan Ekonomi RI 2018 Jauh Lebih Besar Dibanding 2013

Selasa, 22 Januari 2019 - 13:49 WIB
Guncangan Ekonomi RI 2018 Jauh Lebih Besar Dibanding 2013
Guncangan Ekonomi RI 2018 Jauh Lebih Besar Dibanding 2013
A A A
JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri menyatakan bahwa guncangan ekonomi yang terjadi pada 2018 jauh lebih besar dibanding pada masanya menjadi Menkeu di 2013. Pasalnya, tekanan yang terjadi di tahun lalu ada dua sedangkan 2013 hanya satu penyebab tekanan tersebut.

Dia mengatakan, pada 2013 tekanan hanya terjadi karena Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan kembali menaikkan suku bunga. Sementara pada 2018, kenaikan suku bunga AS juga dikombinasikan dengan perang dagang.

"2018 itu berat sekali. Karena tekanannya itu dua. Pada waktu 2013 itu penyebabnya hanya satu karena AS mau kembali naikkan bunga. Kalau taro uang di bank, dicari bank mana yang bunganya tinggi. Ini sama kalau AS naikkan bunga, orang pindah kesana. Tapi 2018 itu dikombinasi juga dengan perang dagang," katanya dalam sebuah diskusi bertajuk Forum A1 di Cikini, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

(Baca Juga: Cerita Menkeu Soal Episode Spesial Guncangan Ekonomi RI Tahun Lalu
Pada 2013, harga minyak dunia juga mengalami kenaikan seperti di tahun lalu. Bahkan pada 2013 hingga menyentuh level USD100 per barel. Namun, di 2018 selain harga minyak naik juga ada perang dagang dan ketidakpastian kebijakan dari Presiden AS Donald Trump. "Jadi 2018 itu tahun yang berat sekali, Bu Sri Mulyani terlalu humble mengatakan situasi yang dihadapi. Padahal prestasinya cukup baik," imbuh dia.

Menurutnya, yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi guncangan di tahun lalu sangatlah tepat. Jika terlambat melakukan penyesuaian, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bisa lebih dari Rp15.200 per USD.

"Jadi yang dilakukan pemerintah sampai defisitnya hanya 1,76% itu luar biasa sekali. Pada waktu itu saya terpaksa naikkan harga BBM untuk jaga budget. Kemudian growth kita harus turun dari 6,1% ke 5,8%. Tahun ini bertahan di 5,2% atau 5,1% dimana growthnya stabil dengan kondisi seperti itu. Makanya apa yang terjadi di 2013 kembali terjadi lagi di 2018," tuturnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan, saat 2013 terdapat fenomena Taper Tantrum dimana kala itu Gubernur Bank Sentral AS baru mengumumkan mau menaikkan suku bunga. Padahal kala itu baru sebatas pengumuman dan belum terjadi kenaikan suku bunga AS, namun guncangan sudah terjadi di seluruh negara berkembang (emerging market) termasuk Indonesia.

"Itu menyebabkan Indonesia harus lakukan fiscal adjustment. Defisit naik dan growthnya turun. Kita tidak dalam kondisi taper tantrum, tapi dalam menghadapi suku bunga sudah benar-benar naik. Dan naiknya sudah empat kali. Oleh karena itu, BI mengikuti atau defense dengan naikkan suku bunga 7 kali. Jadi bukan pengumuman saja. tapi growth kita tetap di 5,1% dan defisit kita bukannya naik tapi malah turun. Jadi ini growth tetap terjaga walaupun ada guncangan," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6075 seconds (0.1#10.140)