Pasar Ritel Nasional Terus Alami Penurunan Dua Tahun Terakhir
A
A
A
Beberapa peritel mengumumkan akan menutup gerainya di pasar domestik. Terbaru, supermarket di bawah naungan Hero akan menutup beberapa gerainya, sedangkan Central Department Store di Neo Soho Mall dan Centro Department Store di Plaza Semanggi menutup gerainya.
Dalam kurun dua tahun terakhir, pasar ritel nasional terus diliputi ketidakpastian. Meskipun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim pasar ritel tak terpengaruh daya beli, namun kenyataannya banyak ritel tumbang.
Banyak yang berpendapat, e-commerce menjadi pemicu rontoknya ritel. "Tren belanja e-commerce memang meningkat, tapi jumlahnya masih kecil," tutur ekonom Institute for Development and Finance (Indef) Aviliani.
Mungkin, kata dia, dalam 10 tahun ke depan akan meningkat karena kelas menengah dan milenial mulai menjadi kelas menengah. Menurut Aviliani, apabila ada sektor ritel mati, berarti peritel tidak bisa berinovasi mengikuti pasar.
Aviliani menyarankan agar para peritel mulai berinvestasi untuk menata ulang sistem distribusi dan bisnisnya serta menciptakan customer experience yang menarik.
CEO PT Panen Lestari Internusa (PLI) Handaka Santosa menegaskan, meski banyak ritel bertumbangan, namun perusahaannya akan melakukan ekspansi dengan membuka gerai baru di Medan. Pengelola gerai ritel SOGO ini optimistis pasar ritel konvensional akan terus bertumbuh.
Sebagai gerai ritel terkemuka di Indonesia yang telah berdiri selama hampir 29 tahun, SOGO Department Store selalu berusaha memanjakan para pelanggan setianya dengan beragam pelayanan dan program menarik. Termasuk melakukan inovasi belanja offline dan online.
Namun, Handaka mengingatkan ritel konvensional dan online harus diperlakukan setara. Soal perpajakan dan standar kualitas barang termasuk aspek yang harus sejajar perlakuannya. “SNI (Standar Nasional Indonesia) online bagaimana? Padahal, kalau di kami, barang-barang untuk di bawah usia dua tahun, semua ada SNI-nya,” kata Handaka.
Terkait hitungan pajak, Handaka menuturkan, peritel besar seperti perusahaannya menyumbang pajak besar. Mereka dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 20% untuk setiap meter persegi lahan toko. “Kami sewa di sini (mal), kami bayar pajak dari setiap meter perseginya. Untuk 1 meter persegi saja, kami sudah harus bayar 20%,” tuturnya.
Selain itu, Handaka menyatakan, peritel konvensional juga berkontribusi besar dalam lapangan kerja. Ia memandang ironis jika peritel konvensional justru hanya mendapatkan sedikit perlindungan. Menurut Handaka, pihaknya berencana membuka gerai baru di Medan dengan luas area 10.000 meter persegi. Gerai itu diperkirakan bisa mempekerjakan minimal 400 orang.
Meski penuh tantangan terutama di era digital, Handaka mengaku, peritel konvensional tidak merasa tersaingi dengan toko daring karena pihaknya juga telah merambah sistem online. “Kami tidak takut dengan online, hanya saja kami ingin fairness (keadilan),” katanya.
Sejumlah gerai ritel yang tutup dalam waktu dekat adalah Central Department Store. Terkait penutupan Central Department Store di Neo Soho, Grogol, Jakarta Barat, mulai 18 Februari 2019, Public Relation Manager PT Central Retail Indonesia Dimas Rachmadika Wisnu Wardana mengutarakan, semenjak pusat belanja ini beroperasi, pihaknya selalu berupaya agar toko kedua ini dapat berkembang dengan hasil yang maksimal dari segi bisnis dan komersial.
Namun, lanjut dia, mengamati tren belanja konsumen yang bergeser pada sistem yang lebih cepat dan efisien dan untuk memenuhi kebutuhan customer, pihaknya memusatkan segala sumber daya ke flagship store di Central Department Store Grand Indonesia.
Dimas mengatakan, lebih jauh dalam langkah bisnis pihaknya sedang memperkuat Omni Channel berbelanja Central Department Store yaitu “CENTRAL Chat & Shop” melalui aplikasi messenger seperti WhatsApp dan Line. "Kami mengajak seluruh pelanggan untuk dapat merasakan pengalaman berbelanja di Central melalui Central On Demand atau melalui Line Official Account," sebutnya.
Performa Central Neo Soho, ungkap dia, setiap tahunnya justru tumbuh positif. Ditanya apakah ada kaitannya dengan kalah persaingan dengan toko belanja online yang semakin marak, Dimas mengatakan, sejauh ini peritel online belum memberikan dampak negatif untuk Central Department Store.
"Kami melihat kanal online sebagai salah satu servis penunjang bagi gerai offline kami karena melalui kanal tersebut tidak ada batasan wilayah," ujarnya. Selanjutnya Central Department Store tetap fokus pada flagship store di Central Grand Indonesia dan kanal Omni Channel. Sedangkan untuk pembukaan gerai di pusat perbelanjaan lainnya tetap ada dalam perencanaan perusahaan.
"Namun, tidak dalam waktu dekat ini. Sebagai gantinya kami harap Omni Channel Central Chat and Shop via WhatsApp dan Line dapat menjangkau seluruh konsumen kami di seluruh Indonesia," tandas Dimas.
Menanggapi banyak ritel yang tutup, Corporate Public Relations Manager Lippo Malls Indonesia Nidia N Ichsan menuturkan, saat ini memang kebutuhan konsumen terhadap mal berubah. Maka itu, Lippo Malls melakukan sejumlah strategi untuk tetap bertahan.
Pertama, terang dia, menjadikan mal bukan hanya sebagai tempat belanja, namun juga sebagai pusat hiburan. "Karenanya, kita lebih aktif membuat kegiatan yang menarik di mal," terang Nadia.
Selain itu, pihaknya juga melakukan inovasi terhadap pelayanan berbasis teknologi. Lippo Malls sendiri sebentar lagi akan meluncurkan sebuah layanan yang mengedepankan teknologi. "Strategi lainnya adalah membuat tenancy mix yang kita sesuaikan dengan kebutuhan dan mengikuti pasar," tukas Nadia
Dalam kurun dua tahun terakhir, pasar ritel nasional terus diliputi ketidakpastian. Meskipun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim pasar ritel tak terpengaruh daya beli, namun kenyataannya banyak ritel tumbang.
Banyak yang berpendapat, e-commerce menjadi pemicu rontoknya ritel. "Tren belanja e-commerce memang meningkat, tapi jumlahnya masih kecil," tutur ekonom Institute for Development and Finance (Indef) Aviliani.
Mungkin, kata dia, dalam 10 tahun ke depan akan meningkat karena kelas menengah dan milenial mulai menjadi kelas menengah. Menurut Aviliani, apabila ada sektor ritel mati, berarti peritel tidak bisa berinovasi mengikuti pasar.
Aviliani menyarankan agar para peritel mulai berinvestasi untuk menata ulang sistem distribusi dan bisnisnya serta menciptakan customer experience yang menarik.
CEO PT Panen Lestari Internusa (PLI) Handaka Santosa menegaskan, meski banyak ritel bertumbangan, namun perusahaannya akan melakukan ekspansi dengan membuka gerai baru di Medan. Pengelola gerai ritel SOGO ini optimistis pasar ritel konvensional akan terus bertumbuh.
Sebagai gerai ritel terkemuka di Indonesia yang telah berdiri selama hampir 29 tahun, SOGO Department Store selalu berusaha memanjakan para pelanggan setianya dengan beragam pelayanan dan program menarik. Termasuk melakukan inovasi belanja offline dan online.
Namun, Handaka mengingatkan ritel konvensional dan online harus diperlakukan setara. Soal perpajakan dan standar kualitas barang termasuk aspek yang harus sejajar perlakuannya. “SNI (Standar Nasional Indonesia) online bagaimana? Padahal, kalau di kami, barang-barang untuk di bawah usia dua tahun, semua ada SNI-nya,” kata Handaka.
Terkait hitungan pajak, Handaka menuturkan, peritel besar seperti perusahaannya menyumbang pajak besar. Mereka dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 20% untuk setiap meter persegi lahan toko. “Kami sewa di sini (mal), kami bayar pajak dari setiap meter perseginya. Untuk 1 meter persegi saja, kami sudah harus bayar 20%,” tuturnya.
Selain itu, Handaka menyatakan, peritel konvensional juga berkontribusi besar dalam lapangan kerja. Ia memandang ironis jika peritel konvensional justru hanya mendapatkan sedikit perlindungan. Menurut Handaka, pihaknya berencana membuka gerai baru di Medan dengan luas area 10.000 meter persegi. Gerai itu diperkirakan bisa mempekerjakan minimal 400 orang.
Meski penuh tantangan terutama di era digital, Handaka mengaku, peritel konvensional tidak merasa tersaingi dengan toko daring karena pihaknya juga telah merambah sistem online. “Kami tidak takut dengan online, hanya saja kami ingin fairness (keadilan),” katanya.
Sejumlah gerai ritel yang tutup dalam waktu dekat adalah Central Department Store. Terkait penutupan Central Department Store di Neo Soho, Grogol, Jakarta Barat, mulai 18 Februari 2019, Public Relation Manager PT Central Retail Indonesia Dimas Rachmadika Wisnu Wardana mengutarakan, semenjak pusat belanja ini beroperasi, pihaknya selalu berupaya agar toko kedua ini dapat berkembang dengan hasil yang maksimal dari segi bisnis dan komersial.
Namun, lanjut dia, mengamati tren belanja konsumen yang bergeser pada sistem yang lebih cepat dan efisien dan untuk memenuhi kebutuhan customer, pihaknya memusatkan segala sumber daya ke flagship store di Central Department Store Grand Indonesia.
Dimas mengatakan, lebih jauh dalam langkah bisnis pihaknya sedang memperkuat Omni Channel berbelanja Central Department Store yaitu “CENTRAL Chat & Shop” melalui aplikasi messenger seperti WhatsApp dan Line. "Kami mengajak seluruh pelanggan untuk dapat merasakan pengalaman berbelanja di Central melalui Central On Demand atau melalui Line Official Account," sebutnya.
Performa Central Neo Soho, ungkap dia, setiap tahunnya justru tumbuh positif. Ditanya apakah ada kaitannya dengan kalah persaingan dengan toko belanja online yang semakin marak, Dimas mengatakan, sejauh ini peritel online belum memberikan dampak negatif untuk Central Department Store.
"Kami melihat kanal online sebagai salah satu servis penunjang bagi gerai offline kami karena melalui kanal tersebut tidak ada batasan wilayah," ujarnya. Selanjutnya Central Department Store tetap fokus pada flagship store di Central Grand Indonesia dan kanal Omni Channel. Sedangkan untuk pembukaan gerai di pusat perbelanjaan lainnya tetap ada dalam perencanaan perusahaan.
"Namun, tidak dalam waktu dekat ini. Sebagai gantinya kami harap Omni Channel Central Chat and Shop via WhatsApp dan Line dapat menjangkau seluruh konsumen kami di seluruh Indonesia," tandas Dimas.
Menanggapi banyak ritel yang tutup, Corporate Public Relations Manager Lippo Malls Indonesia Nidia N Ichsan menuturkan, saat ini memang kebutuhan konsumen terhadap mal berubah. Maka itu, Lippo Malls melakukan sejumlah strategi untuk tetap bertahan.
Pertama, terang dia, menjadikan mal bukan hanya sebagai tempat belanja, namun juga sebagai pusat hiburan. "Karenanya, kita lebih aktif membuat kegiatan yang menarik di mal," terang Nadia.
Selain itu, pihaknya juga melakukan inovasi terhadap pelayanan berbasis teknologi. Lippo Malls sendiri sebentar lagi akan meluncurkan sebuah layanan yang mengedepankan teknologi. "Strategi lainnya adalah membuat tenancy mix yang kita sesuaikan dengan kebutuhan dan mengikuti pasar," tukas Nadia
(don)