Sumsel dan Kalsel Paling Siap Dioptimalkan Lahan Rawanya
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) pada tahun ini akan mengoptimalkan lahan rawa pasang surut dan lebak seluas 500.000 hektar (ha) di enam provinsi. Dari luasan itu, Sumatra Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Selatan (Kalsel) dinilai paling siap.
Salah satu tujuan pengembangan lahan ini adalah untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Untuk itu, target yang ingin dicapai adalah panen 2 kali setahun (IP/Indeks Pertanaman-200) atau 5 kali panen dalam 2 tahun.
"Kami optimistis menjalankan program ini. Kami tengah mencari lokasi untuk membuat SID (Survey Investigasi Design)," kata Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Indah Megahwati, dalam keterangan resmi, Senin (11/2/2019).
Lahan rawa yang akan dikembangkan itu dibagi menjadi dua kriteria, yakni lahan rawa lebak (RWL) dan lahan rawa pasang surut (RWPS). Lokasi RWL yang dikembangkan di Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha, Kalimantan Selatan 10.000 ha dan RWPS 300.000 ha.
Untuk Provinsi Lampung, RWL akan digarap seluas 5.000 ha, Sumatra Selatan 20.000 ha dan lahan RWPS 200.000 ha, sementara Jambi RWL 5.000 ha dan Kalimantan Tengah RWL 5.000 ha.
Menurut dia, setiap 1.000 ha RWPS akan dikelola oleh 1 unit desa, sedangkan untuk 200 ha RWL dikelola oleh 1 unit desa sebab tidak mungkin 550.000 ha dikelola semuanya oleh pemerintah daerah atau pusat.
"Kami akan fokus di daerah tersebut. Paling siap adalah Sumatra Selatan dan Kalimantan Selatan, tapi yang lain juga siap. Kami targetkan minimal bisa panen dua kali setahun atau lima kali dalam dua tahun," kata Indah.
Budidaya di lahan rawa akan jauh lebih baik dibandingkan dengan di Jawa. Pasalnya, Kementan sudah menyiapkan skema yang berbeda di mana setiap lahan RWL dan RWPS dilengkapi dengan saluran irigasi, pompa air, dan ekskavator.
Selain itu, lahan rawa juga akan menggunakan 100% mekanisasi dan memperkecil tenaga kerja yang menggarap sawah dengan harapan jauh lebih efisien untuk biaya produksinya.
Lahan RWL dan RWPS juga memiliki perbedaan dalam sistem budidayanya. Pada lahan RWL menggunakan sistem pengairan yang tertutup agar lebih terkontrol, sedangkan lahan RWPS menggunakan sistem pengarus jadi ada sirkulasi.
"Kendala dalam pengembangan lahan rawa di antaranya menetralkan tingkat keasaman lahan rawa yang tinggi dan memilih komoditas tanaman yang cocok ditanami di area semacam ini," pungkas Indah.
Salah satu tujuan pengembangan lahan ini adalah untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Untuk itu, target yang ingin dicapai adalah panen 2 kali setahun (IP/Indeks Pertanaman-200) atau 5 kali panen dalam 2 tahun.
"Kami optimistis menjalankan program ini. Kami tengah mencari lokasi untuk membuat SID (Survey Investigasi Design)," kata Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Indah Megahwati, dalam keterangan resmi, Senin (11/2/2019).
Lahan rawa yang akan dikembangkan itu dibagi menjadi dua kriteria, yakni lahan rawa lebak (RWL) dan lahan rawa pasang surut (RWPS). Lokasi RWL yang dikembangkan di Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha, Kalimantan Selatan 10.000 ha dan RWPS 300.000 ha.
Untuk Provinsi Lampung, RWL akan digarap seluas 5.000 ha, Sumatra Selatan 20.000 ha dan lahan RWPS 200.000 ha, sementara Jambi RWL 5.000 ha dan Kalimantan Tengah RWL 5.000 ha.
Menurut dia, setiap 1.000 ha RWPS akan dikelola oleh 1 unit desa, sedangkan untuk 200 ha RWL dikelola oleh 1 unit desa sebab tidak mungkin 550.000 ha dikelola semuanya oleh pemerintah daerah atau pusat.
"Kami akan fokus di daerah tersebut. Paling siap adalah Sumatra Selatan dan Kalimantan Selatan, tapi yang lain juga siap. Kami targetkan minimal bisa panen dua kali setahun atau lima kali dalam dua tahun," kata Indah.
Budidaya di lahan rawa akan jauh lebih baik dibandingkan dengan di Jawa. Pasalnya, Kementan sudah menyiapkan skema yang berbeda di mana setiap lahan RWL dan RWPS dilengkapi dengan saluran irigasi, pompa air, dan ekskavator.
Selain itu, lahan rawa juga akan menggunakan 100% mekanisasi dan memperkecil tenaga kerja yang menggarap sawah dengan harapan jauh lebih efisien untuk biaya produksinya.
Lahan RWL dan RWPS juga memiliki perbedaan dalam sistem budidayanya. Pada lahan RWL menggunakan sistem pengairan yang tertutup agar lebih terkontrol, sedangkan lahan RWPS menggunakan sistem pengarus jadi ada sirkulasi.
"Kendala dalam pengembangan lahan rawa di antaranya menetralkan tingkat keasaman lahan rawa yang tinggi dan memilih komoditas tanaman yang cocok ditanami di area semacam ini," pungkas Indah.
(ven)