Wall Street Jatuh Setelah Data Penjualan Ritel AS Melemah
A
A
A
NEW YORK - Pasar saham Amerika Serikat alias Wall Street ditutup lebih rendah pada perdagangan Kamis waktu setempat, merespon data penjualan ritel yang jauh lebih lemah dari perkiraan.
Melansir dari CNBC, Jumat (15/2/2019), Departemen Perdagangan AS mencatat penjualan ritel turun 1,2% pada Desember 2018. Menjadi penurunan bulanan terbesar sejak September 2009.
Hasil ini membuat indeks S&P 500 merosot 0,27% menjadi 2.745,72, karena kerugian di sektor konsumen dan keuangan. Dow Jones Industrial Average turun 103,88 poin menjadi 25.439,39, akibat anjloknya saham Coca-Cola. Hanya Nasdaq yangnaik, itupun tipis 0,1% ke level 7.426,95, berkat kenaikan saham Netflix lebih dari 2%.
"Penurunan penjualan ritel 1,2% ini jumlah yang mengerikan," ujar Peter Boockvar, kepala investasi di Bleakley Advisory Group di New York.
Menurut catatan dia, konsumen AS merupakan pemegang kendali ekonomi negaranya. Setelah melihat data tersebut, ia berharap data penjualan ritel pada Januari bisa rebound. Begitu pula bulan Februari, yang diharapkan menggairahkan daya beli konsumen.
Selain melemahnya penjualan ritel, rendahnya Wall Street juga disebabkan oleh imbal hasil treasury AS yang jatuh. Imbal hasil treasury AS bertenor 10 tahun, diperdagangkan sebesar 2,66%, turun dari level sebelumnya 2,69%.
Adapun indeks dolar Amerika Serikat terhadap enam mata uang lainnya, melemah. Sehingga euro naik 0,3% menjadi USD1,1294 dan yen menguat sebesar 0,2%.
Lael Brainard, salah seorang anggota gubernur Federal Reserve, mengatakan kepada CNBC bahwa risiko penurunan ekonomi "telah meningkat." Karena itu, sambung dia, pembicaraan perdagangan AS-China yang masih berlangsung merupakan suatu hal yang sangat baik.
Melansir dari CNBC, Jumat (15/2/2019), Departemen Perdagangan AS mencatat penjualan ritel turun 1,2% pada Desember 2018. Menjadi penurunan bulanan terbesar sejak September 2009.
Hasil ini membuat indeks S&P 500 merosot 0,27% menjadi 2.745,72, karena kerugian di sektor konsumen dan keuangan. Dow Jones Industrial Average turun 103,88 poin menjadi 25.439,39, akibat anjloknya saham Coca-Cola. Hanya Nasdaq yangnaik, itupun tipis 0,1% ke level 7.426,95, berkat kenaikan saham Netflix lebih dari 2%.
"Penurunan penjualan ritel 1,2% ini jumlah yang mengerikan," ujar Peter Boockvar, kepala investasi di Bleakley Advisory Group di New York.
Menurut catatan dia, konsumen AS merupakan pemegang kendali ekonomi negaranya. Setelah melihat data tersebut, ia berharap data penjualan ritel pada Januari bisa rebound. Begitu pula bulan Februari, yang diharapkan menggairahkan daya beli konsumen.
Selain melemahnya penjualan ritel, rendahnya Wall Street juga disebabkan oleh imbal hasil treasury AS yang jatuh. Imbal hasil treasury AS bertenor 10 tahun, diperdagangkan sebesar 2,66%, turun dari level sebelumnya 2,69%.
Adapun indeks dolar Amerika Serikat terhadap enam mata uang lainnya, melemah. Sehingga euro naik 0,3% menjadi USD1,1294 dan yen menguat sebesar 0,2%.
Lael Brainard, salah seorang anggota gubernur Federal Reserve, mengatakan kepada CNBC bahwa risiko penurunan ekonomi "telah meningkat." Karena itu, sambung dia, pembicaraan perdagangan AS-China yang masih berlangsung merupakan suatu hal yang sangat baik.
(ven)