PBB Peringatkan Dampak Global Perang Tarif
A
A
A
NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan rencana Amerika Serikat (AS) menaikkan tarif pada barang-barang China bulan depan akan berdampak masif pada ekonomi global.
AS berencana menaikkan tarif untuk produk China jika dua pihak gagal mencapai kemajuan dalam kesepakatan dagang pada 1 Maret. Peringatan itu muncul setelah laporan badan perdagangan PBB tentang dampak perang dagang AS-China. Menurut PBB, negara-negara Asia akan merasakan dampak paling buruk akibat proteksionisme.
China dan AS terlibat perang dagang hingga kedua pihak saling menerapkan tarif besar pada sejumlah produk bernilai miliaran dolar. Pada Desember lalu, kedua negara sepakat menghentikan tarif baru selama 90 hari untuk memberi waktu perundingan.
AS dan China memiliki batas waktu hingga 1 Maret untuk membuat kesepakatan atau AS akan menaikkan tarif pada produk-produk China senilai USD200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Konferensi PBB untuk perdagangan dan pembangunan (Unctad) memperingatkan akan ada biaya besar jika terjadi eskalasi perang dagang. “Dampaknya akan besar,” kata Pamela Coke-Hamilton, Kepala Untad saat konferensi pers.
“Dampak untuk seluruh sistem perdagangan internasional akan sangat negatif. Negara-negara termiskin dan terkecil akan kewalahan menghadapi guncangan eksternal,” ungkap dia.
Biaya lebih tinggi dalam perdagangan AS-China akan memicu perusahaan-perusahaan menjauh dari jaringan suplai saat ini di Asia timur. Laporan Unctad memperkirakan para produsen di Asia timur akan terkena pukulan terbesar dengan kontraksi sebesar USD160 miliar pada ekspor regional. Meski demikian, dampak dari kondisi itu akan terasa di penjuru dunia.
“Akan ada perang mata uang dan devaluasi, stagflasi yang menuju hilangnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran, serta lebih penting lagi, kemungkinan penyebaran dampak atau apa yang kita sebut dampak reaksioner, menuju riak langkah-langkah distorsi perdagangan lainnya,” ungkap Coke-Hamilton.
Studi menunjukkan perusahaan-perusahaan AS hanya akan mengambil 6% dari total USD250 miliar dalam ekspor China yang menjadi target tarif AS. “Diperkirakan USD85 miliar ekspor AS menjadi target tarif China, tapi hanya 5% yang akan diambil oleh perusahaan-perusahaan China,” ungkap hasil riset PBB itu dilansir BBC.
Riset itu juga menemukan ekspor Eropa akan tumbuh hingga USD70 miliar. Adapun Jepang, Kanada, dan Meksiko, akan mengalami peningkatan ekspor lebih dari USD20 miliar untuk masing-masing negara.
“Negara lain yang dapat diuntungkan termasuk Australia, Brasil, India, Filipina dan Vietnam,” kata laporan PBB.
Sementara itu, pemerintahan Presiden AS Donald Trump bertekad terus mengambil pendekatan sepihak untuk melindungi para pekerja, petani, dan bisnis AS. Kantor Perwakilan Dagang AS menyatakan dalam laporan tahunan untuk Kongres bahwa AS memiliki alasan tepat memaksa China mengubah model ekonominya.
Laporan di Kongres itu juga menunjukkan AS tetap frustrasi dengan ketidakmampuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencegah kebijakan ekonomi China. “Tidak masuk akal mengharapkan keberhasilan dalam negosiasi apapun aturan baru WTO yang akan membatasi pendekatan China sekarang pada ekonomi dan perdagangan,” ungkap Kantor Perwakilan Dagang AS dilansir Reuters.
Beberapa aliansi AS, termasuk Kanada, Uni Eropa (UE), dan Jepang, juga frustrasi dengan tekanan yang diciptakan kebijakan ekonomi China. Mereka kini memulai perundingan untuk perubahan dan modernisasi pertama berbagai aturan WTO sejak lembaga itu didirikan pada 1995.
Meski demikian, setiap perubahan aturan WTO harus disepakati semua 164 negara anggota dan upaya sebelumnya telah gagal. “China diperkirakan tak akan sepakat dengan aturan baru menargetkan perubahan pada praktik dagang dan sistem ekonominya,” ungkap laporan Kantor Perwakilan Dagang AS.
Sebelumnya, Trump menjelaskan akan bertemu Presiden China Xi Jinping untuk menandatangani kesepakatan dagang komprehensif. Trump dan kepala negosiator perdagangan AS menyebut kemajuan besar dalam dua hari perundingan tingkat tinggi dengan China.
Trump menyatakan di Gedung Putih bahwa dia optimistis dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia bisa mencapai kesepakatan terbesar yang pernah dibuat. Pernyataan itu muncul saat Trump bertemu Wakil Perdana Menteri (PM) China Liu He.
“Delegasi perdagangan China menyatakan perundingan menghasilkan kemajuan penting,” ungkap laporan kantor berita Xinhua. (Syarifudin)
AS berencana menaikkan tarif untuk produk China jika dua pihak gagal mencapai kemajuan dalam kesepakatan dagang pada 1 Maret. Peringatan itu muncul setelah laporan badan perdagangan PBB tentang dampak perang dagang AS-China. Menurut PBB, negara-negara Asia akan merasakan dampak paling buruk akibat proteksionisme.
China dan AS terlibat perang dagang hingga kedua pihak saling menerapkan tarif besar pada sejumlah produk bernilai miliaran dolar. Pada Desember lalu, kedua negara sepakat menghentikan tarif baru selama 90 hari untuk memberi waktu perundingan.
AS dan China memiliki batas waktu hingga 1 Maret untuk membuat kesepakatan atau AS akan menaikkan tarif pada produk-produk China senilai USD200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Konferensi PBB untuk perdagangan dan pembangunan (Unctad) memperingatkan akan ada biaya besar jika terjadi eskalasi perang dagang. “Dampaknya akan besar,” kata Pamela Coke-Hamilton, Kepala Untad saat konferensi pers.
“Dampak untuk seluruh sistem perdagangan internasional akan sangat negatif. Negara-negara termiskin dan terkecil akan kewalahan menghadapi guncangan eksternal,” ungkap dia.
Biaya lebih tinggi dalam perdagangan AS-China akan memicu perusahaan-perusahaan menjauh dari jaringan suplai saat ini di Asia timur. Laporan Unctad memperkirakan para produsen di Asia timur akan terkena pukulan terbesar dengan kontraksi sebesar USD160 miliar pada ekspor regional. Meski demikian, dampak dari kondisi itu akan terasa di penjuru dunia.
“Akan ada perang mata uang dan devaluasi, stagflasi yang menuju hilangnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran, serta lebih penting lagi, kemungkinan penyebaran dampak atau apa yang kita sebut dampak reaksioner, menuju riak langkah-langkah distorsi perdagangan lainnya,” ungkap Coke-Hamilton.
Studi menunjukkan perusahaan-perusahaan AS hanya akan mengambil 6% dari total USD250 miliar dalam ekspor China yang menjadi target tarif AS. “Diperkirakan USD85 miliar ekspor AS menjadi target tarif China, tapi hanya 5% yang akan diambil oleh perusahaan-perusahaan China,” ungkap hasil riset PBB itu dilansir BBC.
Riset itu juga menemukan ekspor Eropa akan tumbuh hingga USD70 miliar. Adapun Jepang, Kanada, dan Meksiko, akan mengalami peningkatan ekspor lebih dari USD20 miliar untuk masing-masing negara.
“Negara lain yang dapat diuntungkan termasuk Australia, Brasil, India, Filipina dan Vietnam,” kata laporan PBB.
Sementara itu, pemerintahan Presiden AS Donald Trump bertekad terus mengambil pendekatan sepihak untuk melindungi para pekerja, petani, dan bisnis AS. Kantor Perwakilan Dagang AS menyatakan dalam laporan tahunan untuk Kongres bahwa AS memiliki alasan tepat memaksa China mengubah model ekonominya.
Laporan di Kongres itu juga menunjukkan AS tetap frustrasi dengan ketidakmampuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencegah kebijakan ekonomi China. “Tidak masuk akal mengharapkan keberhasilan dalam negosiasi apapun aturan baru WTO yang akan membatasi pendekatan China sekarang pada ekonomi dan perdagangan,” ungkap Kantor Perwakilan Dagang AS dilansir Reuters.
Beberapa aliansi AS, termasuk Kanada, Uni Eropa (UE), dan Jepang, juga frustrasi dengan tekanan yang diciptakan kebijakan ekonomi China. Mereka kini memulai perundingan untuk perubahan dan modernisasi pertama berbagai aturan WTO sejak lembaga itu didirikan pada 1995.
Meski demikian, setiap perubahan aturan WTO harus disepakati semua 164 negara anggota dan upaya sebelumnya telah gagal. “China diperkirakan tak akan sepakat dengan aturan baru menargetkan perubahan pada praktik dagang dan sistem ekonominya,” ungkap laporan Kantor Perwakilan Dagang AS.
Sebelumnya, Trump menjelaskan akan bertemu Presiden China Xi Jinping untuk menandatangani kesepakatan dagang komprehensif. Trump dan kepala negosiator perdagangan AS menyebut kemajuan besar dalam dua hari perundingan tingkat tinggi dengan China.
Trump menyatakan di Gedung Putih bahwa dia optimistis dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia bisa mencapai kesepakatan terbesar yang pernah dibuat. Pernyataan itu muncul saat Trump bertemu Wakil Perdana Menteri (PM) China Liu He.
“Delegasi perdagangan China menyatakan perundingan menghasilkan kemajuan penting,” ungkap laporan kantor berita Xinhua. (Syarifudin)
(nfl)